Satu minggu berlalu. Selama berada di rumah neneknya, Giselle setiap hari keluar rumah untuk berjalan-jalan meskipun hanya satu dua jam saja.
Ia berkeliling di sekitar rumah ditemani oleh Rosie yang dengan sabar menontonnya dan menunjukkan berbagai tempat di sana.
Pagi itu ia berkeliling agak jauh dari rumah setelah menghafal beberapa tempat yang sering ia kunjungi selama satu minggu penuh ini.
"Halo Giselle, Rosie." sapa seorang pria seusia nenek Nancy yang sedang jogging bersama cucunya.
"Halo tuan Gerald." Giselle dan Rosie menyapanya bersamaan.
Beberapa tetangga lain nenek Nancy juga mengetahui keberadaan Giselle setelah sering melihat gadis itu ada di luar rumah dan bahkan sering berjalan-jalan.
Terkadang jika mereka senggang mengajak Giselle ngobrol sebentar. Awalnya Gadis itu merasa minder dekat dengan orang baru di sana karena kondisinya yang buta, namun orang-orang di sana tak semuanya membicarakan kekurangannya itu dan banyak dari mereka yang memberikan support padanya.
"Giselle, Rosie kalian mau ke mana ?" tanya seorang wanita yang juga masih tetangga dekat nenek Nancy menyapa saat mereka berdua lewat depan rumahnya.
“Nyonya Casey, kami mau ke taman." jawab Giselle berhenti sebentar dan mengenali wanita itu dari karakter hanya suaranya saja, setelah beberapa kali bertemu dan bicara dengannya.
"Rosie hati-hati menjaga nona mudamu selama di sana. Akhir pekan begini biasanya taman penuh dan ramai." ujar Nyonya Casey.
"Tentu saja Nyonya aku akan menjaga nona muda. Apa anda juga mau bergabung dengan kami ?" tawar Rosie namun ditolak oleh Nyonya Casey.
Mereka berdua kemudian melanjutkan berjalan menuju ke taman Green Arbey, Sebuah taman kecil yang berada 700 meter dari rumah nenek Nancy.
"Apakah taman Green Arbey masih jauh ?" tanya Giselle merasa sudah dari tadi berjalan namun belum sampai juga.
"Sebentar lagi kita sampai, nona. Apa anda lelah ?" Rosie pun berhenti sejenak. "Jika nona lelah sebaiknya kita istirahat dulu beberapa menit baru lanjut berjalan lagi." lanjutnya.
"Tidak Rosie, jika begitu kita jalan sekarang dan setelah sampai di taman kita bisa istirahat di sana." Giselle kursi keras menolaknya dan tetap ingin melanjutkan perjalanan mereka.
"Baik, nona."
Rosie pun kembali berjalan bersama Giselle. Dan 7 menit kemudian mereka tiba di taman Green Arbey.
"Kita sudah sampai nona."
Mereka berdua berhenti tepat di depan pintu masuk Green Arbey.
"Ramai sekali di sini." ucap Giselle menoleh ke samping kanan dan ke samping kiri di mana di sekitarnya terdengar suara keramaian dari seorang anak yang bermain skateboard, juga percakapan beberapa orang dewasa lainnya.
"Ya, seperti inilah Green Arbey di akhir pekan, nona." timpal Rosie singkat. "Aku akan mencari tempat yang sepi untuk kita duduk, nona." lanjutnya.
Rosie kemudian menatap ke siekitar dan mencari tempat yang sekiranya kosong.
"Semua tempat tampak penuh." batinnya melihat di sisi barat dan semua tempat duduk disana penuh.
Rosie kemudian beralih menatap ke sisi timur.
"Nona itu ada tempat duduk kosong di sana." ucapnya tersenyum lebar setelah menemukan satu bangku kosong. "Cepat, nona." ia pun sampai menggandeng tangan Nona mudanya itu untuk menuju ke bangku kosong tadi.
Karena jika tidak cepat maka akan ditempati orang lain.
"Untung saja kita dapat tempat duduk, nona." ucap Rosie yang hanya diangguki oleh Giselle.
Giselle bisa mengimajinasikan tempat itu meski tak bisa melihatnya.
"Pasti di sekelilingku banyak tanaman hijau dan juga bunga bermekaran beraneka warna." gumamnya merasakan angin lembut menerpa rambut panjangnya.
Meskipun ia mendengarkan keramaian dari para pengunjung taman di sana namun itu tak masalah baginya dan ia tetap menikmati berada di sana hingga hampir dua jam.
"Nona, apa anda haus ?" tanya Rosie karena hari semakin siang dan dia juga melihat keringat boleh keluar dari kening nona mudanya.
"Sedikit." jawab Giselle sembari menyentuh tenggorokannya dan terasa kering.
"Baiklah nona, aku akan memberikan air mineral untukmu sebentar. Tolong tunggu di sini dan jangan kemana-mana." ucap Rosie segera berdiri karena membawa air minum dari rumah tadi.
"Cepatlah kembali." jawab Giselle sebenarnya ingin ikut pelayan itu karena dia masih takut belanja di tengah keramaian seperti ini tanpa ada orang yang dikenalnya sama sekali.
Rosie berjalan cepat menapaki rerumputan hijau yang menutupi semua tanah di Green Arbey seperti karpet menuju ke food court terdekat.
"Sudah lama tapi Rosie belum kembali juga." Giselle menoleh ke samping untuk mendengarkan langkah kaki yang melewatinya dan mungkin saja itu pelayannya.
Namun sudah ada puluhan kaki yang mana berjalan di depannya tapi terus berlalu dan tak berhenti di sampingnya.
Tac.
Suara langkah kaki berhenti tepat di depan Giselle.
"Rosie, kaukah itu ?" ucapnya sambil mendongak ke atas dan tak ada respon hanya terdengar suara tersenyum. "Rosie." panggilnya lagi karena masih tak ada respon juga darinya.
"Nona cantik, kau sendirian di sini ?" jawabnya yang ternyata memang bukanlah Rosie, melainkan seorang lelaki.
"Siapa kau ?" Giselle merasa tak mengenalnya juga tak ada urusan dengan orang yang tak dikenalnya itu.
"Gadis buta ini cantik sekali. Sayang jika aku melewatkan momen bersenang-senang dengannya." batin pria kurus dan terdapat tato di lengan kirinya. "Pasti gadis ini tak tahu jika aku melakukan apapun padanya atau dia pasti tak bisa melawanku dengan kondisinya yang buta ini.“
Pria yang memakai aksesoris gelang rantai di tangan kirinya itu menulis ke samping kanan dan ke samping kiri.
"Sepertinya aman, tak akan ada yang mengetahui jika aku beraksi di sini." gumamnya lirih.
"Nona apa kau butuh bantuan untuk pulang ?" ucapnya sembari melirik tas kecil yang ada di pangkuan Giselle.
"Tidak, tuan. Ada temanku yang akan mengantarku dia masih keluar sebentar dan akan segera kembali."
Pria tadi mencoba mengalihkan perhatian Giselle dengan terus mengajaknya bicara dan mengambil tasnya itu pelan-pelan tanpa gadis itu menyadarinya.
"Aku belum pernah merasakan tidur bersama gadis buta sebelumnya." batin pria itu tersenyum nakal. Belum puas juga setelah mendapatkan tempatnya masih menginginkan tubuh Giselle.
"Nona, ikutlah denganku sebentar dengan aku akan memberimu sesuatu yang sangat menyenangkan." pria itu langsung saja memegang tangan Giselle dan mengajaknya berjalan.
"Tidak, lepaskan aku." Giselle berontak dan menarik tangannya saat pria itu terus memaksanya berjalan dengan menyeretnya. "Aku tidak mau pergi dengan mu." ucapnya menarik tangannya sekuat tenaga tapi apalah daya tenaga pria itu lebih besar dibandingkan tenaganya.
"Tolong ! Tolong, siapa saja tolong aku !" teriak Giselle dan langsung saja semua mata para pengunjung yang ada di taman tertuju padanya.
"Hey, mau kau apa kan gadis itu ? Lepaskan dia !" ucap seorang pria tak jauh dari tempat pria itu berada.
"Tolong jangan salah paham tuan, kami sepasang kekasih dan sedang bertengkar kuharap anda tak mencampuri urusan kami." ucap pria itu seketika membungkam mulut pria tadi.
Dan ia pun segera mempercepat langkahnya agar bisa menjauh dari sana sembari mengancam Giselle agar tidak bersuara atau lebih berteriak yang akan mengundang lebih banyak perhatian orang.
Giselle tak bersuara karena pria itu membekapnya dan dia pun menggigit pergelangan tangan pria itu sekuat tenaganya.
"Argh." di saat ya itu merintih kesakitan dan melepaskan tangannya, maka Giselle pun segera berjalan cepat meskipun tak tahu arah tujuannya.
"Tolong..." teriak Giselle sambil berjalan.
bugh
Baru beberapa langkah berjalan ia menabrak seorang pria.
"Tolong aku, ada pria di belakangku yang ingin berbuat tidak baik padaku." ucapnya pada seseorang meskipun ia tak tahu siapa itu.
Pria di depannya itu mengamati Giselle dan langsung mengetahui kondisinya yang buta.
"Lepaskan gadis itu !" ucap pria yang tadi membawa Giselle masih mengejar Giselle.
"Tolong aku." ucap Giselle pada sosok di depannya yang masih diam tak merespon ucapannya.