Bab 9 Satu kamar

1183 Kata
Kedatangan tamu tidak diundang benar-benar mengikis ketenangan Garran, pasalnya kedatangan tamu istimewa yang tidak pernah diharapkan kehadirannya itu merusak harinya sejak kemarin. Ia dan Gianni kompak memindahkan barang ke kamar utama, kamar yang selama ini ditempati oleh Gianni, tentunya kamar paling besar yang ada di rumah ini. Gianni memilih kamar tersebut secara sepihak, tanpa persetujuan dari Garran, padahal sebelumnya Garran lah yang menempati kamar tersebut. “Wanita butuh banyak tempat dan ruang, kamu di kamar sana, yang lebih kecil Om Gar,” ucapnya waktu itu, saat mereka berdua sah tinggal bersama. Garran tidak bisa protes. Ingat, ia tidak bisa protes bukan tidak bisa melawan. “Om Gar udah mindahin semua barang-barang penting ke kamar aku, kan?” tanya Gianni, memastikan tidak ada yang mencurigai bahwa selama ini keduanya tidur di kamar terpisah. “Udah.” jawab Garran singkat. “Oke, bagus.” Gianni merapikan rambutnya, yang sengaja diikat sebagian, membuatnya terkesan jauh lebih dewasa. “Penampilan aku gimana? Udah oke, kan?” usai merapikan rambut, wanita itu juga memamerkan pakaian yang dikenakannya. Kali ini Gianni mengenakan dress selutut, berwarna merah muda “Udah kelihatan mirip pengantin baru?” tanyanya lagi. “Apa bedanya pengantin baru dan penampilan, memangnya ada perbedaan?” Garran balik bertanya. “Beda dong, Om! Walaupun kamu nggak pernah kasih tau, padahal kamu sering berperilaku layaknya seperti pengantin baru bersama banyak wanita diluar sana, tapi aku berusaha untuk tampil meyakinkan di depan ayah Tanto dan Oma. Seorang teman mengatakan, pengantin baru itu identik dengan rok dan tatanan rambut seperti ini.” Gianni memperlihatkan penampilan secara utuh, bahkan ia berputar beberapa kali untuk meyakinkan bahwa penampilannya saat ini sudah seperti pengantin baru sungguhan. “Rok dan rambut setengah diikat.” “Memang artinya apa?” Garran tersenyum jahil menatap ke arahnya. “Temanku bilang, memakai rok saat pengantin baru memudahkan untuk melakukan itu, dan rambut yang diikat separuh bisa di tarik seperti ini,” Gianni mempraktekannya, mengambil satu tangan Garran, membuatnya menarik rambutnya yang dibiarkan terurai separuh itu. Tubuh Gianni masih dalam posisi membelakangi Garran, namun Gianni mendekat tubuhnya hingga garaan bisa merasakan tubuh wanita itu menempel sempurna di tubuhnya. “Posisinya seperti ini, rambutnya di tarik ke belakang, dan,,” Gianni menarik satu tangan Garran yang lain, menempatkannya di pinggang. “Tarik rambutnya,” perintah Gianni. Garran menurut saja, ia menarik lembut rambut Gianni membuat kepala wanita itu semakin dekat dengan wajahnya. Dan di saat posisi seperti ini, sangat dekat dan intim, tiba-tiba Gianni menoleh membuat jarak diantara keduanya benar-benar dekat. “Nah,, katanya bisa seperti ini.” Bahkan Garran bisa merasakan hembusan nafas Gianni di wajahnya. Hangat dan lembut. Jarak yang sangat dekat, tidak pernah keduanya berada dalam posisi sedekat ini, selain waktu acara pernikahan berapa Minggu lalu itu pun hanya sebatas kecupan kening. Kecupan singkat yang sedikitpun tidak mampu membangkitkan gairah Garran. Garran adalah predator, ia memiliki insting yang begitu kuat saat mencari mangsa, meski begitu ia tidak akan mudah tergoda dengan wanita yang bukan tipe’nya. Gianni salah satu contoh wanita yang tidak termasuk dalam kriteria tipe idealnya, kurus kering seperti terkena cacingan akut tentu saja tidak akan mampu membangkitkan sisi liar dalam dirinya. Pengakuan itu sebelum ia merasakan sendiri bagaimana sensasi tubuh kurus kering Gianni, tapi saat ini Garran akan mengutuk dirinya sendiri dan “si Joni” yang bertindak di luar kendalinya. “Om Gar, nggak terangsang kan?” Gianni menatap dalam ke arahnya. “Sesuatu membesarkan di dekat pinggangku.” Gianni menjauh. “Ya ampun, Om Gar itunya bangun. Iyuhh,,” Gianni berdecak sambil bergidik, ia lantas menjauhkan dirinya dari Garran. “Masa baru gitu aja udah bangun sih? Murahan banget itu burung.” Ejek Gianni.. Garran tidak bisa mengelak, sebab apa yang dituduhkan Gianni benar adanya. Tubuhnya bereaksi sangat bertolak belakang dengan keinginannya. Seharusnya ia tidak terpengaruh oleh sedikit sentuhan dari Gianni, namun nyatanya yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Si Joni bereaksi hanya dengan sentuhan singkat Gianni. Garran mengumpat dalam hati, ia merasa dikhianati oleh dirinya sendiri dimana selama ini ia kerap memasukan Gianni kedalam kategori wanita paling tidak ideal dalam hidupnya. Garran tidak tahu mengapa tubuhnya bereaksi sangat berlebihan seperti itu, tapi satu-satunya alasan yang sangat masuk akal yakni karena ia sudah sangat lama tidak having s*x bersama teman wanitanya. Tiga Minggu merupakan pencapaian yang luar biasa untuknya, dimana Garran tidak pernah berkencan dengan siapapun. “Pasti karena sudah lama puasa. Iya, pasti karena puasa!” Garran mengulang kalimat yang sama, meyakinkan dirinya sendiri yang justru mulai ragu. Tamu tidak diundang tersebut adalah ayah mertua, Oma dan tentunya kedua orang tua Garran. Rombongan yang membuat suasana hatinya semakin tidak karuan saja. berbanding terbalik dengan Gianni yang justru menyambut gembira kehadiran mereka, bahkan Gianni menyediakan berbagai macam hidangan untuk menyambut keluarganya datang. Karena hubungan menantu dan mertua yang tidak biasa, karena Gianni dan kedua orang tua Garran sudah sangat akrab, Garran tidak memiliki kesulitan apapun untuk mendekatkan mereka. Justru yang menjadi masalah adalah hubungan antara dirinya dan sang Ayah mertua, Tanto. Sejak insiden pemukulan hingga akhirnya menikah, keduanya belum benar-benar membaik. Seperti ada jeda yang begitu kentara diantaranya, dan Garran mengalami kesulitan untuk melakukan pendekatan. Jika selama ini ia kerap mengalami kemudahan dalam meyakinkan seseorang, dari mulai lawan jenis hingga calon investor, tapi meluluhkan hati seorang Tanto ternyata tidak semudah itu. Tatapan tidak bersahabat langsung terlihat jelas, menyambut pertemuan keduanya. .Garran mati gaya, menghadapi sang mertua. “Ayah suka kopi? Kebetulan di rumah ini aku punya banyak jenis kopi. Mau aku buatkan?” Basa-basi yang sangat biasa tapi percayalah Garran sudah berusaha untuk mencairkan suasana. “Aku tidak suka kopi.” jawabnya dengan nada dingin dan menusuk. “Oh,, nggak suka. Mau minum apa? Biar aku buatkan.” “Apa kamu memperlakukan Gianni dengan baik?” Pertanyaan di luar konteks, tapi Garran sangat memakluminya mengingat Gianni adalah satu-satunya putri yang dimiliki Tanto, wajar saja jika ia merasa khawatir dan ketakutan setelah menyerahkan putrinya pada sosok lelaki seperti Garran. “Tentu,, rumah tangga kami baik-baik saja.” Namun jawaban Garran seolah tidak memuaskan rasa ingin tahu Tanto, tapi menimbulkan kecurigaan. Tatapan lelaki itu menahan, menyapu setiap inci tubuh Garran, seolah tengah mendeteksi kebohongan yang mungkin sedang disembunyikan. “Benar, kami baik-baik saja.” Garran melihat ke arah lain, dimana Gianni terlihat melintas tak jauh dari tempatnya berada. Garran memanggil nama wanita itu, melambaikan tangannya agar Gianni mendekat. “Apa? Kalian ngobrolin apa?!” tanya Gianni penasaran. Garran memulai aksinya, agar terlihat menjadi suami sungguhan. Ia merangkul pinggang Gianni dengan lembut. “Ayah penasaran, apakah selama ini aku memperlakukanmu dengan baik?” “Tentu.” beruntung Gianni cepat tanggap, ia merespon dengan sangat baik dan berusaha meyakinkan ayahnya. “Hubungan kami sangat baik, ayah. Nggak perlu khawatir.” lanjut Gianni. “Om Gar juga nggak macam-macam, dia setia dan nggak main cewek lagi.” Garran menghela lemah, merasa Gianni sudah melakukan tugasnya dengan baik. “Yakin?” namun bukan Tanto namanya jika ia langsung percaya begitu saja. “Yakin dong, kesenggol dikit aja burung suamiku langsung berdiri Loh,” Gianni terkekeh. “Artinya dia suka aku, kan Ayah?” Gianni semakin tertawa, namun Garran justru menahan malu yang mungkin saat ini wajahnya sudah semerah tomat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN