Bab 8. Cemburu?

1006 Kata
Pemandangan di ruang tengah agak mengejutkan saat Garran pulang ke rumah sekitar pukul delapan malam, memang lebih malam dari biasanya yang selalu sampai sekitar pukul enam atau paling lambat jam tujuh malam. Hari ada pengecualian, Gilang melupakan hal penting yang membuat Garran harus membantu menyelesaikannya. Ia pulang dalam keadaan perut lapar, lelah dan sedikit kesal setelah melihat kejadian tadi siang di lobi dimana Gianni dijemput oleh seseorang. Tapi saat ini, Garran melihat wanita itu ada di ruang tengah bersama Bi Ati, dan salah satu temannya. Garran lupa siapa namanya, tapi masih mengingat jelas wajahnya. Ruangan yang biasanya senyap itu sekarang tampak ramai. Bi Ati menjadi komando, memasang foto berukuran besar yang diyakini sebagai foto pernikahan mereka berdua. “Om sudah pulang? Sini, bantuin!” Saat menyadari kehadiran Garran, Gianni langsung mendekat, menarik tangan lelaki itu bergabung bersamanya. “Aku udah bilang foto kayak gini nggak usah di pajang.” ucap Garran dengan ekspresi tidak bersemangat. “Foto-foto harus di pajang, kalau kamu nggak mau di pukul Ayah Tanto lagi.” balas Gianni. “Om masih mau burungnya hidup, kan?” Gianni menatap ke arah bawah, tepat ke selangkangannya. Garran tidak menjawab, ia hanya berdehem singkat lantas membantu Bi Ati dan satu teman Gianni yang tidak diketahui namanya itu untuk memasang foto pernikahan yang berukuran besar. “Makeup nya jelek banget,” protes Gianni, menunjuk ke arah foto dimana wajahnya terpampang dengan sangat jelas dan besar. “Kenapa sih mau tema adat daerah, padahal aku lebih suka tema Barbie look, Korean look, atau natural look, bukan riasan medok kayak gini.” Keluhannya masih berlanjut. “Kamu cantik banget, Gia. Kalian pasangan suami istri yang sangat serasi.” kalimat pujian yang terlontar dari bibir teman Gianni. Garran menatap ke arahnya, sadar bahwa sejak kepulangannya beberapa saat lalu Gianni belum memperkenalkan temannya itu, ia buru-buru menghampiri Garran kembali. “Dia teman aku, Siska namanya.” Gianni memperkenalkan. “Satu-satunya teman yang tahu pernikahan kita. Dia sangat bisa menjaga rahasia, Om. Percaya deh!” Ia terkesan meyakinkan, padahal Garran tidak bertanya. “Oh,,” jawab Garran singkat dan kembali memasang foto tersebut di beberapa sudut rumah,salah satunya ruang utama, dan ruang televisi. “Neng Gia cantik banget pakai adat daerah, Ayuk nya kelihatan banget.” pujian kembali terlontar dari bibir Bi Ati, yang membuat senyum Gianni mengembang. “Iya, Bi? Aku cantik?” “Iya.” “Menurutmu gimana, Om? Aku cantik nggak?” kali ini ia bertanya pada sosok yang masih terlihat kesal. “Mayan,,” balasnya yang membuat Gianni berdecak kesal dan menghentakkan kaki beberapa kali. Anak labil itu sangat gila pujian, mirip bocah kecil yang harus validasi bahwa dia adalah wanita cantik. “Pasang fotonya sudah selesai, lebih baik makan malam bersama.” titah Bi Ati. “Kayaknya aku nggak jadi ikut makan malam deh, aku mau pulang aja.” tolak Siska, yang langsung mengambil tas ransel di dekat sofa. “Loh,, katanya tadi mau makan bareng.” protes Gianni. “Lain kali aja. Gue balik dulu, ya? Bye GI..” Siska melambaikan tangannya, di duduk Bi Ati yang hendak mengantar sampai pintu gerbang depan. Sementara itu Gianni menyusul Garran yang sudah terlebih dulu ada di ruang makan. Gianni duduk di seberang Garran mengambil nasi beserta lauk yang sudah disediakan Bi Ati, namun sampai beberapa saat keduanya masih saja diam. Sadar Gianni kesal karena Garran tidak memujinya, akhirnya Garran pun menghela lemah. “Nggak usah cemberut gitu,” ucap Garran. “Nanti kalau kamu menikah lagi dengan lelaki yang kamu cintai, kamu bisa mempersiapkan segalanya dengan baik termasuk makeup atau apapun itu.” Gianni menoleh singkat, masih terlihat bahwa ia masih kesal. “Kamu cantik ko di foto tadi.” bahkan setelah mengatakannya pun, Gianni tidak lantas tersenyum justru menatap penuh curiga ke arahnya. “Beneran, aku nggak bohong.” Gianni menghembuskan nafas pelan, “Aku benar-benar harus jadi cantik, Om. Selama ini nggak ada yang mau sama aku, aku jomblo sejak lahir.” Ucapan dan ekspresinya terlihat begitu nelangsa membuat Garran tersenyum melihatnya. “Beda sama Om Gar, yang ganti pasangan kayak ganti pembalut saat tamu bulanan datang.” Gianni berdecak dengan tatapan mencela. “Setelah kita menikah, apakah Om masih berkencan dengan banyak wanita?” “Tidak.” Garran menggeleng. “Kenapa? Om nggak kangen mereka?” “Nggak.” “Memangnya saat melakukannya nggak pakai cinta?” “Nggak.” “Ya ampun, bagaimana bisa kalian berciuman dan begituan tanpa cinta.” Garran semakin mengerti bahwa Gianni benar-benar polos dan tidak tahu apapun tentang kehidupan dewasa ini. Buktinya dia masih mempertanyakan hubungan ONS yang kerap dilakukan orang dewasa dan tentunya dilakukan tanpa cinta. Apa itu cinta? Garran tidak percaya akan perasaan aneh bernama cinta. “Namanya juga one night stand, artinya hanya dilakukan satu kali saja atau hanya satu malam. Nggak melibatkan perasaan, itu sudah kesepakatan bersama.” terpaksa ia menjelaskan. “Kalau mau lagi? Misal besok atau besoknya mau lagi?” “Tetap pada konsep pertama, hanya s*x no love.” Gianni meringis pelan. “Pantesan Ayah murka sekali saat tahu kita akan menikah. Aku melihatnya, saat ayah diam semalaman di balkon dan melamun, ternyata dia sedih banget melihat aku menikah dengan lelaki buaya kayak kamu.” Garran mendengus. “Kamu yang menyetujuinya sejak awal, jadi pernikahan ini terjadi bukan atas dasar keputusan sepihak tapi kamu juga ikut terlibat.” “Iya sih,,” Gianni mengangguk. “Ya sudah lah, nggak apa-apa lagipula kita akan tetap bercerai nantinya.” Ia mengangkat kedua bahunya dan kembali fokus pada makanannya. “Kamu bilang nggak ada lelaki yang suka sama kamu, tapi tadi?” Garran tiba-tiba kembali ingat dengan pengakuan Gianni beberapa saat lalu. “Kamu dijemput cowok.” Lanjutnya. “Om Gar kepo? Ya ampun!!” Gianni tertawa. “Dia bukan pacar, tapi kami memang lumayan dekat sih tapi belom ke tahap jadian masih pedekate.” Gianni terkekeh. “Namanya Andre.” "Doakan aku dan Andre jadian ya, Om. Andre tipe cowok aku banget,, " Gianni terkekeh. Tiba-tiba Garran kembali dibuat kesal dengan pengakuan Gianni. .perasaan macam apa ini? Kenapa begitu familiar, apakah namanya cemburu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN