Setiap prosesnya sangat cepat, jauh lebih cepat dari dugaan Garran. Saat melihat para sahabat menyiapkan keperluan pernikahan bisa sampai berbulan-bulan lengkap dengan segala drama permasalahan dan pertengkaran yang tidak jarang membuat pasangan yang hendak menikah merasa ragu, bahkan ada juga yang sampai membatalkan rencana pernikahannya. tidak dengan dirinya yang justru mengalami kelancaran yang kelewat lancar. Garran tidak mengalami kesulitan apapun, semua persiapan pernikahan antara dirinya dan Gianni berjalan dengan sangat baik. Dukungan penuh dari keluarga besar membuat Garran tidak perlu repot-repot memikirkan segala printilan pernikahannya, ia hanya perlu menyiapkan diri saja.
“Bagus nggak, Om?” Gianni keluar dari kamar ganti, diikuti oleh dua pegawai butik yang telah membantu memakaikan gaun pengantin super besar pada tubuh Gianni yang kecil. Sejujurnya gaun tersebut terlalu besar untuk ukuran tubuh Gianni yang kurus.
“Nggak kebesaran?” Garran memperhatikan Gianni dari ujung kaki hingga ujung kepala.
“Coba pilih yang lebih kecil, yang sesuai dengan bentuk tubuhmu saja.” Sarannya.
“Oke. Aku coba ganti lagi deh,, ini pilihan Oma. Aku juga nggak suka!” Wanita itu terkekeh, kembali masuk kedalam ruangan khusus ganti.
Sejak rencana pernikahan dadakan antara keduanya, Gianni terlihat lebih antusias dibandingkan dirinya, mungkin karena anggapan Gianni menikah adalah sebuah keuntungan baginya, berbanding terbalik dengan Garran yang merasa seperti memiliki tanggung jawab baru.
Jika sebelumnya ia hanya fokus pada diri sendiri, beberapa hari kedepan ia akan memiliki satu tanggung jawab baru, yakni menjadi seorang suami. Walaupun tanggung jawab tersebut tidak seperti tanggung jawab seorang suami sungguhan, tapi keduanya akan tinggal bersama. Tanggung jawab yang sebelumnya dipikul oleh Om Tanto, ayah mertuanya, kini sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab Garran.
Ia menghela lemah, tidak pernah setegang ini dalam hidupnya, apalagi setelah obrolan dan wejangan kemarin. Yang masih tertinggal dalam ingatannya sebagai oleh-oleh wejangan dari keluarga besar, sebagai pedoman untuk dirinya yang akan menyandang status baru, yakni sebagai seorang suami. Ibu dan ayahnya menatap bangga, memuji karena menganggap Garrab sudah dewasa dan menjadi lelaki sepenuhnya matang karena akhirnya memutuskan untuk menikah, walaupun mereka tahu pernikahan tersebut hasil perjodohan akibat salah paham.
Selain dari kedua orang tua, ada juga wejangan dan ucapan selamat di acara makan malam kemarin dari para saudara dekat, namun Garran tidak menganggap hal tersebut sebagai ucapan selamat serius, ia hanya menganggap sebagai guyonan saja. Mereka tahu alasan dibalik pernikahan antara dirinya dan Gianni, ia merasa yakin segala ucapan selamat dan kata-kata mutiara yang coba mereka sampaikan tidak berasal dari lubuk hati mereka yang paling dalam. Ucapan itu hanya pemanis untuk melengkapi kehadiran mereka.
Namun ada satu hal yang sangat teringat jelas dalam benak Garran, adalah kata-kata dari mertuanya, Tanto.
Saat lelaki paruh baya itu memeluknya, berbisik pelan namun terdengar sangat jelas dan tajam.
“Terimakasih sudah mengambil alih tanggung jawab menjaga dan merawat Gianni,” ucap Tanto.
“Seperti yang kamu tahu, Gianni masih sangat muda dan labil. Kami harus sabar dalam menghadapi segala sikap dan kelakuannya yang mungkin belum sepenuhnya kamu ketahui. Tapi percayalah, dia anak yang baik, memiliki hati yang tulus dan penyayang. Kamu akan bisa merasakannya sering berjalan waktu.” Tanto berdehem, mengambil jeda sejenak sebelum kembali melanjutkan dengan kalimat penuh penekanan.
“Aku tahu kamu tidak mencintainya, begitu juga dengan Gianni. Aku menganggap pernikahan ini hanya terjadi karena salah paham, tapi aku tetap mengingatkan untuk tidak menyakiti putriku.
Aku tidak akan tinggal diam saat kamu membuat putriku terluka, karena selama ini aku menjaga dan mencintainya sepenuh hati, aku tidak akan terima orang sepertimu menyakitinya.” Tanto kian mendekatkan bibir ke telinga Garran.
“Aku tahu, kamu memang petualang ranjang, tapi setelah menikahi putriku kamu tidak boleh melakukannya dengan wanita lain, kecuali dengan Gianni seorang dan jika sampai aku tahu kamu bermain wanita lain di luar sana, aku tidak akan segan untuk memotongnya, menjadi bagian kecil-kecil hingga tidak dapat berdiri lagi, atau aku akan benar-benar menghilangkannya. Sangat mudah bagiku untuk menebasnya hingga tidak tersisa.” Tato menepuk pundak Garran, menjauhkan wajah di dekat telinganya..
“Aku tidak main-main, ingat kata-kata saat kamu hendak mencari kepuasan dengan wanita lain. Karena aku memiliki banyak mata di dunia ini, akan dengan sangat mudah mengetahuinya.”
Tanto lantas tersenyum ramah seolah ancaman mengerikan itu tidak berasal dari bibirnya.
Mengingat pertemuan dan wejangan dari sang mertua membuat Garran merinding ketakutan. Bukan karena selama ini ia tidak pernah mendapat ancaman bahkan kebencian dari orang lain, tapi karena ancaman dari mertuanya itu seolah nyata, bahkan Garran bisa melihat sebilah pisau tajam yang disembunyikan di balik punggung mertuanya, setiap kali mereka bertatapan. Auranya benar-benar mengerikan.
“Om Gar, ini bagus gak?”
Garran kembali tersadar, setelah mendengar suara Gianni nyaring di dekat telinganya.
“Bagus,” balasnya cepat.
“Yakin?” Gianni berputar beberapa kali, meyakinkan Garran.
“Iya, bagus.” jawabnya yakin.
“Bagus doang, nggak bilang cantik.” Gianni menggembung kedua pipinya.
“Cantik. Istriku cantik,” pujinya dengan sedikit terpaksa.
Gianni kembali terkekeh. “Om-om m***m kan dia?” Ia menoleh ke arah dua pegawai butik dengan tatapan jahil
Padahal Garran adalah sosok lelaki pelit pujian, bibirnya tidak diperuntukan memuji kaum wanita yang justru selalu memujanya terlebih dulu. Dan untuk kata-kata manis yang keluar dari bibirnya itu hanya pernah diutarakan olehnya untuk dua wanita saja. Satu Gianni, dan satunya lagi seseorang yang pernah membuat dunianya jungkir balik.