Bab 5. Bibit Cinta

805 Kata
Garran perlahan menyadari bahwa di rumah yang selama ini ditempatinya tidak lagi hanya tentang dirinya, ada sosok wanita remaja tanggung yang juga hidup bersamanya setelah mengucapkan janji pernikahan satu Minggu lalu. Garran terpaksa menyesuaikan diri dengan segala hal, salah satunya terbiasa dengan kehadiran Gianni yang kerap muncul tiba-tiba, entah di ruang makan, di ruang tengah bahkan sampai di kamar. Kepergok tengah menggunakan pakaian dalam saja saat baru selesai mandi pun pernah terjadi, hal tersebut membuat Gianni marah. Mewanti-wanti Garran untuk tidak berpakaian vulgar saat di rumah, bahkan di kamarnya sendiri. Kecuali saat di kamar mandi. Terkadang Garran menyesali keputusannya menikahi Gianni, keputusan yang diambil secara impulsif bisa berujung merugikan dirinya sendiri. Sekeras apapun usaha Oma menjodohkannya, tetap tidak akan sebanding dengan kebebasan yang tidak lagi dimilikinya saat ini, juga dengan nyawa si Joni yang terancam jika ketahuan main celup sembarangan. Namun sayangnya, seperti penyesalan semua manusia di dunia, Garran menyadari hal itu sudah terlambat. Statusnya saat ini sudah menjadi suami dari keponakannya sendiri, Gianni. Wanita kurus kering tanpa d4ada yang lebih mirip anak cacingan akut. Pernikahan yang dianggap sebagai solusinya, nyatanya lebih mirip seperti jebakan. Garran menoleh ke arah ruang tengah, ruangan yang kerap digunakan untuk bersantai sambil menonton televisi, saat ini ruangan bernuansa abu-abu muda itu terlihat sangat semrawut, dengan berbagai macam buku berserakan di semua sudut. Siapa lagi yang melakukan kekacauan itu, selain Gianni. Bi Ati pun kewalahan membersihkan rumah, sebab kerapihan hanya bertahan beberapa menit saja. Rumah yang semula sepi kini berubah seperti memiliki balita dewasa yang super jorok dan tidak tahu aturan. “Sarapan dulu,” ucap Garran, saat melihat Gianni masih berkutat dengan buku-buku miliknya. Ia terlihat sudah mandi, mengganti pakaian tidur motif panda dengan pakaian yang lebih casual. Namun rambut dan wajahnya masih sangat berantakan. Dari pengamatannya, Gianni merupakan wanita yang tidak begitu menyukai riasan di wajahnya, mungkin saat menikah adalah satu-satunya hari dimana ia membiarkan wajahnya dirias. “Tunggu sebentar, bukunya hilang.” ia masih terlihat sangat kebingungan. Lagipula setiap harinya ia memang selalu kebingungan saat mencari sesuatu, padahal barang tersebut ada di depan matanya. “Bi Ati yang cari, kamu bisa terlambat kalau nggak sarapan dulu.” Garran melirik jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi dan setelah status keduanya resmi menikah, Garran memiliki tugas baru yakni mengantar Gianni ke kampus. “Bi, tolong carikan buku Gianni, yang apa?” tanya Garran lagi. “Yang sampul biru ada gambar burungnya besar.” balas Gianni. “Iya, Neng.” Gianni beranjak menuju meja makan, duduk tepat di hadapan Garran, mengambil dua lembar roti, mengolesnya dengan selai coklat. Nafsu makannya memang sangat besar, tapi Garran bingung kemana perginya kalori yang dikonsumsi Gianni setiap harinya, sebab tubuhnya benar-benar kelewat kurus. “Om Gar, besok nggak usah antar aku ke kampus,” ucapnya dengan bibir penuh. “Kenapa?” tanya Garran. “Mau ke rumah teman.” “Siapa?” “Amanda.” “Siapa lagi.” Gianni menatap ke arah Garran dengan kedua mata menyipit. “Kepo deh! Kita sepakat untuk tidak ikut campur urusan masing-masing. Kenapa Om kepo?!” Gianni menaikan satu alisnya. “Oh iya,, satu Minggu ini Om pasti tersiksa ya,, nggak main kuda-kudaan sama cewek manapun,” Gianni terkekeh. “Pasti nggak kuat ya?” Senyum mengejeknya semakin terlihat. “Om boleh bersenang-senang kok,, asal jangan dibawa ke rumah aja sih! Rumah ini harus bersih dari kawasan kotor.” Garran berdecak, “Aku masih sayang nyawaku, terutama nyawa si Joni.” “Joni?” Kening Gianni mengerut. “Burung Om maksudnya?!” Tatapan Gianni tertuju ke arah s**********n Garran. “Memangnya ada apa dengan nyawa si Joni? Terancam?” Garran menghela, “Coba kamu tanya Ayahmu.” “Om Gar diancam? Ya ampun.” Gianni tertawa, sementara Garran menatap kesal ke arahnya. “Main cantik dong, katanya suhu, kena ancaman Ayah Tanto aja takut. Ah Cemen!!” Ejeknya. Bukan masalah ancamannya, Garran sudah terbiasa dengan segala bentuk ancaman, amarah bahkan sumpah serapah dari wanita yang menginginkan lebih, selain hubungan satu malam. Ancaman mereka akan dianggap sebagai angin lalu, namun tidak dengan mertuanya. Dibalik sikapnya yang selalu terlihat tenang, Garran yakin lelaki itu sungguh-sungguh dengan ucapannya. “Kamu nggak keberatan aku main dengan wanita lain?” “Nggak dong,” jawabnya dengan mudah. “Nggak cemburu?” Gianni menggeleng. “Nggak, kasihan juga Om nggak ganti oli pasti kepalanya sakit. Kepala atas bawah,” “Kamu nggak mau gantiin wanita di luar sana, kamu istriku. Kita sudah halal melakukannya.” “Dih,,, nggak ya! Geli ih,, burungnya bekas celup sana sini, sementara barang aku masih mulus dan ORI.” Gianni berdecak. “Kasihan suamiku nantinya, Om. Dapat janda bekas tukang celup, aku kan Janda original, segel rapet.” Garran meringis, entah doa wanita mana yang akhirnya di kabul, sebab saat ini ia harus mengalami nasib yang jauh dari rencana matang yang sudah di susun selama ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN