Suara pintu gerbang besi berderit keras saat dibanting terbuka. Raka berdiri tegak dengan tatapan menyala, wajahnya memerah menahan amarah yang siap meledak. Tiga anak buahnya yang baru saja kembali langsung menundukkan kepala, tubuh mereka tegang, tahu betul badai akan segera menghantam. “Kalian pikir… saya mempercayakan Sekar dan Rana pada kalian untuk apa, hah?!” suara Raka menggelegar, membuat udara sekitar seakan bergetar. “Ma—maaf, Bos… tadi kami pikir memang akan—” salah satu dari mereka berusaha menjelaskan, tapi kalimatnya langsung terputus dengan satu hantaman keras mendarat di rahangnya. Tubuhnya terhuyung ke tanah. “Kenapa kamu tidak mengantarnya?!” Raka mendekat, menarik kerah baju anak buahnya itu, menatapnya tajam penuh murka. “Dalam satu detik pun, nyawa mereka bisa m

