Part 07

1146 Kata
Jessi sudah siap dengan pakaiannya, ia memakai dress warna kuning selutut, rambut disanggul ke atas dan make-up yang membuatnya semakin cantik dan mempesona. Jessi menatap pantulan dirinya di cermin, Jessi tersenyum menatap dirinya yang begitu cantik dan menawan, mengalahkan kecantikan dari artis-artis papan atas Indonesia, dirinya memang bodoh dalam hal pelajaran, tapi ia sangat pintar berdandan dan memikat hati seseorang. Jessi mengambil high heels berwarna perak yang dibelinya beberapa hati yang lalu, memakainya dengan senyuman yang tersampir di bibirnya dan sesudahnya ia menghilangkan senyumannya, bertanya-tanya dalam hati, kenapa ia harus repot-repot berdandan untuk bertemu dengan Darren dan orangtua Darren? Jessi menggeleng, dirinya tak akan mungkin tertarik pada Darren, pria yang menyebalkan dan sering menyiksa dirinya itu. Ia harus menanamkan kebencian dalam hatinya untuk Darren. Harus. "Non, ada teman Non yang menunggu di bawah," Jessi menoleh ke arah pintu kamar mendapati Bik Minah berdiri di depan pintu kamarnya, ia mengangguk dan mengambil tas selempang warna kuningnya. "Bik, Bibi nggak kasih air minum atau kue buat tamu itu, 'kan?" tanya Jessi, ia berharap kalau Bik Minah tidak akan memberikan jamuan terbaik untuk Darren, kalau bisa, memberikan Darren air putih saja. Bik Minah menatap anak majikannya, bingung dengan pertanyaan dari Nona muda di sampingnya ini. "Lah, kenapa Non? Kata Nyonya, kalau ada tamu yang datang harus diberikan paling setidaknya teh manis," Bik Minah menjawab pertanyaan Jessi dengan kening berkerut. Jessi menggeleng, "Itu kalau tamunya orang yang disukai Bik, ini tamunya menyebalkan!" Jessi mengeram, ia tidak akan membiarkan Bik Minah memberikan jamuan untuk Darren lagi. Bik Minah semakin bingung, lah, kalau tidak suka kenapa Jessi jalan dengan Darren? Bik Minah bertanya dalam hatinya. Jelas anak majikannya ini mau jalan-jalan dengan pemuda bernama Darren itu, karena Darren mengatakan sedang mencari Jessi dan ingin pergi dengan Jessi. Malah sekarang anak majikannya seolah tidak suka dengan Darren. Bik Minah mengetahui nama Darren disaat Darren memperkenalkan dirinya pada Bik Minah. "Lah, kalau tidak suka kenapa Non mau jalan dengan Darren? Padahal dia ganteng loh, Non." Bik Minah menatap berbinar-binar saat mengatakan Darren ganteng. Jessi memutar bola matanya. Bik Minah yang sudah berumur saja menyukai Darren, kenapa semua orang menyukai Darren? Kecuali dirinya. "Mata Bibi buta!" Jessi menghentakkan kakinya, lalu meninggalkan Bik Minah yang mengedikan bahunya, lalu menggeleng. Bik Minah tahu, kalau anak majikannya sedang jual mahal. "Aku kira kamu nggak bakalan dateng. Berharap kalau di jalan sedang ada kendala seperti longsor, banjir, atau ada pohon tumbang." Darren menoleh ke arah Jessi yang mengoceh, ia terpana akan penampilan gadisnya malam ini yang begitu cantik. Malahan sangat cantik. Kenapa ada bidadari di bumi? "Kamu punya selendang?" tanya Darren tanpa membalas ocehan Jessi barusan. Jessi menaikkan sebelah alisnya, apa yang sedang ditanyakam oleh dosennya ini? "Maksud Anda apa? Selendang? Buat apa?" Jessi tidak mengerti. Sumpah. Darren tersenyum penuh arti. "Aku mau curi selendang kamu, agar kamu tidak kembali ke khayangan dan menjadi istriku," Blush  ... Pipi Jessi bersemu. Secara tak langsung Darren mengatakan dirinya adalah bidadari, oke. Jessi harus menarik napas dan menbuangnya secara perlahan, pengaruh gombalan dari Darren sangatlah besar untuk kali ini. Jantungnya berdetak sangat kencang, seolah sedang berlari maraton. "Ehm. Tidak usah gombal. Mau pergi sekarang atau tidak jadi? Kalau tidak jadi, ya, syukur!" Jessi menatap cuek pada Darren, ia harus jaga image di depan dosennya ini. Darren tersenyum manis, lalu mengangguk. "Ayo, kita pergi sekarang." Darren berjalan dahulu dan Jessi mengikutinya dari belakang. Darren sebenarnya ingin memegang tangan Jessi, namun diurungkan olehnya. Jessi bisa marah kalau dirinya memegang tangan gadis itu. *** Jessi mengatur napasnya, merasa gugup saat melihat rumah bentuk istana di depannya. Sekaya apa Darren? Selama inj, Jessi tidak pernah ingin tahu tentang Darren, walau Darren orang kaya, Jessi tetap tidak akan mau. Jessi juga sudah menduga Darren orang kaya saat Darren membawa silih berganti mobil ke kampus, dengan berbagai merk dan model kekinian. "Kau tidak usah gugup, Mamaku tidak menggigit, dia akan senang melihat calon menantunya datang." Darren tersenyum menggoda. Darren sudah mengatakan kalau ia akan membawa calon istrinya ke acara ulang tahun Mama-nya. Wanita paruh baya itu memekik kegirangan dan segera ingin malam, agar Darren menghadirkan seorang wanita yang katanya menjadi calon istri pria itu. Jessi mendelik kepada Darren. Cih, apa-apaan pria tua ini, mana mungkin dirinya akan menikah dengan Darren. Ogah menikah dengan perjaka tua! "Dalam mimpi Anda!" Jessi berujar ketua, keluar dari dalam mobil. Darren mengikuti Jessi keluar dari dalam mobil, tersenyum menatap gadis itu. "Sekarang memang dalam mimpi, tapi sebentar lagi akan menjadi kenyataan." Jessi menatap kesal pada Darren, lalu ia melenggang pergi meninggalkan Darren di belakangnya. Darren mengejar Jessi dengan langkah lebarnya, ia tersenyum menatap wajah kesal dari gadisnya. "Kau sudah tak sabar mau bertemu calon mertua, ya?" tanya Darren tersenyum jenaka. Jessi menghentikan langkahnya, lalu berbalik. Ia menatap Darren dengan tajam, kenapa juga dia tidak sabar. Malahan Jessi sekarang tidak sabar untuk pulang ke rumah daripada masuk ke dalam rumah mewah Darren. "Percaya diri sekali, Anda," sindir Jessi. Darren tertawa pelan, lalu menarik tangan Jessi dalam genggaman tangannya. Ia membawa Jessi memasuki rumah yang menjadi tempatnya berpijak dan tinggal selama ini. "Mama!!" teriak Darren, mengundang semua orang untuk melihat ke arah Darren dan Jessi. Jessi menyembunyikan tubuhnya di belakang Darren, merasa takut melihat tatapan tajam dari para wanita cantik yang berdiri dengan memegang gelas kaca setiap tangan lentik berkutek itu. Wanita paruh baya yang sedang mengobrol dengan rekan bisnis suaminya, menoleh ke arah sang anak, ia menghampiri Darren sembari menggandeng lengan suaminya. "Darren," wanita yang dipanggil Mama oleh Darren, memeluk Darren penuh kasih sayang. Darren membalas pelukan ibunya, lalu mencium pipi ibunya dengan mengucapkan selamat ulang tahun. "Aduh, wanitaku semakin tambah tua." Darren bercanda, menatap ke arah ayahnya yang juga tertawa mendengar ucapan Darren barusan. Biana—menepuk pundak anaknya dan menatap ke arah belakang Darren, berdiri seorang perempuan yang begitu cantik dan tersenyum kikuk kepada Biana. "Darren, siapa dia?" Biana bertanya, menatap wanita itu dengan senyuman manisnya. Darren menoleh ke belakangnya, lalu tersenyum. Darren menarik tangan Jessi, untuk dibawa ke hadapan Mama-nya. "Perkenalkan Jessi, calon istri Darren," jawab Darren dengan senyuman mansnya. Jessi mendelik pada Darren, apa-apaan Darren mengenalkan Jessi sebagai calon istri pada dua orang yang diyakini Jessi sebagai orangtua Darren. "Tante, kami tidak—" Ucapan Jessi terpotong oleh Darren, karena Darren tahu akan ucapan yang keluar dari bibir menggoda gadisnya itu. "Tidak salah lagi, kalau kami adalah sepasang kekasih dan akan menikah." Darren tersenyum menggoda pada Jessi. Biana dan Edward menatap anak mereka dengan senyuman manis mereka. Sebentar lagi mereka akan punya menantu dan bisa menggendong cucu, seperti diidam-idamkan oleh Biana dan Edward selama ini. "Honey, kita akan menggendong cucu sebentar lagi," Biana berucap senang pada suaminya. Edward mengangguk, membenarkan ucapan sang istri. "Iya, kita akan memiliki cucu." Jessi hanya mengeram dalam hatinya. Rasanya ia ingin membunuh Darren detik ini juga, kenapa Darren membawanya pada masalah serumit ini. "Jessi, kenapa kamu di sini?!" Jessi menoleh ke sampingnya, terkejut menatap dua orang yang sangat dikenal olehnya. Kenapa mereka ada di sini?! "Hmm—"  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN