Part 06

1396 Kata
Darren memasuki ruangan perusahaannya dengan tatapan datar dan dingin. Berbeda sekali, bila dirinya menjadi dosen maka senyuman ramah yang terpancar dari bibirnya, bila dirinya kembali pada rutinitas menjadi CEO maka wajah datar dan dingin yang ia pancarkan. "Siang, Pak." Darren berhenti, menatap pada Selin sekretarisnya. Selin adalah salah satu wanita yang berlomba ingin mendapatkan dirinya, dilihat dengan bada mendesah, pakaian, dan cara Selin menatap dirinya, cukup membuktikan kalau Selin menaksir dirinya. Tapi sayang, Darren sudah menjatuhkan hatinya pada satu gadis, Jessica Lioni Joseph, gadis yang mampu membuat jantungnya berdetak lebih kencang. "Siang juga." jawab Darren datar, tanpa menengok ke arah Selin lagi, dirinya harus terhindar dari wanita-wanita yang hanya mengejar hartanya bukan hatinya. Jessi adalah gadis yang tidak mempan dengan harta, karena Jessi yang enggan menatap ke arah Darren apalagi mengagumi atau mengejar Darren. Darren harus berjuang mendapatkan hati gadisnya. Walau dunia menentang, Darren akan tetap mendapatkan Jessi menjadi istrinya. Katakan saja, dirinya sudah dimabuk cinta mahasiswinya sendiri. Cinta yang membuat dirinya ingin berjuang mendapatkan Jessi dalam hubungan pernikahan bukan pacaran. Lelaki sejati, membawa gadis pujaannya dalam hubungan pasti bukan hubungan semu. Tekad Darren dalam hatinya. Darren selama ini, tak mau memberikan harapan palsu kepada wanita-wanita yang mendekati dirinya. Ia hanya akan mengejar bila hatinya sudah mengatakan 'kejar! Dia yang terbaik!' maka dengan senang hati Darren mengejar, walau seribu kali penolakan yang dilontarkan oleh gadis tersebut pada dirinya. "Bapak, Bapak ingin siapkan makan siang atau mau saya temani?" Selin mengedipkan sebelah matanya, membungkuk untuk memperlihatkan p******a silikon besarnya. Darren memutar bola matanya. Jengah menatap para karyawan wanitanya yang suka sekali mengumbar aurat. Tidak tahukah, kalau Darren membenci para wanita yang suka memperlihatkan tubuhnya kepada orang-orang. Untung saja, Jessi tidak seperti itu. "Selin, kau bisa mengganti pakaian dengan yang lebih sopan. Aku tidak suka wanita memakai pakaian terbuka seperti ini, apalagi para pegawai perusahaanku." Darren menatap datar pada Selin, lalu melengang pergi memasuki ruangannya. Selin yang tinggal di luar. Mengeram malu dan menundukkan kepalanya. "Kampret! Gue udah dandan kayak gini, masih aja dihina dan tidak dilirik." Selin merasa kesal. Kenapa mendapatkan Darren sangat susah. Bahkan, begitu susah. Selin mengambil map yang perlu tanda tangan Darren, lalu berjalan memasuki ruamgan Darren yang sering ditinggal oleh pria itu. Selin mengetahui kalau Darren bekerja sebagai dosen di universitas milik keluarga William, dan dengar kabar, kalau Darren sedang dekat dengan salah satu mahasiswi di universitas tersebut. Selin cemburu. Tentu saja dirinya cemburu, selama bekerja satu tahun di sini, dirinya belum pernah dilirik oleh Darren. Malahan mahasiswi itu begitu istimewa sampai Darren mengincar seorang anak ingusan. Selin tidak terima. Dirinya tidak terima Darren mencintai gadis ingusan itu. Seharusnya dirinya yang dicintai oleh Darren, tapi masalahnya Selin tidak tahu siapa gadis yang dicintai oleh Darren. Karena Darren hanya mengunggah foto gadis itu dengan blur dan menulis caption... My ❤ Tidak ada yang lain. Selin pertamanya mengira kalau Darren menyukai wanita dewasa seperti dirinya, namun setelah mendengar kabar simpang siur dari beberapa pegawai di perusahaan ini, Selin mengetahui kalau Darren menyukai gadis ingusan. "Pak ada berkas yang harus Bapak tanda tangani." ucap Selin mendesah manja. Darren menatap datar sekretaris kurang ajarnya ini. "Kau tidak tahu tata krama? Kenapa kau tidak mengetuk pintu dahulu?" tanya Darren sinis, kenapa Selin bisa menjadi sekretaris-nya? Padahal kelakuan wanita itu sangatlah kurang ajar dan tidak beradab. Selin yang mendengar pertanyaan dari Darren kelagapan. Dirinya biasa main masuk ke dalam ruangan Darren selama ini, kenapa malah sekarang Darren protes? "Maaf, Pak. Bukankah saya sudah biasa tidak mengetuk pintu?" Selin bertanya berharap Darren menyadari kalau kehadiran dirinya sangatlah penting. Darren berdecak sinis. Kenapa wanita ini semakin lancang saja?! Kenapa Pak Pratomo memilih sekretaris yang tidak tahu malu seperti ini? Darren harus menghubungi Pak Pratomo dan mengatakan kalau Selin sangat keterlaluan, lebih baik diberhentikan. "Kau dipecat. Aku tidak sudi memiliki pegawai yang tidak punya sopan santun seperti dirimu!" Darren kembali melanjutkan pekerjaannya setelah memecat Selin. Selin kaget mendengar kata pecat dari Darren. Salahnya hanya tidak mengetuk pintu, kenapa harus dipecat? "Pak, saya tidak melakukan kesalahan apa pun. Saya hanya tidak mengetuk pintu. Kenapa Bapak memecat saya?" Selin tidak terima dengan keputusan Darren yang ingin memecat dirinya. Darren menatap ke arah Selin dengan tajam. Ia tidak suka wanita yang tidak mengetahui kesalahannya, apalagi Selin banyak sekali kesalahan yang dilakukan oleh Selin. Pakaian, kelakuan, merayu, dan tidak punya sopan santun. "Kau silakan keluar. Aku tidak sudi melihat dirimu." Darren berucap dingin. Selin yang mendengarnya saja, sudah membuat bulu kuduknya berdiri. Takut kepada Darren yang menatapnya tajam dan seolah ingin membunuh dirinya dengan tatapan tajam Darren. Selin mengentakan kakinya, lalu melangkah keluar dari rungan Darren tanpa mengucap satu patah kata pun. Darren hanya menaikkan sebelah alisnya. Lalu kembali melanjutkan pekerjaannya, sebelum itu ia menghubungi Pak Pratomo untuk mencari sekretaris baru untuknya dan menyuruh Buk Surti untuk menjadi sekretarisnya sementara. *** Darren melangkah menuju kelas Jessi yang mana jam dua siang ini, ia mengajar di kelas Jessi setelah ia meninjau perusahaannya  ia kembali ke universitas untuk mengajar. Dan hari ini, ia mengajar kelas Jessi. "Selamat siang semuanya." Darren menyapa para mahasiswanya dan meletakkan buku mata pelajarannya di atas meja. "Selamat siang." balas para mahasiswa, kecuali Jessi yang enggan menatap Dareen, apalagi mengingat chatting Darren semalam membutnya kesal. Darren mengangguk, lalu menatap ke arah Jessi yang menatap datar pada dirinya. Gadisnya ini, begitu lucu dan mengemaskan. "Kalian silakan kumpulkan tugas yang saya beri semalam, lalu kembali kerjakan halaman dua puluh lima." perintah Darren, langsung diangguki oleh semuanya. Para mahasiswa mengumpulkan tugasnya. Kecuali Jessi, yang lupa mengerjakan tugas mata kuliah Darren akibat Jessi begitu asik dengan mimpi indahnya. Kenapa Darren tidak mengingatkan ada tugas semalam? Dasar calon suami tidak peka. Calon suami? Rasanya Jessi sedang eror menganggap Darren sebagai calon suami. Darren bukan calon suaminya. Tapi calon penghuni neraka. "Jessi, mana tugas kamu?" Darren bertanya, menatap Jessi dengan tatapan datarnya. Jessi termenung sebentar. Memikirkan bagaimana caranya bisa memberikan alasan yang masuk akal dan tepat. "Anu... anu... anu... buku saya disobek sama kucing tetangga Pak," ucap Jessi asal, membuat seluruh mahasiswa di kelas tersebut tertawa terbahak. Alasan Jessi terlalu mustahil. Darren berdehem, menahan tawa yang akan meluncur ketika Jessi memberi alasan yang menurutnya begitu lucu. Senjak kapan kucing bisa menyobek buku? Paling kucing hanya akan mencari makanan bukan buku tugas. "Jessi, kamu bisa ke ruangan saya sekarang." Darren berucap datar, melangkah lebih dahulu keluar kelas dengan wajah datarnya. Seluruh isi kelas meringis. Apalagi yang akan diterima oleh Jessi kembali, padahal Darren termasuk orang baik dengan memberi tugas tidak banyak-banyak, hanya Jessi saja yang tidak mau mengerjakan tugas dari Darren atau mencari masalah dengan Darren. *** "Hari ini kucing tetangga, besok kelinci tetangga." sindir Darren, mengundang perasaan kesal dari Jessi. Jessi mengambil duduk di depan meja Darren, menatap dosennya itu dengan tajam dan kesal. "Besok burung pipit tetangga saya!" "Nggak sekalian burung saya saja, kalau kamu mau menerima saya sebagai suami kamu," Darren tersenyum geli menatap wajah kesal dan marah dari Jessi. Mengusik Jessi adalah sebuah kesenangan bagi dirinya. Apalagi nanti menikah dengan Jessi, pasti hidup Darren lebih berwarna. Sekarang saja sudah berwarna apalagi nanti. "Menikah dengan Bapak?! Ikh... lebih baik saya jomblo seumur hidup!" "Hati-hati, awalnya nolak nanti malah mau." Darren menggoda Jessi dengan mengedipkan sebelah matanya. Jessi bergidik. " Amit-amit." Jessi mengibaskan tangannya disekitar tubuhnya, lalu memalingkan wajahnya. Darren mengulum senyumnya. "Awalnya amit-amit, nanti cinta-cinta." Darren terus menggoda Jessi, ia sangat suka melihat ekspresi Jessi yang kesal. "Bapak! Saya ke sini mau meminta keringanan karena saya tidak membuat tugas. Kenapa Bapak malah menggoda saya! Saya tahu kalau kecantikan saya melebihi Hailey Bieber, istri dari Justin Bieber. Makanya sering digoda." Jessi dengan percaya dirinya membandingkan dirinya dengan Hailey Bieber. Darren tertawa pelan. "Kau lebih cantik dari Hailey. Kali ini saya tidak akan memberikanmu hukuman dengan mengerjakan tugas yang menumpuk." Darren menghentikan ucapannya, menatap pada Jessi yang menatap dirinya dengan penuh binar mata. "Benar Pak? Demi apa? Mie goreng atau Mie sedap?" Jessi masih saja bercanda. Darren menahan tawanya kembali. Gadisnnya memang sangat lucu sekali. "Kau cukup makan malam di rumah orangtuaku, karena Mamaku sedang ulang tahun." pinta Darren, ia sudah berjanji pada Mama-nya untuk membawa calon menantu disaat ulang tahun Mama-nya. Jessi menghilangkan binar matanya. "Apa?! Bapak nggak bercanda, 'kan?!" Jessi bertanya menaikkan nada suaranya. Darren menggeleng. "Tidak. Kau harus menerima tawaran ini, kalau tidak nilaimu akan aku kasih E." ancam Darren kembali, mau tak mau Jessi harus ikut Darren untuk acara makan malam ulang tahun Mama pria itu. Nasib, nasib, nasib, kenapa malang sekali? Bukannya terbebas malah terjerat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN