Pintu ruang direksi terbuka cepat, menampilkan sosok Bara dengan wajah khawatir yang tak bisa disembunyikan. Nafasnya sedikit memburu, pandangannya langsung mencari sosok kakak iparnya yang kini tengah bersandar di sofa dengan wajah pucat dan tangan memegangi perut. “Kak Diajeng…” panggil Bara pelan namun penuh tekanan. Diajeng membuka mata, menoleh pelan. “Bara?” gumamnya lirih, mencoba tersenyum walau senyumnya tampak dipaksakan. Bara melangkah cepat, berlutut di samping sofa. “Kakak kenapa? Wajah kakak pucat banget. Dari tadi Bang Bhaskara nelepon terus, nanya Kak Diajeng kenapa gak angkat telepon. Aku pikir Kakak sibuk, ternyata…” Diajeng langsung menegakkan tubuh pelan, mengangkat telapak tangan seperti ingin menenangkan. “Bara... tolong jangan bilang apa-apa ke Bhaskara ya,” uca

