Siang ini Shella mampir ke kantor Zahrul. Setelah acara pemotretan dia memutuskan menemui Zahrul, karena tadi bekal yang dibuatkan Shella katanya ketinggalan dan Shella berniat mengantarkan bekal itu pada suaminya. Beberapa karyawan menatap hormat pada Shella, hampir seluruh pegawai di kantor Zahrul tahu siapa Shella. Model sekaligus istri dari seorang Muhammad Zahrul.
"Siang buk,, ," sapa beberapa karyawan yang berpapasan dengan Shella
"Siang."
Shella melontarkan senyum ke beberapa orang yang kebetulan berpapasan dengannya. Tidak heran, jika para pegawai Zahrul banyak yang mengatakan jika selain memiliki kecatikan istri CEO mereka juga ramah. Berbeda jauh dengan mantan kekasih Zahrul yang bernama Ayuni.
Shella ikut mengantri di lift khusus pegawai, namun dia dicegat oleh pak Budi.
"Ada apa pak Budi?" tanya Shella pada supir kepercayaan keluarganya
"Mbak Shella lewat lift khusus yang biasanya di pakai oleh mas Zahrul saja. Saya khawatir nanti akan mengantri terlalu lama, karena mas Zahrul sudah menunggu mbak Shella di ruangannya."
Shella berpikir sejenak, "Baiklah pak, saya pakai lift khusus saja kalau begitu."
Shella masuk ke lift khusus, dia menekan tombol angka dimana ruangan kak Zahrul berada.
Mata Shella berbinar ketika keluar dari lift justru dirinya sudah mendapati Zahrul berdiri di depan pintu ruangannya. Menatapnya dengan senyum tampan. Demi apapun jika saja Zahrul belum menikah pasti dirinya masih digilai beberapa karyawan wanita. Sudah menikah saja beberapa karyawan kadang masih sering menggodanya. Dan Zahrul hanya menanggapi beberapa godaan dari karyawan dengan biasa saja. Baginya tidak ada yang lebih special dari wanita dihadapannya ini.
"Siang, sayangku." Zahrul berucap sembari kedua tangannya masuk ke kantong celana
Shella mengernyit heran "Kakak, kok disini. Mau keluar?"
"Enggak. Nungguin kamu, katanya mau kesini. Kamu tumben mau ke kantor aku."
Shella mencebik kesal, "Memangnnya istri nggak boleh ke kantor suami sendiri, hah?"
Zahrul menatap sepatunya, lalu tertawa menampilkan deretan gigi putih. Baginya sekalipun Shella sering ngambek tidak jelas itu adalah suatu kebanggan tersendiri. Kenapa begitu, karena aksi ngambek Shella adalah hanya kepada Zahrul seorang. Aksi ngambek Shella adalah bagian favorit Zahrul, dan melihat Shella kesal menjadikan rasa gemasnya meningkat drastis.
"Udah dong, masak gitu doang ngambek." Goda Zahrul pada Shella, tangannya asik menoel-noel pipi Shella
Shella memberengut kesal, "Masuk kedalam ih, kak. Malu dilihatin banyak orang."
Zahrul menatap sekelilingnya. Benar, beberapa karyawan bahkan tidak segan menatap interaksi antara dirinya dan Shella secara terang-terangan. Apalagi, ini memasuki jam istirahat.
"Cie malu Cie. Cie. Cie…" Zahrul mengekori Shella masuk ke dalam ruangannya.
Langkahnya terhenti saat Shella berdiri membelakanginya. "Kenapa?"
Shella berbalik badan, menatap tajam pada suaminya. "Goda aja terus istrinya. Bukannya disayang-sayang, malah dibikin ngambek terus. Udah tau mau ditinggalin lama."
Zahrul paham, dia maju mensejajarkan tingginya dengan Shella. Tangannya mengusap kepala Shella yang tertutup jilbap. "Maafin kakak sayang. Kak Zahrul'kan cuma bercanda. Jangan ngambek ih. Kakak jadi nggak tega ninggalin kamu kalau kaya gini."
"Peluk!" Shella merentangkan tangannya. Dan percayalah, Zahrul langsung berhambur manja merespon permintaan Shella.
**
Zahrul tengah menikmati makan siang bersama Shella. Sesekali mereka larut dalam canda tawa, membahas apapun yang menurut mereka lucu. Shella bergelayut manja di lengan Zahrul, rasanya dia tidak ingin ditinggal kak Zahrul barang sebentar saja. Padahal, kak Zahrul meninggalkannya hanya untuk keperluan bisnis saja.
"Kak.." panggil Shella pada suaminya
Zahrul merangkul tubuh mungil istrinya, "Kenapa Shella?"
"Kangen." Gumam Shella dengan suara serak. Entah kenapa, dia justru menangis cengeng seperti ini
Zahrul mendapati Shella menangis, lalu mengecup kepala Shella. "Kenapa nangis hmm?"
Shella tidak menjawab, dia justru membenamkan wajahnya di d**a bidang Zahrul.
"Kamu kenapa sayang, jangan buat kakak khawatir dong. Ada masalah apa?"
Shella mengusap kasar air matanya, "Aku takut kangen, hiks."
Zahrul memeluk erat tubuh Shella, dia juga sejujurnya tidak mau meninggalkan Shella. Dan rasanya, dia merasa Shella semakin sensitif akhir-akhir ini. Firasatnya sendiri juga mengatakan untuk tidak pergi.
"Kakak, batalin aja, ya, perginya?"
Shella mendongak, menatap kak Zahrul. "Kenapa?"
"Kakak, khawatir sama kamu."
Shella memberikan respon gelengan, "Kalau kakak nggak pergi, nanti kerjaannya kapan beres. Sekali pun ditunda bakal tetep pergi juga'kan lain hari?"
Ya, Shella benar. Sekali pun dirinya tidak pergi sekarang, di lain waktu tetap harus dia pergi untuk meninggalkan Shella.
"Kamu mau ikut?"
"Emang boleh?" Zahrul mengangguk
"Tapi, Shella ada kerjaan kak. Cuma empat hari saja kan?" tanya Shella memastikan
"Iya, bahkan kakak usahain sebelum empat hari. Kakak udah sampe rumah."
Shella senang mendengar jawaban Zahrul, "Makasih sayang."
"Sama-sama sayang."
*
"Selamat siang kak Zahrul, maaf ini ada beberapa dokumen yang harus ditandangan..." ucapan Adelia terhenti begitu atasannya tengah bermesraan dengan seorang wanita
Shella melepas pelukan Zahrul, dia menatap wanita dihadapannya. Seketika ucapan Jaz tempo hari kembali terngiang di kepalanya. Soal wanita dihadapannya yang masih dicintai Jaz hingga kini. Bayangan wajah Nazida juga langsung memenuhi pikiran Shella.
"Selamat siang buk." Sapa Adelia pada Shella
Shella sedikit tidak suka dengan wanita dihadapannya ini,
"Siang." Jawa Shella sekadarnya
Zahrul melirik ke arah Shella. Istrinya memang terlihat jutek, dia lupa belum memberi tahu jika sekarang Adelia adalah asistennya yang baru.
"Sayang, ini Adelia. Dia sekarang bekerja sebagai asisten kakak."
Shella hanya mengangguk menatap datar pada Adelia.
Tangan Zahrul mengusap pipi Shella, menunjukkan rasa sayangnya. Agar Shella tidak berpikiran macam-macam soal dirinya dan Adelia.
"Oh, iya.. Semua dokumen yang harus saya tanda tangani tolong taruh saja di meja." Instruksi Zahrul pada Adelia.
Adelia mengangguk patuh. Dia berjalan kearah meja Zahrul. Meletakkan beberapa dokumen lalu permisi.
Ada tatapan yang sulit Shella deskripsikan dari cara Adelia menatapnya. Padahal, dirinya sama sekali tidak punya masalah dengan wanita itu sejak sekolah. Dia pernah berpelukan dengan Zahrul dan membuat heboh satu sekolah saja Shella tidak bertindak macam-macam. Hanya diam dan menangis. Karena segala tindakannya pada waktu itu pasti justru akan memancing rasa benci dari kak Zahrul.
"Jangan bilang cemburu karena Adelia." Tebak Zahrul pada wanitanya ini
Shella mengangguk, "Sedikit tapi aku udah sepenuhnya percaya sama kakak."
"Kakak tahu, dan kakak juga sama sepertimu. Sudah menaruh kepercayaan penuh. Lagi pula, Adelia bekerja disini untuk membiayai anaknya. Dia bercerita sudah bercerai dari suaminya setahun ini."
Shella menatap Zahrul, "Bisakah kakak untuk tidak terlalu ikut campur hidup dia. Aku enggak suka."
"Pasti. Kakak janji nggak akan ikut campur soal Adelia. Sekarang, kita sholat Asyar dulu ya."
Shella bangkit dari duduknya, seingat dia dulu pernah menaruh mukena di ruangan kak Zahrul. Untuk berjaga-jaga jika dia ingin sholat di ruangan suaminya.