Sebelumnya, tidak pernah ia melihat sosok bertubuh besar yang kini duduk berhadapan dengannya itu. Wajah bertampang sangar, rambut klimis, dan berpakaian rapi. Pandangan dekan masih fokus ke ponselnya setelah tadi ia mempersilakan Moza duduk tanpa menatap wajah Moza. Beberapa menit berlalu, sang dekan masih tampak sibuk dengan pekerjaannya. Sesekali ia membenarkan kaca mata yang turun sampai ke batang hidung. Tak dapat dipungkiri, inilah saat saat menegangkan bagi Moza, berhadapan dengan sosok pemimpin tertinggi kampus. Nyali Moza seperti berada di ujung tanduk. Serem. “Benar Bapak memanggil saya?” tanya Moza memberanikan diri. Tentu saja dengan jantung deg degan. “Iya. Saya memanggil kamu,” jawab dekan kemudian mengalihkan pandangannya dari ponsel ke wajah Moza. Jantung Mo