bc

Jadi, Kapan Kita Cerai, Mas?

book_age18+
244
IKUTI
1.7K
BACA
family
arranged marriage
kickass heroine
boss
sweet
bxg
substitute
like
intro-logo
Uraian

Tama-Nesa

—————○●

Sejak awal, Annesa bukan wanita yang dipilih untuk Mahatama jadi istrinya. Ia hanya pengganti Anggeni, kakaknya yang kabur di hari pernikahannya dengan Tama dengan alasan hamil oleh pacarnya dan ingin menagih tanggung jawab. Tama menikahi Nesa sebagai gantinya. Tapi lelaki itu bahkan tidak menyentuhnya. Harusnya mereka sudah berpisah jika mengikuti aturan sighat taklik, bukan? Itu pemikiran Nesa sebelum Tama datang dengan wajah cerah setelah rekaman suara dan wajahnya terekspos sebagai wajah dari penulis terkenal Anne Li. Sebuah potongan rekaman yang berisi keluhannya menjadi seorang istri dari lelaki super sibuk itu. Sejak saat itu, Nesa tahu ada yang berubah dari Tama. Lelaki itu mulai mau duduk di ruang makan bersamanya, mengantarkan botol minum saat ia mengerjakan deadline tulisannya, bahkan mengantarnya pergi survei lokasi syuting. Dan bukan hanya itu, film terbaru dari trilogi novelnya tidak jadi dihentikan produksinya. Jadi, tindakan membingungkan macam apa itu? Setelah mengabaikan Nesa di dalam dua tahun pernikahan mereka?

chap-preview
Pratinjau gratis
1. —Salah Siapa
‘Anak ini harus lahir dan tumbuh sama Papanya, bukan sama orang lain.’ Tangan gadis itu gemetar membaca kertas di tangannya. Tangan kirinya melipat kertas lalu menarik satu benda lagi yang berada di dalam amplop putih itu. Testpack. Garis dua. “Ada apa ini? Mana Anggeni? Nesa, kemana kakakmu itu?” suara mamanya menyeruak di belakangnya. Gadis itu masih mematung saat kertas di tangannya direbut dan teriakan kesal terdengar setelahnya. “Anak kurang ajar itu!” Nesa menoleh, menatap mamanya yang sedang meremas kertas yang ditinggalkan Anggeni di sana, di kamar pengantin, di pagi buta saat tim make up datang dan mendapati kamar yang kosong dengan sebuah surat yang ditinggalkan. “Kamu yang ganti, Nesa.” Ucapan dari wanita yang sudah mengandungnya itu seperti gemuruh di pagi buta ini. “Mama?” “Kamu gantiin kakakmu.” “Aku?” “Ya masa mama harus jemput Alini di tengah hutan sana?” seloroh mamanya setelah membuang amplop dengan kertas dan testpack itu ke sembarang arah. “Kak, di make up aja yang ada, ya, yang pergi gak usah dicari. Dia lagi nyari penyakit sendiri.” “Mama,” panggil gadis itu sekali lagi. Mamanya berbalik, dengan wajah tegas tanpa emosi, “Siapa lagi kalau bukan kamu?” -- “Ini semua salah mama!” Wanita akhir lima puluhan itu membelalak mendengar ucapan anak tengahnya. “Salah mama?” ulangnya dengan nada meninggi. Vera tidak terima disalahkan atas apa yang tidak dilakukannya. Meski benar, pernikahan antara Nesa dengan Tama memang digelar di atas sebuah kesepakatan. Tapi Nesa sudah setuju, bukan? Itu tidak mutlak menjadi salahnya. “Aku gak akan kayak gini kalau mama dan papa gak bikin perjanjian konyol itu sama keluarga Tama,” sebal Nesa. Benar. Perempuan dua puluh lima tahun itu adalah Annesa Lidya Darmawan. Nesa adalah anak kedua Vera dan Gunarwan Darmawan. Nesa yang juga adalah istri dari Tama, CEO Djati Media. Perusahaan media terbesar di Indonesia, bagian dari Djati Group yang menguasai hampir semua media massa. Cetak, elektronik, sampai digital. Semuanya, koran, radio, televisi, chanel tv kabel, sampai platform digital. Pernikahan yang seharusnya milik kakaknya itu sudah dua tahun dijalani Nesa. Dijalani dengan sebisanya sendiri. Ya. Sendiri. Karena lelaki yang menjadi suaminya itu bahkan tidak mau berusaha untuk membuat pernikahan mereka benar-benar menjadi seharusnya pernikahan. “Kamu sudah setuju mau menggantikan Anggeni,” Vera mendelik. “Kapan? Kapan aku bilang aku setuju, Mah?” Vera menghela napas, “Kamu diam, itu artinya gak ada yang mau kamu bantah dari mama, kan?” “Aku udah nolak,” Nesa ingat ia sudah bilang tidak. Pagi buta saat ia membaca surat yang Anggeni tinggalkan di kamar pengantin, saat Mamanya bilang ia harus menggantikan kakaknya itu, Nesa sudah menolaknya. Ia tidak mau. Sungguh. “Bukan pernikahan seperti ini yang aku mau, Mah,” lirih Nesa. “Semua pernikahan itu gak akan seindah apa yang kamu tulis di novel kamu, Nes!” tembak Vera dengan lirikan pada anaknya itu. Ia meraih kembali cangkir tehnya lalu menyeruput dengan anggun. Pernyataan mamanya membuat Nesa mematung dengan suksesnya. “Mah, aku gak mengharapkan pernikahan manis kayak di cerita-cerita romansa, kok. Aku cuma mau kehidupan pernikahan yang biasa-biasa aja. Tapi Mas Tama memang gak mau sama aku dari awal, Ma,” jelasnya dengan menahan gemas. Tidak mungkin juga ia emosi di depan mamanya. Bisa habis diberi silent treatment sebulan lamanya jika itu dilakukannya. “Mas Tama cuma mau nikah sama Kak Geni,” lirih Nesa akhirnya. Mengemukakan apa yang ada di kepalanya selama ini. Menurunkan cangkir tehnya, Vera kembali menoleh pada Nesa yang duduk di depannya. “Apa maksud kamu?” tanyanya. “Apa karena mama ngasih Geni terus kamu berpikir Tama gak mau nerima kamu?” Pandangan Nesa menyapu halaman belakang rumah keluarganya. Hijau, asri, terawat, dan menjadi titik paling lapang di rumah ini. Rumah yang berhasil dipertahankan mereka. Rumah yang tidak disita oleh negara karena kasus korupsi yang membawa nama papanya. Rumah yang sekarang masih jadi milik keluarganya. Semua karena bantuan yang diberikan keluarga Djati. Keluarga dari suaminya. Mahatama Aru Djati. -- “Bisa tinggalkan kami berdua?” Suara itu. Nesa mematung di tempatnya duduk. Matanya melirik lelaki yang masuk ke dalam kamar dengan setelan beskap putih. Ia tidak berani melirik lebih banyak. Ia tidak berani melihat wajah yang mungkin akan penuh dengan ledakan emosi itu. Suaranya memang tidak terdengar menyeramkan, tapi ada emosi yang Nesa bisa dengar di sana. Jadi, sebagai gantinya, ia menatap pantulan dirinya di cermin. Wajah yang sudah full make up. Wajahnya jadi terasa berbeda di matanya sendiri. lebih cantik, lebih bersinar. Hebat sekali make up ini mengubahnya menjadi secantik ini. Dengan rambut yang juga sudah ditata rapi. Sebuah mahkota kecil berada di puncak kepalanya, di antara helai rambutnya, juga dengan untaian melati di sisi kiri dan kanannya. Kalau saja situasinya tidak seperti ini, ia pasti sudah banyak merekam dan mengambil swafoto. Sudah mengunggah status w******p, sudah membuat Ig Story, sudah live t****k sejak dimulai riasannya. Namun yang ia lakukan sejak tadi hanya duduk diam. Make up artist yang sudah dipilih Anggeni juga mengerti situasinya dan tidak banyak bertanya. Hanya mencoba menguatkannya yang sesekali meloloskan air mata dari matanya yang perih. Mencoba menahan diri untuk tidak ikut kabur seperti Anggeni. Mencoba untuk tidak memberi ruang pada kepalanya untuk meledak. Ia sudah kalah. Ia tidak menginginkan ini. Ia tidak mempersiapkan diri untuk ini. Kenapa mama tega sekali padanya? Kenapa Kak Geni harus pergi seperti ini? Kenapa harus dirinya yang menjadi pengganti? Kenapa penolakannya tidak didengarkan? Kenapa jadi sepeti ini? “Anessa Lidya Darmawan,” panggil suara itu memecah keheningan yang tercipta setelah semua orang keluar dari dalam kamar. Tim make up, tim atire, tim dokumentasi, bahkan seorang yang datang dan mengenalkan diri sebagai asistennya hari ini. Semuanya sudah keluar dari kamar yang seharusnya jadi kamar Anggeni malam ini. Benar-benar meninggalkan kedua calon pengantin itu. Nesa berdiri. “Tidak perlu berdiri, duduk saja. Saya hanya akan bicara beberapa hal,” ucap suara lelaki itu. Nesa kembali duduk. Entahlah, ada sesuatu di suara itu yang membuatnya mengikuti ucapannya begitu saja. Ia melirik punggung dalam balutan beskap yang senada warna dengan kebayanya. Lelaki itu duduk tegak di pinggir kasur. Menatap pintu yang tertutup, membelakangi Nesa yang bisa melihat dirinya dari pantulan cermin di depannya. “Pernikahan ini adalah apa yang dijanjikan kedua keluarga. Saya melakukannya demi keberlangsungan janji itu. Saya akan jadi lelaki yang bertanggung jawab atas diri kamu. Saya tidak akan meminta apapun dari kamu,” ia menjeda kalimatnya, “kecuali satu.” Nesa menunggu. Ia menelan ludah, mencoba membasahi kerongkongannya yang kering. “Mari kita melakukan peran kita dengan sungguh-sungguh. Saya sebagai suami yang tidak akan melakukan hal yang buruk pada kamu. Begitu juga kamu, saya hanya meminta kamu bisa melakukan peran istri dengan baik, yang bisa mendukung pekerjaan saya.” Lelaki itu berdiri. “Nama saya Mahatama Aru Djati.” Nesa melirik dari pantulan cermin. “Ingatlah, setelah keluar dari kamar ini, nama itu adalah nama suamimu.” Nesa menggigit bibir bawahnya yang bergetar. Tangannya saling meremas di atas pangkuannya. Matanya kembali perih. Ia sedang berusaha agar tidak menangis. “Dan kamu akan membawa nama itu juga,”lelaki itu menghentikan langkahnya di depan pintu keluar, “Annesa Lidya Djati.” -- Lelaki yang bahkan tidak pernah Nesa bayangkan akan menjadi suaminya. Orang yang tidak pernah ia lihat sekalipun dalam hidupnya. Seorang yang sangat tinggi untuk ia raih. Jauh sekali dunianya dengan Tama. Bagaimana bisa seorang Tama bisa begitu saja menyetujui kesepakatan konyol yang membawanya menjadi pengantinnya? Tama bahkan bisa mencari calon pengantin yang lebih segalanya darinya. Anggeni Sekar, kakaknya yang seorang pegawai pemerintahan bahkan lebih terasa mungkin untuk Tama. Itu tidak masuk akal sebenarnya. Tidak masuk ke dalam logilanya. Bahkan untuk Nesa yang seorang penulis novel romance terkenal sekalipun. Hal itu sudah merupakan plot hole yang harus ia baca bolak-balik untuk menemukan di mana letak salahnya. Hal itu terlalu halu untuk jadi sebuah kenyataan di hidupnya yang sudah dar-der-dor ini. Mulai dari kenyataan bahwa ia ternyata punya adik lelaki dari ibu yang berbeda. Lalu kaburnya adik bungsunya, Alini Nareshwa, yang sekarang bertugas di pedalaman hutan Kalimantan. Penangkapan papanya oleh lembaga anti korupsi. Kemudian satu yang paling mencengangkan untuknya dan menjadikannya istri dari Tama, kepergian Anggeni di hari pernikahannya sendiri. “Itu kenyataannya, Mah,” jawab Nesa. “Mas Tama udah mempersiapkan semuanya sama Kak Geni, tapi tiba-tiba nikah sama aku. Apa gak marah tuh orang? Sampe sekarang aku gak ngerti kenapa dia nerima-nerima aja padahal kita yang diuntungkan di sini.” Vera berdecak. “Apa untungnya buat Mas Tama dengan menikahi aku yang anak koruptor ini, Mah?” “ANNESA LIDYA!” Bentakan Vera membuat Nesa mengatupkan mulutnya rapat-rapat. --

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

30 Days to Freedom: Abandoned Luna is Secret Shadow King

read
313.8K
bc

Too Late for Regret

read
310.0K
bc

Just One Kiss, before divorcing me

read
1.7M
bc

Alpha's Regret: the Luna is Secret Heiress!

read
1.3M
bc

The Warrior's Broken Mate

read
144.2K
bc

The Lost Pack

read
429.7K
bc

Revenge, served in a black dress

read
151.7K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook