33. Bunga Pertama

1817 Kata

Keilana berkali-kali menarik napas lalu mengembuskannya, di ruang makan keluarga itu, membuat ibunya menatapnya bingung. Ershinta datang setelah mengantar anaknya sekolah, di pagi yang cerah ini, namun wajah Keilana tampak murung. “Kenapa itu muka?” tanya Ershinta yang kemudian membantu ibunya merapikan meja makan sebelum mulai sarapan. “Kamu sudah antar Vici sekolah? Enggak ditunggui?” tanya ayahnya yang masih duduk santai menunggu istrinya selesai membuatkan sarapan. “Enggak, hari ini abis belajar anak-anak mau latihan nari untuk acara perpisahan kelas,” jawab Ershinta, anaknya akan naik ke tingkat TK B tahun ini. “Kenapa?” tanya Ershinta menyenggol bahu Keilana dan duduk di sampingnya. Keilana mendengus. Ibunya membawakan sarapan untuk mereka semua dan duduk di kursi yang biasa di

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN