Hari-hari berlalu, minggu demi minggu terlewati dan bahkan sampai ke hitungan bulan dengan ritme yang sama, bagai sebuah lagu sedih yang diputar berulang-ulang. Donzello berdiri di depan rumah yang penghuninya menganggapnya seoranh musuh. Pintu rumah itu bukan lagi penghalang semata, melainkan benteng kokoh yang didirikan Zelaza untuk memisahkan dunia mereka. Setiap pagi, sebelum matahari terlalu tinggi, atau setiap sore, ketika langit mulai berwarna jingga, Donzello selalu datang. Dia selalu membawa tas berisi oleh-oleh kecil, kadang buku komik, kadang kue dari toko favorit Zorion, yang tergenggam di tangannya. Namun, jawabannya selalu sama. Sebuah kunci yang berputar, mengunci pintu kayu dari dalam, dan sosok bayangan Zelaza yang terlihat samar-samar dari balik tirai jendela, di