Sena terus memikirkan keadaan kedua orangtuanya sepanjang perjalanan. Mereka menyedihkan, meskipun apa yang dirinya terima pernah lebih dari rasa sakit. Tidak tau harus bagaimana, perasaannya merasa tidak tenang sekarang. “Sena?” tanya Samudera memastikan keadaan sang istri. “Langsung pulang?” “Mau ketemu sama Kakek boleh?” “Ke rumah Kakek lagi?” “Heem, mau nginep di sana boleh, Om?” Keadaan Sena yang sedang hamil, ditambah lagi mood nya sedang tidak baik, bagaimana mungkin Samudera melarangnya. Mungkin di mata Sena, dirinya adalah pria yang tidak berperasaan dan berani-beraninya memenjarakan dua orang itu. hanya saja, Samudera hanya memberikan keadilan dunia untuk mereka. Sepanjang perjalanan, Sena benar bener tidak bicara sama sekali. Dia hanya diam mematung, dengan tangan yang dig