Makan siang dengan Mas Dewa

1025 Kata
Dewa mengajak Mala makan siang di sebuah restoran pasta yang ada di mall. Pelayan restoran mencarikan tempat duduk untuk mereka. Mereka diberi tempat khusus untuk dua orang. Mala memandang sekeliling. Dia belum pernah masuk ke restoran seperti itu. Apalagi ini restoran mahal. Dewa dan Mala duduk di kursi masing-masing. Mereka duduk saling berhadapan. "Mas, di sini makanannya mahal-mahal, ya?" tanya Mala penasaran. "Iya, katanya di sini makanannya mahal, tapi kamu nggak usah khawatir, karena nggak akan disuruh bayar," ucap Dewa sambil tertawa. "Kamu mau makan apa?" "Di sini ada makanan apa, Mas?" "Coba buka buku menu yang ada di depanmu." Mala membuka buku menu. Mala membaca daftar menu satu per satu, dan dia mulai tampak kebingungan. "Mas, aku nggak ngerti ini makanannya apa aja. Mas aja yang pilih, minta tolong dipilihkan yang enak, ya." "Boleh. Sebentar, ya. Saya pilihkan dulu. Kamu suka daging, ayam, atau seafood?" "Daging aja, Mas. Kalau ada nasi juga boleh," ucap Mala sambil tersenyum. "Di sini nggak ada nasi, Mala. Adanya pasta." "Oh, maaf, ya udah apa aja deh, Mas. Yang pake daging, ayam atau seafood boleh semua." Dewa memanggil pelayan restoran untuk memesan makanan. Dia menyebutkan tiga menu, makanan pembuka salad, hidangan utama pasta dengan steak dan desert es krim coklat. Setelah mengulangi pesanan, pelayan restoran langsung menuju dapur. Lalu datang pelayan restoran yang lain, mengisi air minum di gelas keduanya. "Makasih, ya, Mas, udah ngajak aku makan siang." "Saya juga lapar. Saya ngajak kamu ke sini, masa saya makan sendiri. Ya pasti ngajak kamu makan. Saya juga masih ada yang mau dicari di sini. Habis makan, kita jalan lagi, ya." Ponsel Dewa berdering. Dia melihat panggilan masuk dari kampus. Dewa meminta izin pada Mala untuk menerima telepon. "Halo, ada apa, ya. Saya lagi di luar." "Pak Dewa diminta pak Dekan segera ke kampus sekarang, ada yang penting. Cepat ya, Pak," ucap seseorang di telepon. "Penting banget, ya? Ya sudah, tunggu dulu, sekitar setengah 2 saya tiba di kampus." "Iya, Pak. Kalau bisa secepatnya, ya." "Diusahakan, ya." Dewa menutup panggilan telepon. Mala penasaran melihat ekspresi wajah Dewa setelah menerima telepon. "Ada apa, Mas?" "Saya diminta ke kampus secepatnya." "Oh, ya sudah, ayo berangkat sekarang." "Nanti saja, kita makan dulu, terus aku antar kamu ke rumah, baru saya berangkat ke kampus." "Nggak apa-apa, Mas?" tanya Mala khawatir. "Nggak apa, makanannya sudah terlanjur di pesan, sebentar lagi juga datang." Beberapa saat kemudian pelayan restoran membawa makanan yang dipesan oleh Dewa. Pelayan meletakkan piring berisi salad di hadapan Dewa dan Mala. Mala menatap piring di hadapannya. Dia siap untuk menyantap makanan di depannya. Setelah membaca doa makan, Mala menyendok makanan secara perlahan dan memakannya. Mala suka dengan apa yang baru saja dia makan. "Enak banget makanannya, Mas. Walaupun cuma sayuran begini. Ini sih nggak sama dengan pecel yang biasa Mala makan." Mala lanjut menikmati makanannya dengan bahagia. "Makanan selanjutnya lebih enak lagi." Mala menghabiskan semua salad yang tersaji di piring. Kemudian hidangan utamanya datang. Mata Mala berbinar melihat steak dan pasta di piring. Dia langsung menyantapnya. "Hmmm, bener, Mas yang ini lebih enak." "Bener, kan. Habiskan aja. Tapi sayangnya kali ini nggak bisa tambah. Lain kali aja kita ke sini, ya." Mala mengangguk sambil meneruskan makan. Baru kali ini dia merasakan makanan serba enak. Dia sangat berterima kasih pada Dewa karena sudah mengajaknya makan di restoran pasta. Setelah semua makanan di meja tandas, Dewa mengajak Mala pulang. Dewa berjalan ke parkiran mobil bersama Mala dengan membawa tas belanjaan. Tiba di mobil, Dewa dan Mala masuk ke mobil. Mobil Dewa meluncur ke rumah untuk mengantarkan Mala pulang, setelahnya Dewa akan pergi ke kampus untuk menemui dekan fakultas. *** Di ruangan dekan, Dewa duduk di kursi di hadapan dekan fakultas. "Pak Dewa, saya mohon bantuannya. Jadwal ke Semarang besok, saya minta bapak yang pergi, karena Pak Bambang siang tadi pagi masuk rumah sakit, jadi tidak bisa hadir untuk seminar di Semarang. Saya mohon dengan sangat, bapak bisa menggantikan Pak Bambang." "Baik, jika memang bapak membutuhkan saya. Saya akan berangkat." "Alhamdulillah, terima kasih untuk bantuannya. Selanjutnya untuk koordinasi, bapak temui Bu Silvi untuk informasinya. Semua jadwal, dan persiapan bisa ditanya ke Bu Silvi." "Baik, Pak. Saya permisi dulu untuk menemui Bu Silvi." Dewa keluar dari ruangan dekan lalu mencari Bu Silvi di mejanya. Meja Bu Silvi letaknya tidak terlalu jauh dari meja Dewa. Hanya berjarak lima meja saja. Kali ini Dewa langsung menghampiri meja Bu Silvi. Di sana Bu Silvi menjelaskan semuanya pada Dewa mengenai tugasnya ke Semarang kali ini. Dewa akan menghadiri seminar tentang Keuangan. Dia akan berada di Semarang selama tiga hari dua malam. Acara seminar berlangsung selama tiga hari. Dewa akan menginap di hotel tempat seminar diselenggarakan. Tiket pesawat dan biaya akomodasi disediakan oleh pihak kampus, karena Dewa menggantikan Pak Bambang, tiket pesawatnya sedang diurus dan akan dikirim kan via email. Dewa diizinkan pulang untuk mempersiapkan barang bawaan untuk berangkat seminar. Urusan di kampus selesai, Dewa kembali ke rumah dengan mobilnya. Dia ingin segera sampai di rumah. Dia harus menyiapkan pakaian dan perlengkapan lain untuk mengikuti seminar di Semarang. Setelah menempuh perjalanan selama tiga puluh menit Dewa tiba di rumah. Mala yang mendengar suara mobil Dewa keluar dari kamarnya. Tak lama kemudian Dewa masuk rumah. "Saya harus berangkat ke Semarang. Ada seminar yang harus saya hadiri. Selama saya pergi tolong jaga rumah dengan baik. Kalau perlu apa-apa, minta saja sama bibi." "Iya, Mas. Berangkatnya kapan?" "Besok subuh, penerbangan pertama." Dewa menaiki tangga menuju kamarnya yang terletak di lantai 2 rumah itu. Di lantai 2 hanya ada satu kamar saja. Kamar itu yang digunakan Dewa untuk beristirahat. Ukuran kamar yang sangat besar untuk ditinggali oleh satu orang. Tetapi, Dewa lebih suka tinggal sendiri di rumah itu daripada harus tinggal bersama dengan orang tuanya. Karena Dewa bisa hidup bebas tanpa diatur oleh orang tuanya. Walaupun tinggal sendiri, Dewa tidak pernah mengajak pacarnya menginap di rumah. Dia adalah pria yang bertanggung jawab. Tidak suka merusak masa depan gadis yang pernah dia dekati atau yang pernah menjadi pacarnya. Begitu juga dengan Anindita. Walaupun sudah berpacaran selama lima tahun dengan Anindita, Dewa tidak pernah melakukan hal dilarang dengan gadis itu. Dewa sangat menjaga dan menghormati harkat dan martabat seorang perempuan. Baginya memperlakukan dengan baik merupakan perilaku pria sejati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN