Belanja bersama

1089 Kata
Dewa mengawali hari belanja dengan mendatangi toko ponsel. Dia pikir hal pertama yang harus diganti dari Mala adalah ponselnya. Ponsel milik Mala adalah ponsel android keluaran lama. Dewa ingin menggantinya dengan ponsel andorid terbaru. Tetapi dia tidak berpikir apakah nanti Mala bisa menggunakan ponsel itu. Mala yang hanya mengikuti Dewa, tidak tahu jika dia akan dibelikan ponsel terbaru. Mala mengira Dewa akan membeli ponsel untuk kebutuhan Dewa. "Mala, kamu suka warna apa?" tanya Dewa di toko ponsel. "Apa, ya, biru kayaknya." "Mbak, seri ini ada yang warnanya biru?" tanya Dewa pada pelayan toko sambil menunjukkan ponsel yang akan dia beli. "Ada, Mas. Sebentar saya cari kan." Pelayan toko mencari ponsel yang dimaksud di etalase, lalu memberikan pada Dewa. "Ini buat kamu," ucap Dewa memberikan ponsel baru pada Mala. "Hah? Ini apa, Mas?" "Itu hp baru. Hp kamu kan sudah tua, kayaknya udah sering eror juga kan? Kamu ganti aja sama yang itu. Zaman makin canggih kamu masih pake hp kaya gitu." "Ini buat aku? Beneran, Mas?" "Iyalah. Kamu nggak mau?" "Hmm ... mau deh. Tapi ini yang bayar siapa? Aku nggak punya uang buat beli hp ini. Pasti mahal harganya, ya?" "Iya emang mahal harganya. Kamu bisa ngutang dulu sama saya, nanti bayarannya kamu cicil sampai lunas. Gimana?" "Kalau bayar pake kartu yang kemarin, bisa nggak, Mas?" "Bisa tapi nanti uang di kartu itu langsung ludes, udah kamu ngutang aja sama saya, nanti saya kasih tahu cara bayar hutangnya." "Oh, gitu, ok," jawab Mala. Tetapi Mala merasa ada yang aneh dengan apa yang akan dikatakan oleh Dewa. "Mbak, saya ambil yang ini 1, ya," kata Dewa menunjuk ponsel yang akan dia beli. "Baik, ada lagi? Kalau sudah tidak ada lagi, boleh langsung bayar di kasir, ya, Mas," ucap pelayan toko sambil menunjuk ke tempat kasir. Dewa berjalan ke kasir dan membayar ponsel yang dia beli buat Mala. Lalu Dewa mengajak Mala ke Departemen Store yang letaknya tidak jauh dari toko ponsel. Di sana dia melihat-lihat pakaian yang menurutnya cocok buat Mala. Dia suka jika melihat Mala mengenakan pakaian yang tidak terbuka. Dewa putuskan untuk memilih tunik, atasan, kemeja dan beberapa celana untuk Mala. "Mas Dewa punya adik cewek, ya?" tanya Mala penasaran melihat Dewa mengambil beberapa pakaian. "Ini kamu ambil, bawa ke ruang ganti, cobain semuanya." Mala tidak bisa berkata-kata dan menerima semua pakaian yang diberikan Dewa padanya. Lalu Dewa mendorong bahu Mala agar berjalan ke ruang ganti pakaian. "Kamu coba satu-satu, ya. Nanti setiap ganti model kamu keluar, biar saya liat bajunya cocok apa enggak." Mala hanya menuruti apa yang dikatakan oleh Dewa. Dia masuk ke ruang ganti, mencoba satu baju hijau atasan dan celana panjang navy. Lalu dia keluar dari ruang ganti dan menghadap ke arah Dewa. Dewa memperhatikan penampilan baru Mala. Dia memberikan kode setuju dengan jari jempolnya. Mala mengulangi berganti pakaian hingga baju terakhir tunik biru muda dan kulot panjang krem. "Yang ini juga bagus. Kamu nggak usah ganti baju lagi, pakai yang ini aja. Pakaian yang tadi nanti dimasukkan dalam tas belanja aja. Sini semua pakaian yang tadi," kata Dewa meminta semua pakaian yang sudah dicoba oleh Mala. Mala memberikan semua pakaian pada Dewa. Dewa membawa semua pakaian ke kasir. "Mbak, tolong ini semua dihitung, lalu yang ini tolong dimasukkan saja dalam tas belanja," Dewa menjelaskan pada kasir. Dengan sigap kasir mengurus semuanya dibantu oleh seorang teman. Dia menscan semua label pakaian, dan meminta Dewa membayar sejumlah total belanjaan. Setelah mengurus semuanya, Dewa menghampiri Mala yang dia minta untuk menunggu di dekat pintu keluar. "Mas, ini baju-bajunya aku bayar pake kartu yang kemarin?" "Nggak usah, masukkan hutang dengan hp tadi saja." "Kalau hutangku kebanyakan nanti aku jadinya nggak bisa bayar, Mas." "Kamu bisa bayar dengan cara lain." "Kok aku ngerasa nggak enak, ya, Mas. Sekarang kita ke mana lagi? Kalau belanja lagi nanti hutangku tambah dong, Mas." "Masih banyak yang harus kita beli. Sepatu kamu, tas, laptop baru, skincare make up, apa lagi? Kamu butuh perhiasan? Oh iya kamu kan belum punya cincin, saya belikan sekalian." Mala diam di tempat. Dia hanya menatap Dewa yang terus berjalan tanpa menyadari jika Mala sudah tidak mengikuti langkahnya lagi. Ketika Dewa sadar jika Mala tidak mengikutinya lagi, Dewa memutar badan dan melihat ke arah Mala. Dia putuskan untuk menghampiri Mala. "Kok diem aja? Kamu marah? Atau merajuk? Kita beli es krim, yuk." "Aku mau pulang." "Kok pulang sih, kan kita belum keliling. Baru masuk dua toko." "Aku udah nggak mau beli apa-apa lagi, Mas. Aku masih punya tas, sepatu ini juga masih bisa dipakai," ucap Mala menunjukkan tas dan sepatunya. "Aku ada ide, kamu beli tas dan sepatunya pake uang yang aku kasih, kamu bayar pake kartu itu aja, gimana?" "Beneran, Mas, kalau boleh begitu, aku mau. Ayo, kita beli sepatu, di mana tokonya? Sepatu ini udah nggak enak kalau dipakai, mumpung di sini, sekalian aja beli." Kali ini giliran Mala yang menarik lengan Dewa untuk mengajaknya membeli sepatu. Hati dewa terenyuh mendengar ucapan Mala. Gadis itu tidak pernah mengeluh dengan apa yang dia pakai. Sepengetahuan Dewa dia belum pernah melihat gadis itu bersedih sejak kematian ayahnya. Entah gadis itu pintar menyembunyikan kesedihannya atau memang dia adalah gadis yang kuat. Ketika melihat Mala tersenyum lagi bahkan lebih semangat mencari sepatu memunculkan rasa kebahagiaan tersendiri di hati Dewa. "Sini, ikut saya." Gantian Dewa yang memegang lengan Mala dan mengajaknya masuk ke toko sepatu. "Di toko ini sepatunya bagus-bagus." kata Dewa lagi. "Tapi harganya gimana, Mas?" tanya Mala khawatir. "Tenang aja, uang kamu nggak akan habis kalau beli satu sepatu di sini, kecuali kamu beli 100 sepatu." "Buat apa 100 sepatu, satu aja udah cukup." Mala melihat-lihat banyak model sepatu. Banyak yang dia sukai dan ingin dibeli, tetapi dia hanya akan memilih dan membeli satu sepatu saja. "Kamu kan beli sepatu buat kuliah, tapi bisa dipake jalan juga? Cari aja yang model ini, kaya sneaker tapi nggak ada talinya. Jadi tetap pakai sepatu tertutup, gimana, mau coba?" "Aku coba dulu, ya, Mas." Mala mencoba beberapa model sepatu. Sesuai arahan Dewa. Mala menyukai model sepatu yang ditunjukkan oleh Dewa. Dia mencari warna sepatu yang netral agar bisa dipakai ke mana saja. Sementara Dewa meminta izin pada Mala untuk ke toilet. Mala diminta menunggu di toko sepatu walaupun sudah selesai memilih dan membayar sepatu. Mala menunggu Dewa di depan toko sepatu. Sudah lewat lima belas menit tetapi Dewa tak kunjung kembali, Mala pikir mungkin saja toiletnya jauh. Lama-lama Mala mulai merasa cemas karena menunggu Dewa. Lima menit kemudian Dewa datang. "Sudah selesai beli sepatunya? Kita makan dulu, yuk. Pasti kamu udah lapar kan?" Dewa mengajak Mala untuk makan siang di mall.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN