Pergi dengan Mas Dewa

1056 Kata
Mala duduk termenung di pinggir kasur di kamarnya. Dia tidak menyangka Dewa bisa tahu kalau Mala berusaha untuk menghindar darinya. Mungkin Mala terlalu polos untuk menipu pria berusia 28 tahun itu. Lagi pula memang Dewa juga merupakan orang yang cerdas. Hanya saja untuk masalah cintanya pada Anindita itu tidak bisa kompromi. Bagaimana bisa dia mencintai gadis seperti Anin yang hanya model biasa dan tidak mau diajak menikah, bahkan keluarga Dewa pun tidak setuju dengan hubungannya dengan Anin. Apa karena Dewa itu orangnya terlalu bucin saat mencintai seorang gadis? Entahlah. Yang jelas saat ini dia masih terikat bersama Mala tetapi belum bisa mencintai gadis itu. Mungkin nanti seiring dengan berjalannya waktu Dewa bisa mencintai Mala. Pintu kamar Mala diketuk oleh seseorang. Mala beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu. Dewa sudah ada di hadapannya. "Mau berangkat kuliah sekarang?" tanya Dewa dengan lemah lembut. Mungkin jika gadis lain yang mendengarkan akan luluh tetapi tidak dengan Mala. "Aku siap-siap dulu, Mas." "Ya sudah ditunggu di mobil, ya." Mala hanya mengangguk. Lalu dia menutup pintu kamar. Mala mengambil tas, dia tidak memulas wajahnya dengan bedak atau lipstik, karena memang dia tidak memiliki peralatan makeup. Mala menyisir rambut. Semuanya sudah rapi, Mala mengambil tas selempang kesayangannya dan berjalan ke mobil Dewa. Ini adalah kali kedua Mala pergi bersama Dewa. Waktu itu Dewa belum memperhatikan penampilan Mala. Tetapi kali ini dia mulai melirik apa yang Mala kenakan, tas serta sepatunya. Ternyata semuanya masih sama dengan yang dia bawa waktu pertama kali datang ke rumah itu. Belum satu minggu juga Mala berada di sana. Dewa berpikir untuk mengajak Mala pergi ke mall setelah selesai kuliah. Meskipun hari itu Dewa ada kerjaan di kampus, dia bisa mundurkan semua pekerjaannya di esok hari. Dia harus mengajak gadis itu membeli pakaian baru, tas baru, sepatu dan perlengkapan skincare serta makeup terbaru. Setelah menempuh perjalanan lebih kurang tiga puluh menit, mobil Dewa akan segera tiba di kampus. Tiba-tiba Mala minta Dewa untuk menurunkannya di jalan. Dia tidak ingin teman kuliahnya curiga padanya karena turun dari mobil Dewa. Mala ingin hidupnya tenang, tidak ingin diserang dengan pertanyaan tentang hubungan apa yang terjadi antara Mala dan Dewa. "Kenapa nggak turun bareng saya? Kamu takut ketahuan turun dari mobil dosen ganteng kaya saya?" "Nah, itu Bapak, eh, Mas tahu. Turunin saya di sini." "Iya deh. " Dewa mengarahkan mobil ke pinggir jalan. "Sini hp kamu." "Buat apa?" jawab Mala sambil memberikan ponsel. "Ada deh." Dewa menyimpan nomor hpnya di hp Mala. Lalu mengembalikan hp Mala. "Nanti kalau sudah selesai, telepon saya. Nanti saya isikan pulsa dan kuota internetnya." "Oh, iya. Aku nggak bisa ngelak lagi kalau begitu. Aku pamit kuliah, ya, Mas. Assalamualaikum." "Wa'alaykumussalam," jawab Dewa. Dewa kembali meluncur ke arah parkiran mobil khusus dosen di kampus. Mala berjalan ke kelas, sebentar lagi jam 8. Dia tidak boleh terlambat masuk kelas. Dosen hari ini sangat disiplin terhadap waktu. Selain itu juga selama mengikuti perkuliahan semua mahasiswa harus mendengar dan memperhatikan. Jika ketahuan mengobrol di kelas, akan dikeluarkan oleh dosen tersebut. Selama materi disampaikan, Mala tidak bisa berkonsentrasi mengikuti perkuliahan. Dia tiba-tiba memikirkan Dewa. Kemana Dewa akan mengajaknya pergi hari ini. Dia takut Dewa akan membawanya ke tempat yang tidak dia inginkan, seperti hotel. Dia takut membayangkan apa yang akan Dewa lakukan padanya. Mala menggelengkan kepalanya untuk membuang pikiran negatif yang terus berputar di pikirannya. Kebetulan hari ini dosen mengamati sikap aneh yang terlihat pada Mala. "Mala, ada yang mau ditanyakan seputar mata kuliah hari ini?" Teman sebelah Mala mencolek bahunya. "Mala, ditanya Bu Endang tuh." "Eh, nggak ada, Bu." "Jangan melamun kalau saya sedang menyampaikan materi. Ok, kalau begitu sekian kuliah hari ini, minggu depan kita kuis, ya. Selamat Pagi." Seisi kelas langsung berisik mendengar perkataan ibu dosen. Bu Endang meninggalkan kelas. Sebagian besar mahasiswa meninggalkan kelas begitu juga dengan Mala. Dia masih ragu untuk menelepon Dewa. Pulsa dan kuota internet sudah dibelikan oleh Dewa dan semuanya sudah masuk ke nomornya Mala. Mala berjalan terus sambil melamun. Dia tidak menghiraukan apa yang ada di sekelilingnya dan apa yang sudah dia lewati. Tanpa Mala sadari di depan ada anak tangga turun. Namun, karena dia tidak siap untuk menuruni tangga, tubuhnya menjadi tidak seimbang dan akan terjatuh. Sebelum Mala terjatuh, Dewa telah sigap memegangi tubuh Mala dari belakang. "Mae Dewa?" ucap Mala terkejut melihat Dewa sudah ada di belakangnya. "Kalau jalan jangan sambil melamun, jadi jatuh, kan?" Dewa membantu Mala berdiri kembali dan menuntun Mala berjalan. "Mas kok bisa ada di sini?" "Kamu ditelepon nggak diangkat, ya aku cariin. Bu Endang sudah balik ke kantor tapi kamu nggak ngasih kabar, ya sudah aku cari kamu, eh, ketemu di sini." "Oh." "Kok cuma jawab 'oh'? Sudah jangan melamun lagi. Mikir apa sih? Yuk kita jalan aja cari angin." "Lho, Mas emang nggak ngajar?" "Jadwal hari ini sudah aku kosongkan khusus untuk ngajak kamu ke sesuatu tempat. Ya semoga habis ini kamu jadi seneng deh." "Iya, deh. Hari ini aku pasrah, mau diajak ke mana aja terserah Mas aja." Dewa berjalan terlebih dahulu, dan Mala mengikuti di belakang. Mala berusaha menjaga jarak agar tidak terlihat seperti mengikuti langkah Dewa. Dewa berjalan ke parkiran mobil. "Mas, tunggu aku di depan, yang agak jauhan, ya. Nanti aku nyusul, aku lupa ada janji sama temen, mau pinjem catatan." "Ok. Aku tunggu di depan." Sebenernya Mala membohongi Dewa. Dia hanya tidak ingin ketahuan naik mobil dosen dari kampus. Dia ingin hubungannya dengan Dewa tetap menjadi rahasia yang hanya dia dan Dewa yang tahu. Mala berjalan lambat, sedangkan Dewa sudah menunggu di pinggir jalan. Mala masih terus berjalan sampai ke tempat mobil Dewa berhenti. Dia mengetuk kaca mobil, Dewa membuka kunci pintu sehingga Mala bisa masuk ke mobil. Dewa mengemudikan mobil mengarah ke sebuah mall yang ada di kota itu. Mala hanya bisa melongo saat mobil masuk ke parkiran sebuah mall. Mala belum pernah menginjakkan kakinya ke mall. Jadi dia belum bisa membayangkan seperti apa isi sebuah mall. Dewa mengajak Mala turun dari mobil setelah mobil diparkirkan dengan baik. Seperti biasa Dewa berjalan di depan dan Mala hanya mengikuti dari belakang. Saat akan menaiki eskalator, Mala mengalami kesulitan dan Dewa menyadari itu. Dewa kembali pada Mala dan menuntun langkah Mala dan memegangi lengannya agar bisa menaiki eskalator dengan selamat. Saat itu Pipi Mala menjadi hangat. Perlahan dia mendengar suara detak jantungnya mulai tidak beraturan. Dia merasakan perasaan yang aneh, tetapi dia belum tahu perasaan apa yang sedang dia rasakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN