Kenalan dengan Pacar Suami

1101 Kata
Nirmala hanya bisa berdecak kagum saat tiba di rumah Dewa. Rumah mewah milik Dewa ada di hadapannya sekarang. Setelah menurunkan tas dan kardus milik Nirmala, mereka masuk. Melihat ruang tamu di rumah itu, tanpa dia sadari, mulutnya menganga. Ruang tamu di rumah Dewa luas. Bahkan jauh lebih luas dari rumahnya sendiri. Ada empat set sofa mahal yang semuanya diimpor dari luar negeri. Karpet yang menjadi alas mejanya pun diimpor. Jalan ke ruang tengah, dia makin terpana, set home teater lengkap dengan couch yang cocok untuk bersantai dengan menonton televisi. Dewa mengantarkan Nirmala ke sebuah kamar. “Ini kamar kamu. Kamu bebas pake semua yang ada di kamar ini, meja, lemari dan tempat tidur. Kalau ada yang kurang bilang aja. Kamarku ada di lantai atas, kamu tinggal naik tangga terus belok kanan. Kamarku yang ujung. Ada yang mau ditanyakan?” “Wah, kamarnya besar sekali. Tugas saya di rumah ini apa, Mas? Nyapu, ngepel gitu?” “Tugas kamu akan kita bicarakan nanti malam. Sekarang waktunya makan siang. Aku tunggu di ruang makan. Kamu mau mandi, atau tidak terserah kamu. Kamu bebas mau ngapain aja selama di rumah. Nggak perlu izin sama saya.” “Oke, Mas. Saya perlu masak nggak?” “Nggak usah, rumah ini sudah ada yang mengurus, mulai dari bersih-bersih sampai masak, semua ada yang mengurus. Nanti kamu tinggal makan aja.” Nirmala hanya mengangguk. Dewa berjalan meninggalkan Nirmala menuju kamarnya. Nirmala menutup pintu kamar. Di dalam kamar, Nirmala mengagumi semua yang ada di kamarnya. Meja dan cermin yang penuh dengan ukiran. Lemari juga sama penuh dengan ukiran. Kamar yang didominasi warna putih, membuat orang yang masuk kamar itu akan menjadi betah. Ada satu pintu di ujung kamar. Nirmala mendekati pintu itu dan membukanya. Sebuah kamar mandi yang lengkap dengan toilet, wastafel, shower dan bathtub. Dia belum pernah melihat kamar mandi seperti itu. Nadia mencoba menyalakan air di wastafel, air hangar mengalir dari sana. Dia berpikir keras, bagaimana air panas bisa mengalir ke kamar itu tanpa direbus terlebih dahulu seperti yang dia lakukan jika ingin mandi air hangat. Nirmala melihat shower, dia ingin merasakan rasanya mandi dibawah shower. Nirmala putuskan untuk mandi dulu sebelum makan siang. Saking menikmati mandi di bawah shower, Nirmala mandi sampai lupa waktu. Kamar mandinya diketuk. “Kalau sudah selesai, ditunggu di ruang makan,” ujar suara dari luar kamar mandi. Mungkin itu pembantu di rumah ini, pikir Nirmala. Nirmala menyudahi mandinya, mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Dia kenakan lagi pakaian yang tadi dia kenakan. Nirmala keluar dari kamar mandi, dia menyisir rambut, merapikan penampilannya di depan cermin. Setelah dia rasa penampilannya sudah rapi, Nirmala keluar kamar menuju ruang makan. Di meja makan Dewa sudah menunggu. Dia lihat Dewa sudah berganti pakaian. Aroma parfumnya tetap tercium meskipun jarak Nirmala berdiri agak jauh. Wangi parfum yang akan dia hidu setiap hari selama dia tinggal bersama dengan Dewa. “Duduk. Kita makan dulu. Selesai makan, banyak yang harus kita bicarakan. Mengenai semua hal, termasuk kuliah kamu.” Dewa mengambil makanan yang ada di meja. Nirmala juga begitu. Dewa menikmati makan siang dengan lahap, berbeda dengan Nirmala yang hanya makan sedikit. Dia masih merasa bersalah jika makan banyak. Padahal masakan yang disajikan siang itu, semuanya terasa enak. Selesai makan siang, Dewa mengajak Nirmala menuju taman di samping rumah. Dia meminta asisten rumah tangga untuk membawa camilan dan jus ke sebuah saung di taman. Angin berembus di sekitar taman, rasa kesepian karena ditinggal ayahnya sedikit membaik karena perhatian Dewa padanya juga terlihat sangat tulus. Dewa dan Nirmala menikmati semilir angin di sana. “Ini tempat favorit saya di rumah ini. Saya tidak tinggal bersama orang tua. Di sini saya hanya ditemani beberapa asisten rumah tangga. Pekerjaan saya sehari-hari adalah dosen di sebuah kampus swasta. Umur saya 29 tahun.” “Oh, Mas-nya dosen. Kalau begitu saya panggil Pak saja?” “Kamu panggil saya Mas saja. Saya sudah jadi suami kamu. Kamu kuliah di mana?” “Saya ambil jurusan Manajemen Bisnis, di Universitas Buana, semester 4, Mas." “Oh, sama, tapi saya belum pernah lihat kamu di kampus.” “Serius, Mas? Wah, bahaya dong kalau sampai temenku tahu kalau aku nikah sama Mas.” Dewa sebenarnya masih ingin menanyakan banyak hal pada Nirmala. Panggilan masuk di ponselnya mengalihkan fokus Dewa. Dia menatap nama yang terpampang di layar. Agak ragu Dewa mengangkatnya, tapi deringnya terus saja mengganggu. “Angkat aja, siapa tahu penting,” kata Nirmala, seolah dialah yang membuat Dewa tidak nyaman menerima telepon itu. “Kamu tahu siapa orang yang menelepon saya?” “Nggak! Saya nggak memaksa untuk tahu, Mas.” Dewa menerima panggilan telepon dari Anindita. “Halo. Apa mau kamu?” kata Dewa pertama kali. “Kamu ada di rumah? Aku mau ke sana sekarang,” jawab Anindita tegas. “Nggak perlu, kita ketemu di luar aja.” “Aku sudah ada di depan, mobil kamu ada di sini. Aku masuk, kamu di mana?” Anindita muncul dari pintu menuju taman. Dia terkejut melihat Dewa bersama seorang gadis. Anindita menatap tajam pada Nirmala. “Kamu ke mana aja beberapa hari ini, Dewa?” tanya Anindita sambil melirik pada Nirmala dengan pandangan tidak suka. “Kamu yang ke mana aja, kamu nggak telepon atau ngirim WA. Bahkan kamu nggak tahu kalau aku kecelakaan pada hari kita bertengkar.” “Kamu nggak apa-apa, kan?” sikap Anindita tiba-tiba berubah kasihan pada Dewa. “Aku nggak apa-apa, tapi hati aku yang sakit!” “Maafin aku, Wa.” Anindita mendekati Dewa dan memeluknya, tetapi Dewa menghindar. “Nin, kenalin ini Nirmala, istri aku.” “Apa? Kapan kamu nikah, Mas? Kok aku nggak dikasih tahu. Kamu harusnya nikah sama aku!” ucap Anindita penuh amarah. “Setiap kali aku ajak nikah, kamu selalu menolak. Bahkan terakhir aku minta kamu nikah, kamu tetap tidak mau.” “Aku minta Mas buat nunggu aku, bukan nikah sama dia.” “Berapa lama lagi aku harus nungguin kamu? Ayah dan Ibu terus merongrong aku dengan pertanyaan kapan aku akan menikah? Kapan mau siap dilamar? Ayah sudah siap buat ngelamar kamu, tapi kamu selalu saja beralasan.” Nirmala merasa tidak enak berada di antara pertengkaran dua sejoli itu. Dewa memang suaminya tetapi Dewa juga adalah pacar Anindita yang sudah lama menjadi pacarnya. Nirmala berusaha untuk menghindar dari mereka berdua. Dia masuk ke rumah. Nirmala masih tidak habis pikir bagaimana bisa berada di antara pertengkaran dua orang itu. Dia pun merasa tidak enak karena menjadi salah satu penyebab dari pertengkaran itu. Kehadirannya bukan menjadi solusi, tetapi menjadi masalah baru. Dia menjadi penghalang cinta dari Dewa dan Anin. Seandainya dia bisa pergi, dia ingin menjauh dari dua orang itu. Pergi sejauh mungkin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN