bc

Istri Kecil Kesayangan Om Aslan

book_age18+
1.1K
IKUTI
12.6K
BACA
revenge
love-triangle
HE
arrogant
boss
drama
bxg
city
musclebear
substitute
like
intro-logo
Uraian

Audri Mahika (20 th) mahasiswi jurusan arsitektur bertubuh mungil itu harus menerima kenyataan bahwa ia ditumbalkan oleh keluarganya sendiri untuk menjadi istri pengganti bagi Aslan Angkasa Wirabuana (35 th), seorang CEO dengan reputasi yang amat buruk, arogan, dan kasar. Tak ada yang menyangka bahwa Audri akan bisa bertahan lebih dari semalam menjadi istri Aslan. Namun kenyaaannya Audri berhasil bertahan hidup menjadi istri Aslan. Rupanya Audri menawarkan sebuah perjanjian menguntungkan yang tak bisa ditolak oleh Aslan. Hubungan pernikahan mereka pun berubah menjadi hubungan simbiosis mutualisme. Dua orang manusia yang sama-sama dibuang oleh keluarga masing-masing itu perlahan menyatukan kekuatan untuk menghadapi perang bisnis keluarga yang begitu sengit.

Namun, saat identitas Audri sebagai putri keluarga terhormat terungkap, ia justru terjebak dalam cinta segitiga. Arkan Samudra Wirabuana, kembaran Aslan itu secara terang-terangan menunjukkan ketertarikannya pada Audri. Karakter Arkan yang tenang dan menyenangkan, belum lagi kenyataan bahwa Arkan kerap menjadi dosen tamu di kampus Audri, membuatnya percaya diri dapat merebut Audri dari Aslan.

Apa sebenarnya tujuan Audri menawarkan diri menjadi istri Aslan? Perjanjian apa yang ia ajukan pada pria arogan itu? Akankah Aslan membiarkan Arkan menggoda dan merebut Audri darinya?

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1. Menaklukkan CEO Arogan
Audria Mahika, gadis berusia 20 tahun dengan tubuh mungil itu berdiri gelisah di depan sebuah pintu apartemen. Tangan kanannya mencengkram tali tas yang menyilang di depan d**a, sementara tangan kirinya menggenggam erat gagang koper yang ia bawa dari lantai bawah hingga ke atas sini. Jika menuruti rasa takutnya, ia ingin kabur saja. Tapi tentu saja tidak bisa, ia telah menjadi istri sah dari pria yang menghuni apartemen mewah ini sejak pagi tadi. Setelah menarik nafas dalam selama beberapa kali, Audri akhirnya menekan bel di samping pintu. Tak butuh waktu lama, seorang pria bertubuh tinggi besar segera membukakan pintu untuk Audri. Ekspresi pria itu sama sekali tidak bersahabat. Namun bukan itu yang paling membuat Audri terdiam mematung. Melainkan penampilan pria itu yang kini hanya mengenakan handuk yang terlilit di pinggang. “Aduh, mataku! Om pake baju dulu dong sebelum bukain pintu!” seru Audri sambil menutup matanya dengan satu tangan. Aslan Angkasa Wirabuana, CEO berusia 35 tahun yang sejak pagi tadi resmi menjadi suami Audri itu mendengus kasar. Lantas tanpa banyak bicara, ia menarik lengan Audri dengan gerakan agresif dan beringas lalu menghempaskan tubuh wanita itu ke dinding di belakang pintu setelah pintu tertutup. Aslan mengunci tubuh mungil Audri dengan tubuhnya sendiri. Meletakkan kedua lengannya tepat di samping kepala Audri. Nafas Audri tertahan seketika. Jantungnya serasa merosot hingga ke dengkulnya. Kopernya sudah terjatuh di lantai. Namun ia masih berhasil membalas tatapan tajam Aslan. Tangan kanan Aslan mencengkram dagu Audri erat dan kuat. “Aku tidak pernah tahu kalau kamu yang akan menjadi istriku,” desisnya penuh amarah. “Kamu pikir pernikahan ini main-main, hah?! Seperti main rumah-rumahan?!” Audri meringis saat merasakan perih di dagunya akibat cengkraman tangan Aslan. “Om, sakit.” Ia mencicit. “Jangan merengek!” bentak Aslan galak. Ia menunduk semakin dekat ke wajah Audri. Tatapannya tajam dan mengancam. “Cepat katakan, ke mana Aurora?” “Kak Rora nggak mau nikah sama Om.” Audri masih meringis, tapi berhasil menjawab dengan baik. “Apa katamu?!” Aslan jelas tidak menyukai jawaban Audri. “Jangan bohong!” “Aku nggak bohong, Om! Serius! Tapi jangan khawatir, Om nggak akan rugi nikah sama aku. Aku punya penawaran yang bisa menguntungkan Om.” Audri memilih untuk langsung ke inti pembicaraan saja. Tulang rahangnya rasanya sudah mau patah saking kuatnya cengkraman tangan Aslan. “Penawaran?” Aslan mengernyit. “Jangan main-main dan bicara yang jelas!” Cengkraman tangan Aslan semakin kuat di dagu Audri, membuat gadis mungil itu semakin meringis kesakitan. Sebelum Audri sempat menjawab pertanyaan Aslan, ia berhasil menangkap adanya sebuah lebam di d**a pria itu. Maka tangannya terulur dan menekan area yang lebam itu. Berhasil! Aslan tersentak dan mundur selangkah, membuat cengkraman tangannya terlepas dari dagu Audri. Audri buru-buru berlari masuk ke dalam rumah Aslan. “Kita ngobrol sambil aku bantu obatin luka Om!” serunya dari tengah ruangan. Bukannya senang, Aslan justru semakin geram. Ia melangkah lebar menyusul Audri. Wajahnya menggelap, tatapannya setajam belati. Melihat perubahan ekspresi Aslan yang semakin mengerikan, mau tak mau Audri harus menyelamatkan diri. Ia berlari dan bersembunyi di balik sofa panjang. “Jangan mendekat, Om!” Ia berseru lantang. Aslan jelas tak mendengarkan. Ia terus berjalan dan melompati meja, bahkan melompati sofa dengan mudah. Audri terkejut bukan main. Ia segera mengambil jurus langkah seribu, masuk ke dalam salah satu kamar yang kosong dan mengunci pintunya dari dalam. “Buka pintunya!” seru Aslan murka. Pintu di belakang Audri bergetar akibat gedoran Aslan yang begitu keras. Audri menutup matanya rapat-rapat, merapal doa dan berharap pintu di belakang punggungnya bisa bertahan sedikit lebih lama. “Nggak akan aku buka sebelum Om setuju buat ngobrol baik-baik!” Audri balas berseru. “Kamu punya nyali juga, ya?!” Aslan terdengar semakin marah. “Buka sekarang atau aku patahkan lehermu!” Bulu kuduk Audri merinding seketika. Ia mulai meragukan keselamatannya sendiri. Bahkan sedikit menyesali keputusan menggantikan Aurora menikahi Aslan. Namun detik berikutnya, ia sudah buru-buru menggeleng. Menghempaskan penyesalan dan keraguan yang menghampiri. Karena jika ia ingin mencapai tujuannya, ia harus bisa menaklukkan pria arogan yang sangat temperamen ini. “Iya, iya, aku buka pintunya!” Audri berseru dari dalam kamar. “Tapi janji aku jangan diapa-apain ya, Om?” “Buka pintunya!” Aslan berteriak marah. Gedoran di pintu semakin menggila. “Janji dulu!” Audri balas berseru. “Kita bicara pake kepala dingin jangan pake otot!” “Bicara itu pake mulut, bodoh!” balas Aslan dengan suara menggeram kesal. Audri terdiam sesaat lantas terkekeh pelan. “Benar juga,” gumamnya. Kemudian ia kembali berseru pada Aslan yang masih menggedor pintu dengan kasar. “Aku buka nih habis ini, tapi janji kita bakal bicara pake mulut dengan kepala dingin. Nggak ada pake otot!” Gedoran di pintu terhenti seketika. Tapi suara geraman Aslan masih terdengar. Persis seperti seekor singa yang sedang marah. Audri menunggu dengan jantung berdebar tak karuan. Hingga akhirnya, suara Aslan terdengar. “Oke, oke. Tapi buka pintunya sekarang! Ini kamarku, bodoh!” Seketika, Audri mematung. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Kamar itu didominasi oleh warna hitam dan merah. Kasur dan lantainya berwarna hitam, sementara dinding di sisi belakang tempat tidur berwarna merah darah. Salah satu dinding kamar itu terbuat dari kaca yang memanjang dari langit-langit hingga ke lantai. Pemandangan seluruh kota dapat terlihat dari sana. Namun, tak ada waktu untuk menikmati keindahan pemandangan itu sekarang, karena Aslan sudah kembali menggedor pintu dan berteriak marah. “Iya, aku buka sekarang!” Audri buru-buru berbalik dan memegang pegangan pintu. “Om mundur dulu,” pintanya lagi. “Ck, banyak mau!” Meski menggerutu, Aslan tetap mundur selangkah sambil memperbaiki handuknya yang terlilit di pinggang. Pria itu berkacak pinggang, wajahnya masih merengut kesal, menunggu pintu di hadapannya terbuka. Perlahan-lahan, Audri membuka pintu kamar Aslan. Ia melongokkan kepalanya dengan hati-hati. Lantas, saat melihat Aslan benar-benar berdiri sedikit lebih jauh dari pintu, barulah ia berani keluar dari kamar. “Sekarang bicaralah!” sambut Aslan tak sabar. “Om pake baju dulu terus kasih tahu aku di mana kotak P3K-nya. Aku bantu obatin luka Om sambil kita ngobrol.” Audri memberikan penawaran. Rahang Aslan mengetat sekilas, tatapannya berkilat tajam, namun detik berikutnya ia telah terkekeh geli sambil menyugar rambutnya pelan. “Anak kecil ini benar-benar punya nyali, ya?” gumamnya tanpa melepaskan tatapan elangnya dari sosok Audri yang memang jauh lebih kecil darinya. “Kalau begitu, minggir!” Audri mengangguk dan segera berlari kecil menjauh dari pintu kamar Aslan. “Kotak P3K-nya ada di dekat dapur,” seru Aslan yang sudah masuk ke dalam kamar. “Dapurnya di mana?” Audri balas berseru. “Cari sendiri!” Gadis itu membelalak dan mendengus kesal. Namun ternyata memang tidak sulit menemukan dapur di rumah Aslan. Letaknya tak jauh dari tangga menuju lantai dua dan ia menemukan kotak P3K itu menempel di dinding. Sepasang pria dan wanita yang usia dan ukuran tubuh mereka jauh berbeda itu kini telah duduk bersebelahan di atas sofa. Aslan tidak benar-benar berpakaian, ia hanya mengenakan celana olahraga, sementara tubuh atasnya terbuka. Memperlihatkan beberapa lebam dan luka di sana. Audri dengan telaten mengoleskan salep pada lebam dan obat antiseptik pada luka yang berdarah. Jemarinya yang lentik itu menyentuh kulit tubuh Aslan dengan lembut. Aslan menegakkan punggung, memberi akses pada Audri untuk mengobati beberapa lebam dan luka di daerah d**a dan perutnya. Tanpa Aslan tahu, bahwa gadis itu sedang mati-matian menahan diri. Bagaimana tidak, di depan Audri kini terpampang nyata badan seorang pria dewasa yang terpahat dengan sempurna. Yah, meski terdapat beberapa luka dan lebam, justru itu yang membuat tubuh Aslan terlihat semakin… menggoda. “Lama banget?” protes Aslan kemudian. “Ck, luka Om banyak.” Audri menjawab ketus. “Kenapa nggak bayar jasa perawat khusus gitu sih kalau sering luka-luka begini?” Wajah Aslan menggelap seketika, rahangnya mengetat, kedua tangannya mengepal kuat saat Audri menyebutkan ide soal membayar jasa ‘perawat khusus’. Aslan memilih menatap wajah Audri yang terlihat fokus untuk mengenyahkan kekesalan yang baru saja menjalari hatinya. Entah itu pilihan tepat atau tidak, tapi dari jarak sedekat ini, ia bisa melihat sepasang alis yang sedikit mengerut, mata bulat yang dinaungi bulu mata lentik itu terlihat menawan. Belum lagi hidung mungil Audri yang menggemaskan, dan… sepasang bibir tipis yang kemerahan. Aslan merasakan desir halus di dadanya saat ia menatap sepasang bibir milik Audri. Namun ia berdehem pelan dan bertanya. “Jadi apa tawaranmu?”

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Tentang Cinta Kita

read
215.1K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
152.8K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
296.1K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
173.3K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.6K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.7K
bc

TERNODA

read
193.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook