BAB 6

1114 Kata
Hari weekend bagi Milly adalah hari yang paling ditunggu-tunggu. Meskipun dirinya tidak menghabiskan waktu ke tempat rekreasi atau sejenisnya, tetapi Milly cukup sibuk dengan sederet aktifitas yang akan ia lakukan. Milly memulai pagi harinya dengan berlari pagi di halaman rumahnya yang luas. Seperti orang kebanyakan, meskipun hanya berlari di halaman rumah tetapi gadis itu juga mengenakan pakaian khas orang berjoging, juga beberapa peralatan pendukung lainnya. "Satu ..., dua ..., tiga ...." Milly mengabsen satu per satu angka di setiap langkahnya. Hingga putaran ketiga, Milly harus menghentikan langkahnya karena handphone miliknya terus saja bergetar. Segera ia memeriksa dan mendapati sebuah pesan dari nomor tidak dikenal. Saya di depan rumah kamu. Milly mengerutkan kening heran. Ini adalah pesan paling aneh yang pernah diterimanya dari seseorang yang tidak di kenal. "Orang aneh," cicitnya sembari menggelengkan kepala lalu kembali melanjutkan lari pagi yang sempat tertahan. Baru beberapa langkah berlari, suara Pak Nusi--satpam yang bertugas menjaga pos di depan--yang memanggil dirinya membuat gadis itu harus berhenti lagi. "Maaf, Non. Itu di depan ada orang yang bersikeras mau ketemu sama Non Milly," ucapnya memberi tahu. "Siapa?" Tanya Milly heran. Baru kali ini ada seseorang yang mencari dirinya. "Laki-laki, kata dia namanya Keenan, Non." Keenan? Untuk apa saudara laki-laki Karin ke rumahnya? Tidak ingin terjebak dalam rasa penasaran, segera Milly meminta Pak Nusi mempersilakan Keenan masuk. Sejenak Pak Nusi terdiam di tempatnya, pria berusia empat puluh tahun itu ragu apakah dirinya harus mengikuti permintaan Milly untuk mempersilakan orang asing masuk ke kawasan rumah mewah majikannya ini. Ia tahu persis untuk apa dirinya dipekerjakan di keluarga ini, yaitu untuk memastikan tidak ada satu pun orang asing masuk dan memastikan anak majikannya selalu aman. Melihat Pak Nusi yang tidak bergerak sama sekali dari tempatnya, Milly sangat tahu alasan di baliknya. Pak Nusi pasti takut dimarahi Ayahnya dan berujung di pecat dari pekerjaan yang sudah bertahun-tahun dijalaninya. "Bapak nggak perlu khawatir. Saya kenal dia. Lagi pula Ayah nggak akan tahu tentang ini," ucap Milly meyakinkan seolah tahu apa yang Pak Nusi pikirkan. "Baik, Non." Suara Pak Nusi terdengar ragu namun kakinya tetap membuka langkah untuk memenuhi permintaan anak majikannya. "Suruh dia temui saya di sini ya, Pak." Pak Nusi mengangguk ragu kemudian berlalu. Tiga menit kemudian Keenan datang menghampiri Milly dengan napas tersengal. "Hai," sapa Keenan kemudian mendudukkan diri di samping Milly. "Ternyata rumah kamu luas sekali. Saya sampai harus berlari supaya cepat sampai," sambungnya masih dengan nafas tersengal dan berusaha mengatur irama nafasnya. Milly menatap intens Pria di sampingnya. Memperhatikan Keenan dari ujung kepala hingga kaki. "Ada urusan apa Mas ke sini? Dan yang hubungi Milly tadi itu Mas Keenan?" tanya Milly berturut. Keenan mengangguk membenarkan bahwa dirinya yang sudah menghubungi Milly beberapa saat lalu. "Saya ke sini bukan karena ada urusan tapi karena saya kangen sama kamu," ucapnya santai. Mendengar sahutan Keenan yang mengejutkan sontak membuat Milly hampir tersedak. Lagi pula siapa yang tidak akan terkejut jika menjadi Milly? Pagi-pagi sudah mendengar kata manis dari seorang pria tampan. Tetapi bukan itu permasalahannya, permasalahan sebenarnya mereka tidak terlalu dekat untuk Keenan berbicara seperti tadi. Keenan menjentikkan jarinya tepat di depan wajah Milly yang mulai merah. "Hei! Kamu kenapa?" tanyanya. Milly merasakan seluruh wajahnya sangat panas. "Enggak kenapa-napa!" sahutnya segera. Keenan tersenyum lebar menampilkan gigi putih yang berjejer rapi. Rasa puas dalam dirinya saat memandang sang pujaan hati tidak terelakkan. Keenan seakan berada di dunia yang lain. Dirinya benar-benar dibutakan oleh gadis bernama Milly. Setelah merasa cukup puas dan membayar rasa rindunya pada Milly, Keenan segera berpamitan untuk pulang meskipun dirinya belum sampai sepuluh menit berada di sini. Milly benar-benar dibuat kebingungan oleh sikap Keenan. Untuk apa datang ke sini jika hanya sekadar bertatap muka sebentar. Bahkan percakapan mereka hanya sebatas beberapa kalimat dan pertanyaan yang tidak bermakna. "Bagi saya melihat wajah kamu sudah cukup meskipun sebentar. Jangan lupa simpan nomor saya. Saya pamit dulu kalau begitu." Keenan melambaikan tangannya, sekali lagi Pria tampan itu tersenyum lebar. Sesaat Milly hanya terdiam dan tidak membalas ucapan Keenan pada dirinya. Milly tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Yang pasti saat ini gadis berparas cantik itu sangat terkejut karena ulah Keenan. *** Keenan mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Kali ini dia tidak mengemudi dengan kecepatan tinggi karena ingin menikmati perjalanan dengan sang pujaan hati. Beberapa saat lalu saat dirinya akan meninggalkan kediaman Milly, gadis itu mencegatnya, meminta Keenan untuk membawa dirinya ke tempat yang pernah Keenan janjikan. Tidak ada kesenangan yang pernah membuat Keenan merasa sangat senang seperti pagi ini. Hari weekend yang seharusnya ia habiskan di rumah orangtua nya akan ia habiskan bersama Milly. Keenan mengedarkan pandangan ke samping, menatap lekat paras cantik gadis pemilik netra cokelat yang sudah menjatuhkan hatinya. "Bahkan dalam keadaan seperti ini kamu sangat cantik." Keenan membuka suara. Mendengar pujian yang Keenan berikan untuknya, Milly hanya terdiam. Bagaimana bisa dirinya sangat cantik seperti yang Keenan katakan padahal dirinya tidak memakai riasan bahkan setelah berolahraga dan berbau keringat. "Gombal kamu, Mas," sahut Milly terang-terangan. "Saya berkata jujur, Milly," balas Keenan tidak terima. "Lagi pula saya bukan tipe Pria yang akan menggombal untuk mendapatkan hati Wanita." Milly menarik napas dalam, tidak berniat untuk membalas sahutan Keenan lagi. Milly kembali memfokuskan diri untuk menikmati perjalanan. Entah kemana Keenan akan membawa dirinya, Milly sama sekali tidak ingin bertanya. Sedangkan di sampingnya Keenan terus saja menatapnya di saat menyetir. "Mas Keenan yang fokus kalau nyetir. Kita bisa kecelakaan loh," tukas Milly setengah kesal. Lantas Keenan langsung terkekeh geli, "Oke, saya akan fokus menyetir," ujarnya. Tidak ada percakapan sedikitpun yang terjadi diantara mereka. Masing-masing diri difokuskan akan pikiran masing-masing. Setelah menempuh perjalanan berpuluh-puluh menit mereka akhirnya tiba di tempat tujuan. Milly langsung dibuat melongo setelah tahu tempat yang mereka tuju adalah pasar. Apa yang menarik dengan tempat ini? Milly benar-benar dibuat tidak habis pikir. "Yang benar saja kamu Mas. Masa bawa Milly ke tempat seperti ini?" Sungutnya. "Kenapa memangnya? Tempat ini juga menyenangkan kalau kamu menikmati. Ayo turun." Ajak Keenan. Milly menarik nafas dalam, gadis itu menyesali perbuatannya. Jika saja tahu Keenan akan membawa ke tempat seperti ini, sudah pasti dia tidak akan meminta Keenan membawanya pergi. Tapi jika sudah seperti ini menyesal pun tidak ada gunanya. "Sini tangan kamu," ucap Keenan mengulurkan tangan. Orang-orang yang tidak tahu pasti akan berasumsi jika mereka adalah pasangan yang baru menikah jika dilihat bagaimana mereka saat ini. Seorang Pria dan Wanita pergi ke pasar sembari bergandengan tangan. Benar-benar seperti pasangan pengantin baru, bukan? "Mas, Milly mau tanya. Memangnya pasar sejauh ini, ya?" tanya Milly penasaran karena mengingat waktu perjalanan yang mereka tempuh cukup lama. Keenan menggelengkan kepalanya. "Sebenarnya pasar ini tidak jauh. Hanya saja saya sengaja memutari rute yang sama berkali-kali supaya lambat sampai nya." Milly membuka lebar kedua matanya. Kali ini Milly benar-benar dibuat tidak habis pikir dengan ulah Keenan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN