Milly duduk merenung di atas kasurnya. Mata gadis itu sembab karena menangis. Tangisannya sudah mereda beberapa saat yang lalu, yaitu saat Rosalie masuk ke kamarnya dan ikut duduk di sampingnya.
"Sayang. Bisa kamu ceritakan semuanya, apa yang terjadi akhir-akhir ini?" Rosalie berujar dengan suara lembut.
Milly mengangguk. Ia pun menceritakan semuanya pada Rosalie tanpa tertinggal sedikitpun. Siapa itu Keenan, dan kemana saja dirinya pergi selama Rosalie dan suaminya berada di luar negeri. Milly juga menceritakan pada Rosalie bahwa di luar sana tidak semenakutkan seperti orangtuanya beritahu selama ini. Tidak lupa pula Milly bercerita tentang Ibunda Keenan--Tante Elina--pada Rosalie.
"Ma, Milly ingin kehidupan yang seperti itu," ujarnya penuh harap.
Rosalie menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Lalu membelai lembut puncak kepala anak gadisnya.
"Sepertinya kamu senang sekali. Mama turut senang. Tapi ini semua tidak semudah yang kamu pikirkan. Kita melakukan semua ini untuk kebaikan kamu juga, Sayang."
Milly tersenyum miris, matanya mendelik usai mendengar jawaban Rosalie.
"Mama bilang ini semua untuk Milly? Ma, Milly itu manusia bukan burung ataupun boneka. Kalian mengurung Milly sendirian tanpa kalian pernah kasih waktu kalian untuk Milly. Kalian tahu betapa frustasinya Milly karena itu? Enggak 'kan?"
Hati Rosalie seperti dihantam anak panah dengan nyala api. Ia tidak bisa berkata apa-apa. Wanita itu tidak bisa menjelaskan apa yang tengah ia rasakan. Melihat Milly yang kembali meneteskan air mata, membuatnya merasa sangat bersalah.
Rosalie menipiskan jarak dengan Milly, wanita itu ikut menangis bersamaan dengan anaknya.
"Sayang. Maafkan Mama jika selama ini Mama sangat egois. Mama mohon, maafkan Mama." Tangis Rosalie pecah, ia tertunduk sembari memegangi dadanya yang sakit. "Mama akan bantu kamu mendapatkan kehidupan yang seharusnya. Mama janji." Sambungnya masih dengan tangisan.
Milly menghambur ke dalam pelukan Rosalie. Ia tidak akan mengira bahwa Rosalie akan berkata demikian.
"Lalu, bagaimana dengan Papa? Papa pasti nggak akan setuju."
Benar yang Milly katakan. Papanya adalah dalang dibalik semua ini. Entah apa tujuannya, yang jelas Mr. Andrew sangat membatasi interaksi Milly dengan dunia luar.
Bahkan kalau saja bukan Rosalie yang membujuk suaminya, Milly tidak akan pernah mendapat pendidikan di sekolah ataupun perguruan tinggi. Gadis itu hanya akan melakukan pendidikannya di dalam rumah.
Hari ini, untuk pertama kalinya Milly menumpahkan isi hatinya dan hal itu sukses membuat Rosalie merasa menjadi orangtua yang sangat buruk. Ia merasa telah gagal menjadi seorang Ibu. Selama ini ia hanya disibukkan dengan karir yang membuat dirinya berkilau. Sehingga melupakan anak gadisnya yang kian hari semakin meredup.
Ia menyesali perbuatannya. Seharusnya seorang Ibu akan membuat anaknya bersinar paling terang. Tapi yang ia lakukan hanyalah membuat Milly meredup, gelap gulita. Rosalie membulatkan tekad untuk menebus semua kesalahan yang ia lakukan. Untuk menebus kehidupan Milly yang ia rampas kebahagiaannya.
"Kamu nggak perlu khawatir. Mama akan membantu kamu bagaimana pun caranya."
***
Milly merasa sangat cemas menunggu kedatangan Rosalie. Sudah hampir satu jam berlalu sejak ia mengundurkan diri menemui Mr. Andrew untuk membicarakan permasalahan yang sedang terjadi.
Rasa gelisah yang merundung dirinya membuat gadis itu tiba-tiba merasa pusing. Sekujur tubuhnya basah oleh keringat gugup yang membuatnya semakin tidak nyaman. Segera ia mendudukkan diri di atas kasur.
"Tenang, Milly, tarik napas kemudian hembuskan." Gadis itu memberi aba-aba untuk menenangkan diri pada dirinya sendiri.
Sayup-sayup Milly mendengar suara ribut dari lantai satu. Gadis itu semakin menjadi tidak tenang. Milly pun bergegas keluar lalu menuruni undakan tangga dengan cepat.
"MAMA!" teriak Milly histeris saat melihat Rosalie yang terduduk lemas dengan bibir berdarah.
Gadis itu langsung menghamburkan diri memeluk Rosalie.
"Kamu lihat, Andrew? Lihat Putri kamu yang tidak bahagia ini!" Rosalie berujar getir. Suaranya hampir tidak terdengar jelas karena menahan sakit.
"Dan lihat Istri kamu yang tidak bahagia ini juga. Lihat kami Andrew!"
Detak jantung Milly seakan berhenti usai mendengar ucapan Rosalie. Apa maksudnya dengan seorang Istri yang tidak bahagia ini? Apakah bukan hanya dirinya yang tersiksa selama ini? Mungkin kah Rosalie juga mengalami hal yang sama?
Rosalie berusaha untuk bangkit dari duduknya. Meskipun kakinya bergetar hebat namun ia berusaha untuk tetap kuat dan berdiri tegap.
"Kami akan angkat kaki dari penjara mewah ini. Jangan cari kami lagi dan hiduplah dengan keegoisan kamu seumur hidup."
Rosalie meraih tangan Milly kemudian menggenggamnya erat. Ia harus segera mengajak putri semata wayangnya pergi menghilang dari kehidupan suaminya.
"Aku tidak akan membiarkan kalian melangkahkan kaki satu langkah pun keluar dari sini," tukas Mr. Andrew tajam. Matanya menyorot kedua wanita yang tengah bersiap pergi.
***
Malam ini Rosalie memilih untuk tidur bersama dengan Milly. Malam ini adalah untuk pertama kalinya setelah beberapa tahun mereka tidur di kasur yang sama. Malam hampir larut tapi tidak ada satupun dari mereka yang berhasil memejamkan mata. Milly terus saja menatap Rosalie yang juga tengah menatap dirinya.
Rosalie tersenyum manis, tangannya membelai lembut pipi Milly. "Sayang, kamu rela melepaskan semua yang kamu miliki untuk pergi dari sini?" tanya Rosalie. "Jika kita keluar dari rumah ini, maka kita harus memulai semuanya dari awal lagi. Kita akan pergi seolah kita menghilang dari dunia ini."
Milly mengangguk setuju. Lagipula apa yang dirinya miliki? Ia tidak memiliki apapun untuk dipertimbangkan. Asalkan dia bersama Rosalie, itu sudah lebih dari cukup untuknya.
"Kamu yakin tidak akan menyesali ini?" Rosalie bertanya sekali lagi dan Milly tetap mengangguk dengan yakin.
Pergi seolah menghilang dari muka bumi ini bukanlah hal yang berat untuk Milly. Lagi pula tidak ada yang akan kehilangan dirinya jika ia menghilang. Milly akan mempertaruhkan semua untuk hidupnya dan Rosalie.
Selama ini Milly tidak pernah tahu jika sang Bunda juga menderita sama seperti dirinya. Hanya saja Rosalie dapat bergerak sedikit lebih leluasa daripada Milly. Ia tidak pernah mengira betapa Mr. Andrew sangat kejam seperti ini.
Malam ini kedua Ibu dan anak itu saling membagi kesedihan dan kepedihan mereka. Dan menguatkan satu sama lain.
Malam ini juga adalah kesempatan mereka bersiap untuk pergi. Rosalie tahu ke mana ia harus membawa Milly. Berbekal keyakinan dan tekad yang kuat mereka akhirnya mantap untuk meninggalkan Mr. Andrew. Meskipun semua fasilitas mereka disita oleh Mr. Andrew, namun hal itu tidak menjadi penghalang untuk keduanya.
Tepat pukul satu dini hari, Milly dan Rosalie mengendap-endap keluar dari rumah. Tanpa satupun barang yang mereka bawa. Mereka hanya pergi membawa diri dan beberapa uang tunai di dompet Milly.