Milly merasa ada yang aneh dengan dirinya hari ini, mungkin karena kejadian tadi pagi membuat gadis itu sedikit menjadi dirinya yang lain. Selama ini gadis itu hanya diam seperti ikan yang terbawa arus air, mengikuti semua alur kehidupan yang orangtuanya buat, namun hari ini untuk pertama kalinya ia merasa harus mengakhiri kehidupan Milly yang menyedihkan itu.
"Mil, ngelamun apaan sih?" Karin menyikut pelan Milly, sontak gadis itu terkesiap karena kaget.
"Apaan sih? Gue nggak ngelamun." Milly berdalih.
Karin mengangkat bahunya sekilas. "Kali aja, by the way habis kelas Bu Sasmita lo mau ke mana? Ikut gue yuk ke toko buku," ajak Karin. "Udah deh nggak usah kebanyakan mikir, pokoknya lo harus ikut gue, ya," lanjutnya memaksa.
Milly menghela napas pelan. Kenapa gadis kutu buku ini selalu memaksa dirinya? Tapi, apa salahnya untuk mengikuti Karin? Selama ini Milly tidak pernah jalan-jalan bersama temannya. "Oke, gue ikut," balas Milly tersenyum.
Karin mengangkat jempolnya, gadis itu tersenyum lebar menunjukkan gigi putihnya yang berjejer rapi. "Gitu dong!"
Milly kembali mencoba fokus meresapi materi yang diberikan Bu Sasmita, mendengarkan dengan khidmat setiap kata yang keluar dari mulut wanita paruh baya yang memegang gelar sebagai dosen killer itu.
Drrtt..
Drrtt..
Milly memeriksa handphone miliknya yang bergetar karena sebuah pesan masuk, ternyata dari Rosalie.
Sayang, Mama dan Papa berangkat dulu, ya. Kamu jaga diri dan kalau ada apa-apa, kamu bisa hubungi Mama 24 jam. Love you, sweety.
Membaca pesan singkat tersebut, Milly hanya bisa tersenyum miris. Dengan cepat gadis itu meletakkan handphonenya di atas meja dengan posisi terbalik.
"Lo kenapa?" Karin bertanya heran, melihat ekspresi Milly yang tiba-tiba berubah menjadi masam membuatnya sedikit penasaran.
Milly hanya menjawab pertanyaan Karin dengan sebuah senyuman, lebih tepatnya sebuah senyuman yang miris.
***
Seperti yang telah direncanakan sebelumnya, Milly dan Karin berniat pergi ke toko buku untuk membeli beberapa buku novel incaran Karin. Mereka berdua bergegas cepat menuju parkiran, karena waktu luang hingga kelas berikutnya hanya berjarak satu jam tiga puluh menit saja.
"Mil, cepetan dikit dong. Kalau perlu kita lari aja." Karin mendesak agar Milly mempercepat langkahnya.
"Enggak bisa lebih cepat lagi, sepatu gue nggak memungkinkan untuk jalan cepat apalagi lari."
Lantas, Karin menoleh ke bawah untuk memeriksa sepatu apa yang Milly kenakan.
"Lagian lo mau kuliah atau kencan sih pakai sepatu begituan?" Karin merasa sangat heran saat melihat sepatu yang Milly kenakan.
"Kayak sepatu lo macam anak kuliahan aja, sepatu lo juga sama kali," balas Milly tidak terima.
Detik berikutnya mereka berdua terkekeh bersama, merasa lucu satu sama lain.
Nampak para mahasiswi berlarian ke arah area parkir dan membentuk sebuah kerumunan di sana. Milly dan Karin saling bertatapan heran, dalam kepala mereka bertanya-tanya ada hal menarik apa terjadi di tengah sana?
"Lo nggak berpikir untuk ke sana juga, 'kan?" Milly memastikan jika Karin tidak akan ke sana. "Soalnya gue males harus berkerumun dengan orang-orang." Sambung Milly menjelaskan.
"Jadi, lo tunggu di sini. Biar gue sendiri yang ke sana, penasaran gue ada apaan." Karin membuka langkah. Sedangkan Milly hanya menunggu di koridor.
Karin menerobos kerumunan mahasiswi yang terlihat gila akan sesuatu, membuat gadis itu semakin penasaran. "Mas Keenan?" seru Karin begitu melihat keberadaan Keenan di tengah kerumunan. Untuk apa saudaranya ke sini?
Keenan yang merasa namanya disebutkan lantas membuka langkah menghampiri Adik semata wayangnya. "Mana Milly?" ujarnya.
Seketika Karin dibuat tersedak saat mendengar pertanyaan Keenan yang menanyakan Milly.
"Jadi, Mas ke sini nyari Milly? Ada, tuh dia di sana." Kedua mata Keenan mengikuti arah yang ditunjuk oleh Adiknya, tempat di mana Milly berdiri menunggu Karin.
Tidak ingin membuang waktu, Keenan langsung membuka langkahnya untuk menghampiri Milly. Begitu pun dengan Karin yang mengekori Keenan tepat di belakang.
"Mas, jangan bilang kamu mau ngajak dia keluar? Kami udah janji mau ke toko buku," cegat Karin.
"Kalau gitu, biar Mas yang antar kalian berdua," sahut Keenan tenang.
"Hai," sapa Keenan setibanya di depan gadis yang ia cari.
Sejenak Milly merasa tidak nyaman dengan situasi ini, tiba-tiba menjadi bahan tontonan seantero fakultas membuatnya sangat kehilangan muka.
"Jadi, hari ini Abang gue yang bakal antar kita ke toko buku." Karin membuka suara untuk memberi tahu Milly.
Milly masih tidak membuka suaranya, gadis itu hanya menatap Karin dengan sangat lekat.
***
Dan di sinilah Milly berada, duduk di samping Keenan dengan Karin yang duduk di kursi belakang. Rasanya sangat canggung bagi Milly duduk bersebelahan dengan Keenan, seharusnya ia duduk saja di kursi belakang bersama dengan Karin.
"Mas?" panggil Karin.
Keenan hanya membalas dengan berdeham.
"Mas Keenan nggak sibuk? Terus tahu dari mana kalau kelas kita berakhir jam segini?" Karin melontarkan dua pertanyaan sekaligus.
"Mas nggak sibuk. Dan Mas juga tidak tahu kalau kelas kalian berakhir jam segini."
Karin membuka lebar kedua matanya. "Terus, kalau seandainya kelas kita tadi belum selesai, Mas Keenan bakal gimana?"
"Pulang," sahut Keenan singkat. Pria itu kemudian menatap sang Adik melalui spion tengah, memberi isyarat agar Karin segera menutup mulutnya.
Usai Karin menutup rapat mulutnya, suasana di dalam mobil pun berubah senyap seketika. Milly hanya diam dan memfokuskan pandangannya ke jalanan dan mobil yang berlalu lalang. "Ternyata keadaan di luar sana sangat berbeda dengan di dalam sini," batinnya, ia kembali mengingat malam di mana ia berada di pinggir jalan untuk pertama kalinya. Dan hal itu sukses membuat Milly bergidik ngeri.
Dua belas menit mereka menempuh perjalanan hingga akhirnya sampai di tempat tujuan. Di saat Karin dan Keenan keluar secara bersamaan, Milly tetap duduk di kursinya dan merasa ragu untuk ikut keluar. Keenan yang mengira jika Milly meminta dirinya untuk membukakan pintu, lantas segera membuka pintu untuk Milly. Namun gadis itu tetap duduk di kursinya.
"Milly, sampai kapan lo pengin duduk di situ?" Karin bertanya heran.
Milly menarik napas dalam, memandang Karin dan Keenan secara bergantian.
"Sebenarnya gue sama sekali nggak pernah ke tempat seperti ini. Orangtua gue selalu bilang, kalau tempat seperti ini sangat berbahaya," sahutnya.
Keenan menerbitkan senyumnya, Pria itu sedikit berjongkok untuk mensejajarkan dirinya dengan Milly.
"Kamu tidak perlu takut tentang apapun. Di sini ada saya yang akan memastikan keselamatan kamu dan juga Karin." Cicitnya, tangannya terulur menunggu sambutan tangan Milly.
Bagaimanapun, Milly tidak tahu harus mempercayai ucapan Keenan atau tidak. Nyatanya, ketakutan itu sudah ditanamkan oleh orangtuanya sejak lama sekali, saat dirinya masih kecil. Dengan sedikit perasaan bimbang, Milly menyambut uluran tangan Keenan.
Karin memajukan langkah untuk menipiskan jarak antara dirinya dengan Milly, tangan gadis itu melingkar erat di lengan Milly.
"Ayo! Kita hadapi ketakutan lo bersama-sama! Mulai hari ini kita adalah sahabat sejati!" seru Karin penuh semangat.
Mendengar seruan Karin, membuat Milly merasa seperti terlahir kembali. Sekarang ada Karin dan Keenan berada di sisinya. Yang artinya, kehidupan Milly mulai ada harapan dengan masuknya dua cahaya terang untuk menerangi kehidupannya yang gelap.