BAB 4

1052 Kata
Milly merasakan sekujur tubuhnya basah akan keringat. Sedari tadi jantungnya berpacu sangat cepat membuat produksi kelenjar keringat dalam tubuhnya meningkat. Mendadak Milly merasa sangat pusing. Suara bising di tempat ini ataupun lalu lalang pengunjung lainnya membuat Milly cemas, bagaimana jika sesuatu yang buruk akan menimpa dirinya seperti yang orangtuanya gambarkan selama ini. "Dunia ini kejam, Milly! Banyak orang jahat di luar sana yang siap kapanpun untuk melukai kamu." Kata-kata itu terus berputar berulang kali di kepala Milly. Membuat dirinya semakin dikerubuti rasa takut. Keenan yang melihat raut wajah Milly yang pucat lantas tersenyum geli. Sesuatu begitu menggelitik dirinya saat melihat Milly begitu ketakutan setengah mati. "Kemana saja kamu selama ini, hm?" tanya Keenan pada Milly. Tangannya langsung meraih jemari gadis itu kemudian menggenggamnya erat. "Jangan takut! Kamu pasti aman. Dan kamu juga akan menyukai tempat ini nanti," seru Keenan yakin. Namun bagi Milly itu semua tidak mudah. Apa yang ditanamkan pada dirinya selama ini sudah begitu mendarah daging, sudah menyatu dengan dirinya. Ketakutan itu jelas sudah menjadi dirinya sejak lama. Kata-kata Keenan beberapa saat tidak akan begitu berpengaruh untuknya. Meski begitu, Milly harus berusaha melawan ketakutannya meski dirinya tidak punya cukup nyali untuk bertarung melawan. Satu hal yang Milly tahu pasti, bahwa sekarang di sampingnya ada dua orang yang akan menjaga dan menemani dirinya melewati semua ini. "Hey. Percaya sama diri kamu sendiri. Ayo pergi!" seru Keenan lagi. Melihat sikap lain Keenan terhadap Milly membuat Karin sedikit terkejut. Tidak pernah sekalipun ia melihat sang kakak begitu manis kepada lawan jenis selain dirinya dan sang Bunda. Sejenak Karin dibuat berpikir apakah kakaknya ini sedang jatuh cinta kepada temannya bernama Milly itu? Ah, ini adalah kabar baik jika benar terjadi. Selama ini Keenan begitu dingin dan misterius. Jika ada setitik cinta hadir dalam hatinya, mungkin kegelapan itu akan berubah menjadi cahaya rembulan biru yang terang dan indah. Memikirkannya saja Karin sudah senang setengah mati. "Mil, bener apa yang Mas Keenan ucapkan. Kamu harus percaya pada diri kamu sendiri. Ayo pergi!" imbuh Karin ikut menyahut. Milly masih membungkam rapat mulutnya. Manik coklat gadis itu menatap dalam pada dua orang yang berada di sampingnya. Kemudian ia beralih menatap orang di sekeliling. Benar yang Keenan dan Karin katakan bahwa ia harus mempercayai dirinya sendiri. "Aku percaya sama kalian berdua!" Suara Milly terdengar sedikit gemetar. Kedua sudut bibirnya terangkat perlahan. Mereka bertiga berjalan bersama. Banyak pasang mata yang tidak bisa melepaskan pandangan pada ketiga orang yang tengah berjalan ini. Pesona mereka benar-benar tidak terbantahkan. *** Milly berjalan menyusuri satu per satu rak buku novel untuk mencari novel yang akan membuatnya jatuh cinta dan merasa dirinya lah sang tokoh utama. Tentu saja ditemani oleh Keenan yang sejak tadi berlagak seperti seorang bodyguard. Sedangkan Karin sudah hilang entah kemana. Sepuluh menit yang lalu Karin meminta izin memisahkan diri, alasannya ia hendak berkelana ke dalam dunianya yang lain. Tentu saja dunia novel yang ia maksud. Setelah menolak beberapa buku novel bergenre mulai dari romantis hingga fiksi, akhirnya Milly menemukan novel pilihannya. Baru saja ia membaca beberapa kata yang tertulis, Milly sudah berada di dunia lain. Matanya berbinar karena jatuh cinta dengan setiap kata sang penulis. "Are you okay, Princess?" Suara Keenan menginterupsi lamunan Milly. Segera gadis itu tersadar kemudian salah tingkah sendiri. "Mas Keenan bilang apa tadi? Princess?" Milly bertanya untuk memastikan dirinya tidak salah dengar. Keenan mengangguk mantap. "Ya, princess!" sahutnya mengulangi ucapannya tadi. Milly menautkan kedua alisnya. "Aneh!" Suara Milly hampir tidak terdengar namun tetap tertangkap oleh telinga Keenan. "Aneh kenapa?" tanya Keenan sedikit heran. "Ah! Enggak. Maksud Milly, ayok ke kasir!" dalihnya seraya membuka langkah menuju kasir. Usai membayar Keenan mengajak Milly untuk duduk sembari menunggu Karin selesai menjelajahi dunianya. Sekali lagi Milly dibuat tegang karena harus duduk di tempat ramai. "Boleh saya bertanya sama kamu?" Suara Keenan terdengar lembut saat mengucapkan itu. Milly mengangguk pelan. "Benar ini pertama kalinya kamu ke tempat seperti ini?" tanya Keenan ragu. Milly menyahut dengan sebuah tatapan nanar. Matanya seakan mewakili mulutnya yang terasa kelu untuk mengucap sepatah kata YA. "Lalu bagaimana dengan kampus? Di sana juga ramai, bukan?" tanya Keenan lagi. "Karena mereka nggak pernah bilang kalau sekolah atau kampus itu berbahaya. Mereka hanya menanamkan tempat lain sangat berbahaya." Salah satu alis Keenan terangkat ke atas. "Mereka?" ucapnya membeo dan merasa semakin bingung dibuatnya. "Mama dan Papa." Milly tertunduk lesu. Keenan semakin dibuat penasaran oleh gadis bernama Milly ini. Seumur hidupnya baru kali ini dirinya tertarik dengan kehidupan orang lain. Keenan semakin ingin mengetahui lebih banyak tentang Milly. Perbedaan jalan kehidupan antara dirinya dengan Milly membuat Keenan seperti tertantang akan sesuatu. Dalam lubuk hatinya mengatakan bahwa dirinya harus membuat Milly menjadi miliknya. Keenan mengulurkan tangannya, mengusap gemas puncak kepala Milly, "Karena sudah berada disini, ayo ikut saya!" seru Keenan seraya beranjak. Sedangkan Milly masih diam di tempatnya, ragu untuk mengikuti Keenan yang terlihat sangat antusias dari sebelumnya. "Kalau kamu ingin merasakan kehidupan normal, ayo ikuti saya dan nikmati waktumu," tukas Keenan. Seperti mengucapkan mantra sihir, setelah mendengarkan kalimat itu Milly seketika seperti terhipnotis. Tanpa ragu ia mengikuti Keenan dengan perasaan yang berdebar. Kehidupan normal yang selama ini ingin sekali Milly rasakan. Kini berada di depan mata. Keenan mengajak Milly berkeliling ke setiap sudut tempat yang menjadi favorit setiap orang untuk melepaskan penat. Pada mulanya reaksi Milly masih ragu-ragu namun akhirnya gadis itu perlahan menjadi lebih santai dan menikmati setiap sudut tempat. "Bagaimana kalau satu cone ice cream untuk menemani bersantai?" tawar Keenan. Milly mengangguk senang. "Setuju!" serunya antusias. "Matcha flavor, ya!" sambung Milly tanpa sungkan. Perasaan Milly berangsur mulai berubah. Semulanya ia sangat takut namun kini ia menjadi lebih santai dan menikmati. Ternyata seperti inilah dunia seharusnya. Bukan terkurung di dalam sangkar yang selalu mengurung dirinya seperti burung love bird. "Makasih ya, Mas. Aku senang banget berkat kamu," cicit Milly riang. Keenan terkekeh geli. "Ini masih belum seberapa. Masih ada banyak hal lagi yang akan membuat kamu lebih senang daripada ini," sahut Keenan. "Oh ya?" Keenan mengangguk pelan. "Nanti saya akan membawa kamu ke tempat yang akan membuat kamu senang. Dan membayar semua rasa kesepian kamu selama ini." Milly langsung membayangkan meski tidak tahu tempat apa yang Keenan maksud. Yang jelas dirinya sudah tidak sabar untuk pergi ke sana. "Rasanya seperti bermimpi saja. Ya Tuhan aku senang banget," teriak Milly dalam hati. "Sekarang waktunya kamu kembali ke kampus. Kita tunggu Karin, dia sudah menuju ke sini," ucap Keenan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN