"Kita pulang sekarang saja, Mas." Inaya melepas genggaman tanganku setelah aku mengatakan perihal kondisi Dewi. Bulan madu yang seharusnya berakhir indah seperti yang aku harapkan, justru berujung kekecewaan karena Inaya mengajakku pulang malam ini juga. Sebenarnya aku mengkhawatirkan kondisi mantan istriku juga janin dalam kandungannya, karena walau bagaimanapun janin itu adalah calon anakku. Namun, aku pun tidak ingin merusak kebersamaan dengan Inaya yang baru saja kami nikmati tiga hari di sini. Dilema. Lagi, aku harus dihadapkan pada pilihan sulit yang memaksaku mengorbankan salah satunya. "Mas tetap pada keputusan awal. Kita akan pulang besok sesuai jadwal sebelumnya," putusku akhirnya. "Mas yakin? Apa Mas tidak mengkhawatirkan calon anak kalian?" Inaya menyipitkan mata. Seak

