"Terkadang kita tidak menyadari karma datang kapan saja dan tanpa bisa di cegah."
****
Agni membuka matanya. Saat dia sadar dia berada di sebuah rumah sakit. Pikir Agni saat ini mungkin ARTnya yang membawa dirinya ke rumah sakit. Hanya saja ia merasa ada Gina di sisinya tapi tidak ada satu pun orang di sini. Apa mungkin dia merindukan sahabatnya saat ini?
"Non sudah sadar? Saya panggilkan dokter dahulu ya!" melihat ARTnya berlari memanggil dokter Agni hanya tersenyum saja. Di rumah perempuan tua itu yang selalu menemaninya. Walau terkadang Agni ingin menyerah dengan pernikahannya. Apalagi ketika keluarga Andra mengatakan dirinya mandul, hatinya sangat amat hancur. Jujur penikahan dia dengan Andra juga baru berjalan 6 bulan lebih, menurut Agni masih wajar jika dia belum juga dikarunia anak. Bisa saja karena kesibukannya di kantor, atau mungkin karena dia juga stress dengan lingkungan rumahnya atau yang paling penting Tuhan belum menitipkan anak padanya karena takut dia tidak bisa menjaga buah hatinya di saat dia mengandung nanti. Semua alasan itu bisa saja bukan? Tapi di mata ibu mertuanya dan yang lain Agni adalah perempuan gagal.
"Ibu Agni," kata dokter yang kini memandang Agni dengan sendu. Dokter perempuan yang datang menatap Agni dengan wajah seriusnya. Ia harus menyamar seakan-akan dia tidak mengenal Agni saat ini. Sedangkan ART di samping sang dokter setia menunggu kabar terbaru mengenai majikannya demi melaporkan pada atasannya. Karena majikannya meminta dia terus mengabari perkembangan Agni setiap harinya.
"Sebelumnya saya mau mengucapkan selamat atas kehamilan Ibu Agni." perkataan dokter tersebut membuat Agni menutup mulutnya tidak percaya. Anak yang selama ini dia tunggu, akhirnya datang ke dalam hidupnya. Agni akan memberitahu Andra sekarang! Ah, nanti saja Andra sedang sibuk bekerja. Agni akan memberitahu mereka semua setelah mereka ada di rumah. Agni harap mereka akan berubah sikap setelah Agni mengandung anak Andra. Agni bahagia sekali saat ini.
"Namun, ada masalah di tubuh ibu Agni. Kondisi ibu yang lemah dan kurangnya nutrisi membuat ibu harus bedrest di sini. Jadi, saya mohon pada ibu untuk memperhatikan makanan. Jangan terlalu banyak pikiran karena kasihan bayinya. Mengingat kemarin ibu jatuh pingsan, saya akan tetap pantau kondisi kesehatan ibu terus,” kata dokter tersebut.
Agni menganggukkan kepalanya dan dia teringat akan satu hal, “Beberapa hari lalu, saya sempat flek apakah itu berbahaya.” perkataan Agni membuat Dokter di depannya menatap Agni dengan wajah seriusnya, “Flek yang ibu alami apakah sampai berhari-hari dan ada rasa sakit atau semacamnya?” di tanya seperti itu Agni tentu saja kembali mengingat apa yang terjadi beberapa hari yang lalu.
“Tidak ada rasa nyeri si, Dok. Fleknya itu juga cuma satu hari saja. Selebihnya saya lemas sampai jatuh pingsan seperti kemarin.” menjawab pertanyaan dari Dokter, Agni tentu saja berharap tidak terjadi apa-apa dengan anaknya kelak. Karena Agni berharap jika anaknya nanti akan menjadi teman terbaik di saat orang-orang di rumahnya tidak bisa menerima situasi Agni saat ini. Jujur Agni berharapnya anak ini menjadi alasan Andra dan keluarganya akan berbaik hati padanya. Setidaknya Agni ingin semua kembali seperti dulu sebelum kedatangan Anjani. Sebelum perempuan itu mengancam suaminya hanya karena beberapa organ milik keluarganya yang ada di tubuh suaminya. Mengingat hal itu balas budi, Agni tidak bisa mengutarakan isi kepalanya. Makanya, Agni selalu berdoa kepada Tuhan untuk diberikan petunjuk yang terbaik atas kehidupannya kelak.
“Baik, coba kita lihat kondisinya si bayi ya.” Dokter tersebut meminta bantuan suster untuk mengambil alat USG, demi menenangkan ke khawatiran Agni yang sangat takut anaknya terjadi apa-apa. Terlihat jelas dari mata indah perempuan yang sejak tadi terbaring di tempat tidurnya.
Agni tersenyum saat perutnya di olesi sebuah gel, lalu alat tersebut mulai berada di atas perutnya sambil dia melihat ke arah layar. Jika usia bayinya sudah empat bulan adanya, kenapa dia tidak merasakan kehidupan di dalam perutnya? Kenapa dia tidak tahu tanda-tanda kehamilan seperti pada umumnya? Yang ada dia malah sakit-sakitan dan Andra hanya meminta dia ke rumah sakit jika dia merasa tubuhnya tidak enak. Memang Andra sudah lama berada di luar kota. Sebulan lebih sudah Andra di sana. Hanya saja Andra belum memunculkan tanda-tanda akan kembali, apakah mungkin pekerjaannya di sana sangat banyak? Agni sangat membutuhkan Andra di sini. Agni ingin di manja Andra. Agni merindukan suami yang tengah mencari uang demi dirinya dan anak-anaknya.
“Wahh sepertinya anak ibu mau berkenalan dengan ibunya. Jenis kelaminnya perempuan. Bayinya juga sehat. Hanya saja beratnya masih kurang untuk anak seusianya. Jadi, saya harap ibu bisa memperhatikan lebih nustrisi ibu. Jika memang tidak nafsu makan usahakan makan walau sedikit, sebab ibu sekarang ada bayi di sini. Jadi mau tidak mau ibu juga wajib memberikan dia nutrisi. Jika memang terjadi flek kembali tolong beritahu saya, saya akan coba lakukan USG transvaginal, takutnya ada sesuatu di dalam yang tidak terlihat dalam mesin USG biasa,” kata Dokter membuat ART di sampingnya mengetik sesuatu untuk seseorang, Dokter itu yakin pasti dia lah yang melaporkan segala hal pada majikannya terlihat dia sangat serius sekali mendengar penjelasannya.
“Baik, Dokter! Kira-kira kapan saya akan pulang?” tanya Agni karena dia tidak sabar memberitakan hal ini pada suaminya. Jangan tanya apakah Agni tidak memiliki ponsel? Tentu saja memilikinya. Hanya saja pasti ponsel tersebut tersimpan rapi di kamarnya dan ART nya tidak berani membawa benda miliknya itu. Karena seingat Agni ART dikediamannya tidak pernah mau menyentuh barang-barang seperti itu, kata mereka si takut rusak. Padahal mah Agni biasa saja. Makanya sekarang melihat ARTnya memegang ponsel jadul membuat dia sedikit tersenyum, mungkin dia bisa meminjam untuk memberitahukan Andra nanti kalau anak pertama mereka adalah perempuan.
“Seperti yang saya katakan di awal. Jika kondisi ibu Agni sudah stabil dan nutrsi anaknya sudah terpenuhi dengan baik. Ibu bisa keluar dari tempat ini. Ada lagi yang mau ibu tanyakan?” tanya Dokter yang menatap Agni dengan wajah seriusnya. Ada sebuah rahasia yang harus dia katakan pada Agni, hanya saja dokter tersebut tidak bisa melakukannya di depan ART atau pun di lokasi ini. Entah kenapa dia merasa sedang di awasi oleh seseorang yang keberadannya tidak ada di sini.
“Untuk sekarang ini tidak ada, Dokter. Terima kasih banyak sudah memeriksa saya dan menyarankan hal-hal baik pada saya,” kata Agni tulus berterima kasih pada dokter di depannya yang sejak tadi seakan ragu membicarakan sesuatu padanya. Apa mungkin dia meminta ARTnya untuk mencari sesuatu?
“Ibu, bisa tolong ke rumah ambilkan pakaian lengkap, Agni?” tanya Agni membuat ART tersebut menatap Agni dengan wajah khawatirnya.
“Ibu tenang saja, Agni sudah membaik.” karena perintah majikannya ART itu memilih undur diri, dia juga harus menyiapkan segala hal selama Agni di rawat di rumah sakit ini.
Mengingat ARTnya sudah pergi, Dokter tersebut mau mengutarakan apa yang ada di kepalanya, “Ada kabar buruk, Gin—“
“Nona, tadi ART bilang nona butuh pakaian selama di rawat di sini. Ini saya bawakan semuanya.” muncul seorang berpakaian hitam dengan wajah nan rupawannya. Di belakang lelaki itu ada ART tadi yang kembali ke tempatnya. Merasa tidak ada kesempatan untuk berbicara, alhasil dokter tersebut undur diri. Dugaan sementaranya tepat. Pasti ruangan ini sudah dilakukan penyadapan supaya tidak ada yang bisa membawa Agni pergi dari kegilaan seseorang.
“Baiklah, karena keluarganya sudah kembali. Saya undur diri. Jika butuh sesuatu tolong tekan saja tombol ini nanti akan ada suster yang membantu. Permisi semuanya!” lelaki berpakaian hitam nan tampan itu mengikuti keluar ruangan bahkan dia menarik tangan dokter itu untuk mengikuti dirinya. Mengikuti dirinya untuk masuk ke delam bilik kamar mandi dan menunjukkan sesuatu yang membuat dokter itu menahan nafas. Jujur dia tidak mau jadi korban selanjutnya dari kegilaan seseorang.
“Jika tidak mau terjadi hal buruk pada Nona, ikuti permainan ini. Tempat ini banyak mata-mata dan banyak yang memperhatikan Nona. Jadi, saya harap anda bekerja sama dengan baik, jika tidak ingin terjadi hal buruk padanya.” Dokter tersebut hanya menganggukkan kepalanya. Dia takut dengan lelaki di depannya. Dia takut pisau yang dibalik tubuhnya akan melukai dirinya. Untuk saat ini dia hanya bisa mengangukkan kepalanya. Lepas lelaki berpakaian itu pergi, dokter tersebut merosot ke lantai dan menghubungi seseorang sambil menangis.
“Aku takut. Aku takut Agni terluka.”
****