6. Perasaan Bagas

1108 Kata
Flash back . . . Berada di 2 pilihan yang menurutnya sulit. Itulah yang dialami Bagas sekarang. Bukannya malah senang, malah susah menurutnya. “Fara juga menyukaimu dan kamu tahu itu kan?” Alejandro alias Ale, teman seperkumpulan basketnya, memberitahukan itu kepada Bagas. “Ya aku tahu!” jawab Bagas dengan singkat, seakan ia sedang memikirkan sesuatu. “Kenapa kamu tidak menerimanya?Bukankah kamu juga menyukainya?” tanya Ale dengan hati hati, ia ingin sebuah kepastian. Bagas menatap ke suatu arah, namun sebenarnya Bagas tidak fokus di sana, ia sedang membayangkan dan melamunkan hal yang tak bisa ia bagi kepada orang lain, lalu mendesah dengan keras seolah beban yang ia tanggung itu sangatlah berat. “ Hay, Gas! Kamu ini . . . aku sedang ngajakin kamu bicara nih?” Ale kembali memecah fokusnya sehingga lamunannya harus buyar detik itu juga. “Aku harus pergi!” katanya sambil membereskan barang barang dan tumbler kesayangannya. “ Gimana dengan Fara, Gas?” tanya Ale kembali. “Sebenarnya apa sih yang membuatmu ngotot untuk tahu perasaanku terhadap Fara? “ tanya Bagas dengan dingin, ia tk ingin seorang pun tahu apa yang saat ini ia rasakan sama Fara. “Aku hanya tak mau bersaing dengan ketua basket sekaligus ketua OSIS yang terkenal macam kamu, Gas! Karena jelas aku takkan bisa menyaingin kamu. Aku akan menghormati pilihan kamu dan tidak akan menikung kamu, kalau kalian sama sama suka!” kata Ale dengan tegas. “Jadi kalau aku membalas perasaan Fara, kamu akan mengalah?” tanya Bagas dengan menatap tajam Ale, yang merupakan rekannya di organisasi basket yang mereka tekuni. “Iya!” sahut Ale tanpa banyak berpikir. Ia tahu kalau Fara menyukai Bagas, tapi kalau Bagas tidak menyukai Fara, maka ia akan berjuang untuk mendapatkan Fara. Bagas melanjutkan acara packingnya, membuat Ale kesal, karena merasa kalau Bagas tak menjawab pertanyaannya. “Lalu?Apa jawabanmu?” tanya Ale tak sabar. “Kamu lihat tumbler yang sering aku bawa ini?” tanya Bagas tanpa mengalihkan perhatiannya dengan barang barang yang hendak ia bawa pulang. “Ya . . . semua orang juga tahu kalau kamu dan tumbler itu tak terpisahkan. Jadi kamu menyukai tumbler daripada manusia?” ejek Ale yang hanya membuat Bagas menyunggingkan senyum di wajahnya. “ Aku selalu membawanya dan tak pernah terpisah dengan benda ini karena tumbler ini pemberian dari Fara!” jawabnya singkat tanpa menoleh sama sekali kepada Ale yang menatapnya dengan cengo. “Jadi kamu sudah tahu jawabannya tanpa aku harus bercerita panjang dan lebar kan? Kamu tahu, aku bukan orang yang suka mengumbar kata kata. Mungkin orang bisa saja bilang kalau aku itu orangnya pendiam, datar dan dingin . . . karena ya memang aku lebih suka untuk membuktikannnya lewat perbuatan kalau aku itu menyukai seseorang lebih dari yang orang lain tahu!” katanya sambil beranjak, karna ia sudah mengemas semuanya meninggalkan Ale yang hanya bisa menatap punggung sang ketua basket yang perlahan menjauhinya. Ale menelan salivanya dengan kasar, setelah pengakuan besar dari seorang Bagas yang memang ia ketahui dekat dengan Fara dan Una, dua wanita cantik yang menjadi sahabat Bagas dari sejak masa putih biru. . . . Tentunya apa yang kita pikirkan belum tentu seperti apa yang kita harapkan kan? Begitupula dengan apa yang terjadi sama Bagas, Una dan juga Fara. Kondisi Una yang sudah lama diketahui dengan baik oleh Bagas itu, membuatnya lebih memilih Una daripada Fara yang sehat wal afiat. “Aku menyukaimu, Gas! Itulah sebabnya aku tak mau kamu tahu penyakitku! Aku gak mau kamu akhirnya kasihan sama aku!” sergah Una yang kemudian ikutan kesal ketika Bagas marah, kenapa Una tak mengatakan kondisinya yang rapuh. Penyakit yang dimiliki oleh Una . . . yang membuatnya pingsan waktu itu. Hal itu membuat Bagas akhirnya mengetahui rahasia besar seorang Ayuna Safitri. Una sakit dan Una juga menyukainya. Ah kenapa sesulit ini memilih ? Flashback end~ *** “Apakah kamu benar mencintaiku, mas?” tanya Fara yang merasa perlu mendengar apa yang dirasakan oleh sang suaminya sebenarnya. Pertanyaan menohok yang membuat Bagas seperti tersedak tiba tiba. “Hah?” “Kamu kok malah kayak orang kebingungan sih mas? Kalau kamu gak mau menjawab apa yang aku tanyakan, juga gak apa apa kok!” kata Fara dengan nada yang lembut, ia tak ingin membuat Bagas merasa tersudut. Ia tahu kalau tanpa cinta pun seorang laki laki bisa saja bercinta dengan seorang wanita. Kemudian Fara tak lagi mau menunggu jawaban dari Bagas, dengan tubuh yang masih polos ia berusaha beringsut untuk turun dari tempat tidur untuk membersihkan diri, namun lengan kekar dan pelukan di perutnya yang masih tak menggunakan sehelai benang pun itu menahannya turun dari ranjang pengantin milik mereka berdua itu. “Ra, sayang . . .”suara baritone itu mencegahnya turun. “Mas, aku mau membersihkan tubuh dulu.” pinta Fara dengan suara lembut kepada sang suami tanpa mau menatap wajahnya. Bagas tahu kalau Fara tak akan puas selama ia tak menjawab pertanyaan dari Fara. “Jangan marah!” kata Bagas sambil tetap memeluk perut polos Fara dan tangannya yang nakal berusaha merayu sang istri dengan meremas d**a besar Fara yang menggoda. “ Mas . . . arghh!” Desahan kecil dari bibir Fara lolos juga. “Aku mencintaimu, Ra! Sungguh . . .” katanya mengiba. Satu perkataan yang membuat kaki Fara seakan tak lagi menjejak di bumi. Tubuhnya menegang sempurna dan bahkan saat ini ia merasakan di awang awang, sampai tak menyadari kalau tubuhnya saat ini kembali di jajah oleh Bagas yang kembali ingin menikmati tubuh polosnya yang sudah ada dalam kuasa tangannya. Katakanlah Bagas bersenang diatas penderitaan sang istri pertamanya, tapi Bagas tak bisa munafik kalau tubuh Fara yang saat ini berada dalam rengkuhannya itu sangat menggairahkan dan bisa memuaskan hasrat kelaki lakiannya. Sehingga ia ingin terus mencecapnya. Milik Fara terasa sangat sempit dan begitu mencengkeram miliknya, membuat Bagas ingin mengulangnya lagi dan lagi. Padahal Fara sudah pernah melahirkan tapi entah kenapa miliknya itu terasa sempit dan terasa berdenyut denyut seperti menyedot miliknya. Bagas tidak melewatkan kesempatan hari ini untuk melakukan apa yang kini menjadi candu buatnya. Fara pun membiarkan apa yang ingin Bagas lakukan pad tubuhnya, ia juga tak menolak. Pernyataan cinta Bagas tadi membuat tubuhnya ringan dan membuatnya menerima dengan sukacita semburan benih Bagas yang tak henti hentinya membasahi lahannya bercocok tanam. Mudah mudahan memang lahan itu sedang subur suburnya, sehingga apa yang diinginkan oleh keluarga Wikatama akan segera tercapai. Melihat istrinya yang pasrah, maka Bagas lebih bersemangat dalam melakukan kegiatannya, tentunya dengan dalih supaya keturunan Wikatama akan segera ada di dalam rahim sang istri. Padahal, emang dasarnya Bagas baru kali ini merasakan kenikmatan bercinta yang tiada tara dengan Fara, sehingga ia ingin lagi . . . lagi . . . dan lagi!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN