Jarum jam menunjukan pukul 7 pagi, hawa pagi ini terasa lebih dingin karena hujan deras yang turun sejak semalam tak kunjung reda.
Pandji mengamati istrinya yang masih nyaman bergelung diatas kasur dengan dibalut selimut tebal yang menutupi tubuh polosnya hingga ke leher.
Pandji mengelus pelan rambut coklat milik istrinya, merambat hingga ke pipi sang istri dimana terdapat bekas lelehan air mata yang mengering.
Hati Pandji sedikit tercubit mengingat betapa pilunya tangis Kinanthi semalam.
Flashback on
Pandji membuka kaitan bra kinanthi dengan cekatan. Dengan lihai ia memainkan d**a sintal istrinya.
Kinanthi mendesah hebat kala Pandji mengulum puncak dadanya.
"Ndji....ahhh..sthhoopphhh..pliss"
Racau Kinanthi meminta Pandji untuk berhenti. Namun tak dihiraukan oleh Pandji.
"Ndji..hikss..hikss" seketika Pandji menghentikan permainannya di d**a sang istri.
Pandji menatap wajah Kinanthi yang sudah basah dengan keringat dan air mata yang jatuh mengadak sungai disusut mata indahnya.
Tubuh Kinanthi bergetar hebat, membuat Pandji merasa aneh sekaligus kasihan.
Kinanthi memejamkan matanya sangat erat dengan air mata yang terus mengalir.
"Hey.. Nan.. kenapa hem?" tanya Pandji lirih sambil menghapus air mata Kinanthi.
Tiba-tiba Kinanthi memeluk erat Pandji yang berada di atas tubuhnya.
"Kenapa?" Tanya Pandji lirih
"Aku nggak bisa Njdi.. Aku takut.. Hikss." jawab Kinanthi sambil terisak.
"Yasudah tidurlah.. Aku akan menyelesaikan permainanku di kamar mandi." ucap Pandji sambil melepas pelukan Kinanthi dan berjalan lesu ke kamar mandi.
Setelah menyelesaikan permainan solo-nya, Pandji keluar kamar mandi dengan berbalut handuk putih yang menutupi pinggul hingga lututnya.
Pandji menatap kinanti yang kini duduk bersandar di kepala ranjang, tangannya memegang ujung selimut untuk menutupi tubuhnya yang naked, sambil menutup matanya dengan lelehan air mata yang menganak sungai di pipinya. Ia menangis tanpa suara.
Pandji menghela nafas dengan kasar, mengapa istrinya ini bertingkah seperti anak gadis yang habis diperkosa.?
Pandji memakai kaos oblong dan celana pendek miliknya. Ia pun mendekati istrinya.
"Kamu apa-apaan sih nan? Jangan lebay gitu deh." cecar Pandji yang jengah melihat Kinanthi menangis.
Kinanthi membuka matanya dan menatap sendu ke arah Pandji "Kamu nggak ngerti Ndji.." lirihnya
"Ya aku nggak akan ngerti kalo kamu cuma diam dan nangis gini!" ucap Pandji menahan emosinya.
Kinanthi hanya diam tak menanggapi ucapan Pandji, namun tiba-tiba isakannya semakin menjadi-jadi.
Rasa bersalah menyusup di hati Pandji, ia sadar tak seharusnya membentak istrinya.
Ia pun menarik Kinanthi dalam pelukkannya. "Sorry" lirih Pandji.
Kinanthi pun mengeratkan pelukan Pandji. Pelukan yang terasa hangat, Kinanthi merasakan debaran kala memeluk suaminya.
Keduanya merasa nyaman, hingga akhirnya Pandji merebahkan Kinanthi dan memeluknya dengan erat, seolah memberi kekuatan pada ustrinya yang kini terisak entah apa alasannya.
Ini adalah pertamakalinya mereka tidur dengan berpelukan seperti ini. Karena selama menikah, walaupu tidur dalam satu ranjang, mereka belum pernah sekalipun melakukan kontak fisik, jangankan berciuman atau berpelukan, berpegangan tangan pun tak pernah.
Pandji memeluk erat Kinanthi sambil sesekali mencium pucuk kepala istrinya.
Pandji merasakan deru nafas teratur kinanthi, ia pun ikut memejamkan matanya.
Flashback off
Kinanthi mengerjabkan matanya, pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah Pandji yang memakai kemeja putih yang belum dikancingkan dan dimasukan ke dalam celana kainnya, memperlihatkan d**a bidang dan perut kotak-kotak milik Pandji.
"Good morning." sapa Pandji, yang hanya dijawab gumaman oleh Kinanthi, wanita itu memijat pangkal hidungnya perlahan, kepalanya terasa sangat pusing karena efek menangis semalam.
Ah ya. Semalam.
Mood Kinanthi tiba-tiba down.
Pandji pun beranjak dari kasur dan berdiri di depan kaca lemari sambil mengancingkan kancing kemejanya.
"Hari ini aku libur, kamu nggak ada jadwal arisan atau kumpul-kumpul sama temen kamu kan?" tanya Pandji dengan hangat.
"Nggak ada.. Kenapa?" tanya Kinanthi balik tanpa menatap Pandji.
"Aku pengen ngajak kamu ke suatu tempat, sebentar." jawab lelaki yang sudah rapih itu pada istrinya yang masih dalam balutan selimut.
Pandji mengambil satu jubah mandi di dalam lemari Kinanthi, dan menyerahkannya kepada Kinanthi.
"Mandilah, dan bersiap. Aku tunggu di bawah." ucap Pandji.
Kinanthi memakai jubah mandinya saat Pandji sudah keluar dari kamar.
"Selamat Pagi Bu" sapa Pandji ramah pada mertuanya yang sedang menikmati sarapannya.
"Ehh.. Pagi le.. Ibuk kira kamu masih "tempur" sama Kinan, makanya Ibuk sarapan sendiri." Widuri tersenyum jahil pada menantunya. Pasalnya malam tadi saat ia hendak ke dapur, ia mendengar suara desahan merdu putrinya yang terdengar hingga keluar.
Wajah Pandji seketika memerah, ia pun mendudukan diri di kursi dekat mertuanya dan menerima roti tawar dengan selai kacang dari Widuri yang masih tersenyum jahil.
Mereka pun mengobrol ringan sambil sesekali widuri menjahili menantunya.
"Pagi Buk, Ndji" sapa Kinanthi yang turun dari tangga dengan dress selutut tanpa lengan berwarna biru laut, dipadu aksesoris,tas,dan sepatu dengan warna senada, dan rambut yang dikucir kuda
"Pagi nduk..Udah seger aja, yakin nggak mau pake syal??" tanya Widuri dengan nada jahil menyendir karena netra tajamnya melihat bekas cupang yang merah membiru dileher putrinya.
Ah, ia semakin tak sabar ingin menimang cucu, pasti anak Pandji dan Kinanthi kelak akan sangat lucu.
Kinanthi hanya mendengus kasar tanpa berniat menjawab pertanyaan konyol yang dilempar ibunya, meski sejatinya ia sendiri malu dan nampak berbanding terbalik dengan Pandji yang anteng-anteng saja.
mereka pun sarapan dengan tenang, meski sesekali keduanya terus mendapat lemmparan candaan yang terkesan vulgar dari Widuri.
Setelah selesai sarapan Pandji dan Kinan pun berpamitan.
"Kita naik mobilku." ucap Pandji dan Kinanthi hanya mengangguk saja, jujur rasanya masih canggung karena kejadian semalam dan tadi Ibunya yang menggodanya terus.
Selama perjalanan mereka hanya saling diam, sebenarnya Kinan sangat penasaran, kemana Panjdi akan membawanya, tak biasanya lelaki itu berani mengajaknya keluar, apalagi menaiki mobil milik lelaki itu, ya meskipun tak terlalu buruk, jujur ini pertama kalinya Kinan menaiki mobil dengan interior sederhana dan justru nampak seperti taksi online ini.
Satu jam kemudian mereka sampai di sebuah rumah minimalis bercat putih gading dengan taman mini di depannya, ada beberapa batang mawar yang masih berada di dalam polybag dan bebrapa plastik pupuk kandang yang terbuka.
"Turunlah." Titah Pandji
Mereka pun masuk ke dalam rumah minimalis itu, Kinanthi merasa cukup nyaman disini setelah Pandji mengajaknya berkelilinh rumah simpel dengan dominan warna putih gading dan merah itu.
Walaupun besarnya hanya setengah dari rumah milik Kinanthi, namun rumah ini tak kalah indah dan nyaman.
"Nan.." panggil Pandji saat mereka sedang duduk di halaman belakang rumah itu.
Kinan menoleh, "Tinggallah disini bersama ku, aku tau rumah ini tidak sebesar dan semewah rumahmu, tapi aku ingin kita memulai hidup baru kita disini." Pinta Pandji sambil memegang kedua tangan Kinanthi.
Reflek Kinanthi melepaskan tangan Pandji dari tangannya, wanita itu menatap tajam Pandji bahkan tersirat nada marah disana.
"Nggak! Apa-apaan sih kamu Ndji. Inget! Kita cuma akan menikah sementara sampai aku hamil. Jangan berbicara seolah-olah kita akan menikah untuk selamanya. Buang jauh-jauh impianmu itu!" sembur Kinanthi pada Pandji lalu berjalan keluar rumah dan menelfon asistennya untuk menjemput dirinya.
Pandji kira, setelah semalam mereka lebih dekat, maka ia memutuskan untuk mengajak wanita itu kemari hari ini. Ia berharap Kinan akan sedikit lunak pada dirinya, karena bagaimanapun ia adalah suami kinan, namun perkiraannya salah besar.
Kinan akan tetap seperti itu sampai kapanpun, Kinanthi yang angkuh, sombong, dan keras kepala.
Pandji menghela nafa dengan kasar. Ia benar-benar kecewa.
Ia mengambil ponsel di saku celananya, ia memencet nomor seseorang.
"...."
"Aku ingin kita bertemu, sebentar.. Aku janji hanya sebentar."
"...."
"Aku akan datang ke kedai mu sekarang."
"....”
Biarlah Pandji menemui gadis yang awalnya akan ia ajak tinggal dirumah ini, namun harus kandas karena pernikahannya dengan Kinanthi.