Part 3
You make me crazy, and you make me stuck for you.
***
Marcelle kini tengah berada di dalam mobil bersama asistennya alias tangan kanannya, Reno. Mereka bukan sedang menunggu lampu merah, melainkan menyelidiki adik bungsunya yang sibuk ketawa-ketiwi bersama teman-temannya.
Lepas duel tadi, Jesika pamit lebih cepat karena ada urusan mendesak dan Marcelle mengantar kekasihnya itu sampai rumah dengan selamat. Padahal Marcelle berniat untuk bermanja ria dengan kekasihnya. Tapi, Reno--lelaki 30 tahun itu menghubungi dirinya kalau sang adik tengah ada si sebuah kafe bersama teman-temannya. Dengan seseorang yang mengikutinya sejak awal mereka meninggalkan AOI.
Sial! Marcelle sudah sering katakan pada adiknya untuk tidak muncul secara terang-terangan. Apa mereka tidak bisa memesan ruangan yang lebih privasi? Marcelle heran dari mana turunnya sikap adiknya yang keras kepala ini.
Ah. Rafael Ar-Rasyid. Ya, lelaki itu memang sangat keras kepala. Bisa-bisanya dia menurunkan sifat itu pada adik bungsunya. Rasanya kalau Marcelle jadi Tuhan, dia mau adiknya menjadi wanita pada umumnya tidak banyak tingkah seperti saat ini.
"Marcelle. Seharusnya kamu tidak seperti ini, jika Bella tahu dia akan kecewa padamu. Karena kamu tidak percaya dengannya." Reno mengingatkan bosnya untuk bertindak hati-hati apalagi mendengar kalau Bella merajuk semalam, bukankah tandanya dia mau di akui oleh keluarganya kalau dia bisa menjaga diri?
Marcelle masih menatap ke depan, di mana lelaki yang mengikuti adiknya mulai mendekatinya. Dengan sebuah pisau yang hampir saja melukai adiknya dan membuat Marcelle ingin berlari ke sana. Reno menahannya, karena mereka melihat Bella sudah melawan orang itu dengan berani.
"Tangkap lelaki yang baru saja keluar dari kafe tadi." Marcelle yakin anak buahnya mengerti maksudnya. Bahkan tanpa menunggu jawaban, Marcelle langsung mematikan panggilan telponnya.
Reno yang duduk di samping Marcelle sudah mengerti tabiat anak sulung Ar-Rasyid. Sedangkan Marcelle masih memikirkan sang adik.
"Apakah dia tidak lelah setelah melawan kami semua?"
"Kamu belum mengenal adikmu dengan baik."
Tatapan Marcelle malah membuat Reno terbahak-bahak. Jelas saja, Marcelle terlalu berlebihan dengan adik perempuan satu-satunya. Padahal jika Reno bisa memberikan penilaian, adik bosnya itu termasuk wanita kuat yang ia temui. Pantas saja Alden menjadi jodohnya, mereka sama-sama cocokdan saling melengkapi kekurangan satu sama lain.
"Apanya yang cocok! Kalau saja aku bisa menemukan jodoh untuk Bella, pasti bukan Alden orangnya." dengus Marcelle.
"Alah kamu ngeles saja, Bos. Kamu pasti menyadari bukan, jika tidak ada manusia yang lebih cocok selain Alden." sindiran telak itu berhasil membawa Marcelle kesal.
Reno yang menyadari, hanya bisa tertawa. Lucu sekali memang mempermainkan Marcelle. Kalau Bella tahu kakaknya diperlukan seperti ini, pasti Bella akan ngamuk. Karena dia, tidak suka ada yang menyakiti saudaranya.
****
Kantor AOI, lebih baik saat Marcelle mulai mengambil alih sepenuhnya. Rafael? Memilih pensiun dini, katanya buat apa punya empat anak laki-laki tidak dimanfaatkan. Cih mendengarnya saja membuat Marcelle kesal.
"Jika bukan Daddy siapa yang mengizinkan dua curut itu bergabung? Bahkan Billy dan Bian saja yang mau bergabung mendatangi aku sendiri. Tapi, ini adikku dan kekasihnya, Reno. Siapa yang mengizinkan mereka?!" Marcelle yang sibuk mondar-mandir di tempatnya malah membuat Reno gemas.
"Siapa lagi orang yang sangat berkuasa atas ini." kadang ya, Reno merasa heran dengan Bosnya. Dia bisa cerdas di satu sisi dan sisi lainnya bodoh. Seperti saat ini, entah kenapa jika menyangkut wanita baik itu kekasihnya atau pun adiknya, Marcelle jadi sebodoh ini. Reno harus menyadarkannya, sebelum kejadian buruk terjadi. Reno memiliki firasat tidak mengenakkan masalahnya.
"Kakek Rafa maksudnya?" Marcelle mulai duduk di tempatnya.
"Tumben cepat tangkap, biasanya kamu selalu lemah otak kalau soal adik kamu atau Jesika." Reno menyindir Marcelle yang mendengus di tempatnya.
"Cih. Jadi benar Kakek tua itu. Aish, sebenarnya dia mau apa Bella bergabung denganku dan yang lain? Bukan kah nanti malah membahayakan nyawanya."
"Kenapa si Bos, kamu selalu berpikir ke sana. Coba pikir yang lain, misalnya dia akan membantu kalian misalnya. Sudahlah, aku malas menjelaskan. Otak pintarmu dangkal sekali saat ini." dengus Reno. Ia sudah malas sebenarnya selalu menjelaskan apa yang sebenarnya bisa dirangkai oleh otak cerdas Marcelle.
Bagaimana bisa seorang yang otaknya di nilai mahal, bisa bodoh dalam hal seperti ini. Memang ya, Tuhan itu adil. Batin Reno yang dibaca oleh Marcelle detik itu juga, membuat lelaki itu mendengus di tempatnya.
Ada banyak alasan kenapa Marcelle memilih Reno, karena lelaki itu apa adanya. Kalau dia kesal dengannya dia akan mengutarakan baik langsung atau dalam hati, dan itu kadang membuat Marcelle mengerti. Akan suatu hal yang misalnya tidak bisa dia lakukan melakui kekerasan atau apa pun itu.
"Katanya Ardi Wijaya meminta bantuan kita untuk mencari kebenaran dari kisah Aurelia Armadja."
"Kenapa harus kita? Bukannya dia bisa memanfaatkan posisinya dari anggota AOI? Kenap--"
"Rasanya, aku ingin memukul kepalamu, Marcelle!" potong Reno dengan nada ketusnya.
"Easy Reno, tinggal beri tahu anak buah yang di Indonesia. Kalau mereka berhak membantunya. Memang masalahnya apa?" Marcelle menatap berkas yang ada di mejanya. Sebuah berkas yang membuat matanya tidak bisa lepas, apalagi jika bukan biodata lelaki yang tadi mengincar adikknya.
Jangan kalian pikir lelaki itu yang Marcelle cari. Nyatanya bukan, dia hanyalah orang yang dibayar oleh orang itu. Aish, membuat pening saja. Menyiksa mereka untuk mengaku juga sama, tidak akan menjelaskan sosok yang Bian lontarkan kala usianya enam tahun. Dia bilang, seorang laki-laki yang membunuh kelinci yang ditemukannya, akan mendatangi dia saat waktunya tiba.
Jadi, kunci satu-satunya adalah Bian. Tinggal melihat bagaimana Bian memancingnya keluar. Tapi, kalau hanya diam seperti ini, akan sangat sulit. Jalan satunya bekerja sama dengan Bian untuk memancing dia keluar. Bagaimana jika dia tidak mau keluar?
"Wanita yang di sukainya menjadi incaran lelaki bernama Joko," ucap Reno.
"Joko? Seperti nama dosen yang melamar di kampus keluargaku."
"Benar sekali. Dia menjadi dosen di sana, dan seharusnya kamu ke Indonesia untuk mengecek. Apakah ada orang dalam yang membantunya masuk atau tidak. Karena ini masalah nyawa, Marcelle." Reno sangat mengerti saat Ardi meminta bantuan salah satu anak AOI, dan yang Reno kagetkan adalah para korbanya di mutilasi. Persis seseorang yang dicari oleh Bosnya. Tapi tidak mungkin Joko ini karena dia sepantaran dengan Tuan Rafael dibandingkan Marcelle. Sedangkan yang mereka cari adalah lelaki sepantaran dengan Marcelle itu.
"Aku sudah cek sebelum kamu suruh Reno, dia bukan orang yang aku cari. Cara kerja dia terlalu spontan. Masa tidak tahu ada video di tempat itu." ketus Marcelle.
"Eh bisa saja sengaja, Bos?" celetuk Reno.
"Kalau dia sengaja dia akan terus menatap cctv, tapi orang itu malah menatap tubuh polos Aurelia. Cih. Kalau aku jadi kakaknya, orang itu mati ditanganku tanpa nunggu waktu." Marcelle hanya tidak habis pikir, mereka tahu Joko di sana tidak langsung di tangkap. Mereka semua bodoh atau bagaimana. Kenapa Ardi juga menyebalkan sekali jadi anak buahnya. Bukan langsung bertindak, malah menyia-nyiakan waktu.
"Gak gitu cara kerjanya wahai saudara, ini tuh Joko seorang yang suka motong-motong tubuh manusia. Kalau kita gegabah menangkapnya dia pasti punya seribu cara untuk membuat orang yang jadi sasaranya lebih tertekan dari sebelumnya."
"Bukti sudah ada, tinggal minta tolong anak AOI yang lain. Dengan begitu tidak ada nyawa lain yang hilang." enteng sekali Marcelle menjawab. Dia lupa konsep permainan mereka selama ini. Atau memang dia lagi tidak fokus? Entahlah hanya Marcelle yang tahu kondisinya sendiri.
Reno menghela nafasnya. "Gini ya Bos, Bella diincar sama pembunuh macem Joko tapi mainnya lebih licin. Nah, saat kita gembar-gembor cari dia, sampai kerja sama dengan polisi. Apa yang terjadi? Pasti salah satu polisi akan kerja sama dengannya. Itulah kenapa Tuan Arsen bekerja sama dengan kita sejak lama. Karena dia tahu, polisi tidak bisa mereka ajak kerjasama. Ingat alasan Ardi bergabung dengan kita? Karena dia ingin mencari pelaku yang membunuh Tante dan Omnya. Sudahlah kamu tidak belajar dari kejadian keluargamu?" ketus Reno. Sudah malas berbincang dengan Marcelle kalau lelaki itu lebih fokus dengan berkas ditangannya.
"Ya, itukan bisa jadi urusan nanti, Reno. Ada yang pernah meminta tolong AOI untuk membunuh seseorang?" Marcelle menatap Reno dengan sengit. Seakan Reno melakukan kesalahan.
"Tidak ada. Tapi Ardi menghubungiku via email waktu itu, kalau si Joko mengaku anggota AOI. Dan tanda pengenalnya persis seperti milik kita bos. Jad--"
"Sialan Reno! Kumpulkan semua anak-anak. Suruh Ardi membantu mencari siapa yang berani berkhianat di sana. Dan minta semua utusan di berbagai dunia memeriksa anggota mereka!"
Kalian tahu apa yang Marcelle baca tadi? Marcelle membaca sebuah laporan jika ada perintah melakukan pembunuhan terhadap keluarga Wijaya dan Atmadja. Dan sialnya laporan itu di approve bukan olehnya, melainkan orang yang bernama Joko. Joko yang sedari tadi dibicarakan oleh Reno. Jadi, kemungkinan Joko yang mendaftar di universitas keluarganya orang yang berbeda atau bisa saja mereka kembar?
Sial. Sial. Sial.
"Semua sudah siap, conference call juga sudah siap."
"Hubungi kembaranku dan saudaraku, termasuk Bella dan kekasihnya."
"Baik, Bos."
Pada akhirnya, Marcelle kembali kecolongan seperti ayahnya dulu. Sialnya lagi, kenapa Joko itu mengincar dua keluarga besar di Indonesia. Apa ada dendam yang mereka sembunyikan?
"Kumpulkan berkas anggota atas nama Joko." Marcelle memerintahkan Reno. Dan lelaki itu langsung meleset pergi. Kini, Marcelle berada di sebuah Aula besar. Dia juga tidak kaget jika ada Rafa dan Rafael berdiri di tempatnya.
"Ada apaan si Kak?! Ganggu waktu girls talk aku aja." Semua orang sudah panik dengan wajah sangar Marcelle, tapi wanita yang mereka tahu adik bungsunya malah datang dengan gaya selengeannya. Membuat mereka semua menahan nafas.
"Berdiri di tempat kalian semua!" Bentakan Marcelle membuat Rafael ingin memukul kepala anaknya. Bisa-bisanya dia memarahi anak kesayangannya.
"Tidak sekarang, Rafael." bisik Rafa dengan nada dinginnya.
"Kalian sudah tahu bukan, berkhianat dibawah kepemimpinan saya jangan harap akan lepas dengan mudah. Ardi, apa anda di sana."
"Saya di sini, Bos." Wajah Ardi muncul di layar.
Marcelle menunjukkan biodata diri Joko yang sebagai anggota AOI dan Joko yang menjadi dosen di universitas keluarganya.
"Saya sudah memeriksa semua berkasnya, dan kedua orang ini sudah berani-berani melanggar aturan yang saya buat. Bahkan mereka menjalankan misi untuk membunuh keluarga Wijaya dan Atmadja. Siapa dari kalian yang tahu masalah ini?!" bentak Marcelle.
"Izin intrupsi, Bos. Jika ditanya siapa yang menjalankan perintah ini, tentu saja pihak yang ada di Bandung bertanggung jawab penuh." Marcelle menatap lelaki yang berani menjawab pertanyaannya, di antara ribuan anggotanya.
"Mohon maaf, saya menolak pernyatan tersebut." Marcelle tersenyum atas jawaban Ardi.
"Kenapa anda menolak? Apa anda ada di bagian itu, sehingga anda dengan beraninya membela mereka?" Reno tahu Marcelle tengah memancing keadaan saat ini. Membuat mereka gelisah sampai akhirnya mengakui kesalahannya.
"Mohon maaf sebelumnya, jika anda menuduh tanpa bukti bukan tidak adil? Kenapa tidak langsung to the point saja?" Rafa dan Rafael sedari tadi hanya diam sambil menahan diri mereka untuk tidak tertawa. Bella, memang ajaib.
"Kam--Anda pikir masalah ini hanya bualan hah?! Joko itu sudah memakan banyak korban. Kalau saya beberkan sekarang, kalian tidak akan pernah sadar letak kesalahan kalian di mana." jika saja Bella bukan adiknya sudah ia tembak wanita itu karena menganggap enteng masalah ini.
"Maaf mengintrupsi. Izin menjawab kenapa saya menolak. Karena saat itu, tim saya sedang ada tugas di negara lain. Jika anda menginginkan rekaman selama kami pergi, saya sudah kirimkan ke email anda."
"Wah, anda percaya diri sekali ya. Kenapa sangat yakin jika tidak ada anak buah anda yang berkhianat?" celetuk Marcelle sambil melihat pesan yang Ardi kirimkan padanya.
"Karena kami di sini memiliki tujuan yang sama. Berkhianat bukanlah kami."
"Wah, percaya diri sekali anda. Saya yakin jika mereka berkhianat. Katanya mereka di sini karena alasan yang sama bukan? Nah bisa saja mereka menggunakan nama kita hanya untuk kepentingan saj--"
Dor....
???