Sore itu,
“Noaaahh… Onty kangen!” seru Celine saat melihat lagi bayi tampan itu. Noah yang tengah dalam gendongan Omanya bergerak-gerak kegirangan. Setelah menghubungi Risma, Celine segera meluncur ke rumah sepulang dari kantor. Ia mampir dulu ke supermarket untuk membeli buah-buahan untuk Risma.
Ia kegirangan saat tiba dirumah dan melihat Noah yang baru selesai mandi. Ia langsung menggendong Noah dan menciumi pipinya yang semakin tembam.
“Ya allah, nak. Onty kangen banget. Seminggu lebih ngga ketemu tuh rasanya tersiksa,” akunya. Risma tersenyum melihatnya. “Duduk dulu, Cel.”
“Makasih tante. Oh iya ini ada sedikit buah tangan untuk tante dan Om.”
Celine menyerahkan paket parcel buah kepada Risma lalu duduk di sofa. “Pake dibawain buah-buahan segala sih, Cel. Kalau mau dating ketemu Noah ya datang aja. Ngga usah dibawain makanan.”
“Gpp tante. Kebetulan Celine juga beli buah buah persediaan dirumah. Jadi sekalian beliin buat tante dan keluarga.”
“Makasih ya.”
“Sama sama tante. Oh iya juan sama Om kemana? Tante berdua aja dirumah sama Noah?”
“Iya tante berdua aja sama Noah. Ada suster sih yang ikut bantu. Om masih dines luar kota. Kalo Juan ya gitu deh anak bujang. Malam minggu kayak gini siap-siap ngapel dia.”
Celine manggut-manggut. Ia mengeluarkan ponselnya dan mengabadikan banyak foto dan video bersama Noah. Berhubung Noah tinggal bersama Oma dan Opanya, sudah dipastikan ia akan jarang bertemu Noah karena rumah Risma cukup jauh dari rumahnya.
“Papanya sering datang kesini, Tante?” Tanya Celine.
“Boro-boro. Dia malah seneng kayaknya jauh dari Noah yang dia anggap sebagai pengganggu hidupnya.”
“Maksudnya gimana, tante?”
“Masa dia mau kirim Noah ke Panti Asuhan biar diadopsi sama orang lain.”
“Seriusan Tante! Kemarin aku denger dari Bi Iyah, katanya Noah mau dikirim ke Panti Asuhan. Aku ngga percaya karena mungkin si Bibi salah denger. Tapi tante bilang kayak gitu rasanya itu bukan salah denger deh. Kok mau dikirim ke Panti Asuhan sih, Tante?”
“Bilangnya sih karena ngga siap mengurus anak kecil. Lebih baik diasuh sama orang lain daripada sama dia.”
“Wah… Sakit itu orang!”
“Gilanya lagi kemarin dia ngasih tahu kalau udah mencari panti asuhan yang akan membantu mencari calon orang tua angkat untuk Noah.”
“Ya Allah…! Ngga mungkin Daniel tega, Tante. Mungki di depan tante dan om dia kayak gitu. Tapi selama sebulan kemarin Daniel itu amat sangat care sama Noah. Ngga… Aku ngga percaya Daniel setega itu.”
“Tante juga ngga mau percaya tapi kenyataannya seperti itu.” Risma menghela nafas. “Tante udah coba bujuk dia buat kasih ke tante. Biar tante yang urus selayaknya anak sendiri tapi semua percuma.”
Celine menatap Noah sedih. Ia tidak bisa membayangkan jika Noah berhasil diadopsi orang lain maka dia selamanya tidak bisa bertemu Noah dengan bebas.
“Tolong bujuk teman mu itu, Cel. Bagaimana pun juga Noah cucu pertama tante.”
“Aku ngga akan biarin Noah diadopsi, tante. Kalau pun ada calon adopter, itu adalah aku.”
***
THE CARRIBEAN CAFÉ & RESTO.
“What’s up bro!” Kevin memeluk Daniel erat. Kevin yang baru pulang dari honeymoonnya datang mengunjungi Daniel di Café.
“Baik Bro. Elo sendiri gimana? How about your honeymoon?”
“Great! Makanya elo kudu cepet-cepet nikah, Bro. Setelah nikah lebih enak!” Kevin tertawa. “Sa ae lu.”
“Oh iya… Inia da sedikit oleh-oleh buat lo dan Noah.” Kevin menyerahkan sebuah paperbag ukuran besar kepada Daniel. “Wah… Makasih banyak loh udah kasih oleh-oleh.”
“And… this is for Celine.” Sebuah paperbag berukuran sedang diterima oleh Daniel.
“Celine dapat juga?”
“Si Amel yang minta beliin juga untuk si Celine. Titip ya.”
“Oke… Makasih. Nanti gue sampaikan ke si Celine.”
Kevin mengacungkan jempolnya. “And now… can we talk about our business?”
Seulas senyum menghiasi wajah Daniel. “Oke… Sepertinya kita harus pindah tempat.”
“Sure.”
“Elo naik ke lantai dua ruang kerja gue. Ada yang harus gue sampaikan sama anak-anak.”
“Oke.”
Kevin berjalan menuju lantai dua dan menunggu Daniel di ruang kerjanya. Tak lama Daniel pun menyusul. Kedatangan Kevin bukan sekedar ingin memberi oleh-oleh pasca honeymoon, melainkan ada kabar terbaru mengenai kasusnya.
“Jadi, elo udah dapet kabar terbaru dari nyokapnya Noah, kan?” Daniel tak sabar.
“Be Calm, Bro…” Kevin tertawa. “Sabar dulu napa.”
“Gue ngga bisa sabar. Lama banget gue menunggu kabar dari lo.”
“Ya… Kan cari seseorang itu ngga mudah, bestie. Gue ngga mau bikin klient special gue menyesal udah kerja sama.”
“ Udah buruan! Banyak bacot lo!”
“Oke..Oke. Elo mau mulai dari kabar baik dulu atau kabar buruknya?”
Dahi Daniel mengerut. “Kok ada kabar baik dan kabar buruk sih?”
“Udah, pilih aja. Jangan banyak bacot! Mau dijawab ngga nih.”
Daniel mendelik sebal. “Kabar baik dulu.”
“Oke. Kabar baiknya adalah gue dan tim udah berhasil menemukan siapa wanita yang elo tiduri sampai akhirnya mengandung dan melahirkan Noah.”
Daniel merasakan jantungnya berdebar dengan kencang. Siapakah gerangan?
“Sebelum gue kasih tahu namanya, gue mau Tanya satu hal sama lo. Siapa tahu elo masih sedikit ingat sama kejadiannya. Tapi kalo ngga ya gapapa.” Daniel mengangguk.
“Inget ngga waktu kita datang ke acara donasi si Fahmi di Senayan?”
Daniel mencoba mengingat, lalu ia mengangguk. “Iya gue inget. Kalo ngga salah abis acara open donasi itu kita lanjut party kan.”
“Iya, yang party. Giliran happy happy otak lu langsung inget,” cebik Kevin.
“Gue ngga tahu elo nyadar apa ngga, ternyata wanita yang elo tiduri pas elo mabok di party itu adalah seorang pelayan magang yang baru kerja di acara party itu.”
“Hah?!”
“Coba lo inget inget. Mungkin setelah mendengar cerita gue, sedikit demi sedikit terbuka ingatan malam itu.”
“Gue ngga yakin gue inget kejadian itu.”
“Gue tungguin. Kalem dulu. Coba rileks, Tarik nafas lalu pejamin mata sejenak.”
Daniel melakukan apa yang dikatakan oleh Kevin. Setelah cukup lama menunggu, perlahan potongan demi potongan saat dirinya mabuk terbuka. Dengan jelas Daniel melihat bagaimana parahnya ia mabuk malam itu.
Daniel mabuk parah karena selalu kalah bertanding dari teman-temannya. Entah sudah berapa gelas yang ia tengak malam itu. Ia melihat dirinya berjalan sempoyongan menuju kamar mandi tapi sayangnya tubuhnya sudah tak mapu berjalan.
Seorang waitress yang melintas membantunya berdiri dan memapahnya. Tapi begitu sampai di depan pintu kamar, Daniel malah menarik pelayan itu ke atas ranjang dan malam mengenaskan itu terjadi.
“Ya Tuhan…!!”
Daniel membuka matanya dan wajahnya berubah pucat. “Gimana? Elo udah ingat?”
“Gue ingat. Gue ingat dengan jelas apa yang terjadi pada malam itu. Gue ngga sengaja memperkosa pelayan itu, Vin.” Daniel menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Daniel merasa bersalah terhadap gadis pelayan yang terpaksa melayaninya. Masih jelas ditelinganya teriakan minta tolong dari si pelayan tapi tidak digubris olehnya karena terpengaruh alcohol sangat kuat.
“Syukurlah kalau elo ingat, Niel. Setidaknya elo mengakui perbuatan lo.”
Wajah Daniel sudah basah oleh air mata. Ia memang sering mencari pasangan untuk kencan semalam. Itu ia lakukan karena suka sama suka. Tidak ada terbesit sedikit pun dalam ingatannya untuk memperkosa seorang wanita. Ia lebih suka melakukannya atas dasar suka sama suka dan selalu menggunakan pengaman. Tapi malam itu ia sama sekali tidak memakai pengaman dan akhirnya membuat si pelayan itu mengandung benihnya.
“Terus… Dimana wanita itu sekarang?” ucapnya parau.
Mimik Kevin berubah tegang. “Nah ini kabar buruknya.”
Daniel terdiam dan menunggu kelanjutan cerita Kevin. “Gadis yang elo perkosa itu sekarang sudah tenang bersama Tuhan.”
“Apa lo bilang?”
“Namanya Tessa. Selama hidupnya, Tessa memiliki banyak kesulitan. Ia menjadi tulang punggung keluarganya di kampung. Itulah mengapa Tessa bekerja keras dari satu tempat ke tempat lain untuk menyambung hidup. Hari itu adalah hari pertama sekaligus terakhir Tessa bekerja di tempat itu. Saat mengetahui Tessa tidur dengan penghuni hotel yaitu elo, Tessa dipecat dari sana.”
“Anj*** lo, Daniel!” Daniel memaki dirinya sendiri.
“Tidak hanya itu saja. Sebulan kemudian Tessa positif hamil dan ia dikucilkan oleh keluarganya. Mereka malu memiliki anak yang hamil diluar nikah. Gue ngga tahu pasti kenapa Tessa ngga cari lo. Tapi yang pasti Tessa terus mempertahankan Noah sampai akhir hayatnya.”
Air mata Daniel kembali keluar.
“Tessa meninggal tidak lama setelah Noah lahir ke dunia.”
***
Sementara itu, Celine yang datang ke Café untuk menemui Daniel tidak sengaja mendengar percakapan antara Daniel dan Kevin. Rupanya Kevin sudah mendapatkan informasi mengenai ibu Noah. Tapi ia tidak menyangka ibu kandung Noah memiliki kisah memilukan sebelum ia meninggal.
Tangis Celine pun pecah. Ia menutup mulutnya dengan sebelah tangan agar Kevin dan Daniel tidak mendengar tangisannya. Tapi ia salah. Daniel mendengar suara tangisnya. Celine terkejut saat Daniel membuka pintu ruang kerjanya. Tanpa tedeng aling aling, Celine langsung memeluk Daniel dan menangis tersedu-sedu.
“Tolong jangan kirim Noah ke Panti Asuhan, Niel,” ucap Celine sedih.
Kevin terkejut mendengarnya. “Panti Asuhan? Maksud lo apa, Cel?”
“Please… Jangan kirim ke Panti Asuhan, Niel. Kalau elo ngga mau ngurus Noah, biar gue yang urus. Gue ikhlas ngurus Noah, Niel.”
“Gila lu, Niel. Elo mau kasih anak lo sendiri ke orang lain?! Elo sakit, Daniel!”
“Itu bukan urusan kalian berdua! Noah memang anak gue. Terserah gue mau kasih ke orang lain atau ngga, kalian ngga usah ikut campur!”
“Kasih ke gue aja, Niel. Ngapain kasih ke orang yang ngga lo kenal. Kalau suatu hari nanti lo mau ambil Noah, gue bakalan dengan senang hati mengembalikan Noah sama lo.”
“Diam Celine! Mendingan elo berdua pergi dari sini!” usir Daniel.
Celine terus membujuk Daniel tapi pria itu tidak bergeming. Kevin terpaksa menarik paksa Celine untuk keluar dari ruang kerja.
“Vin, bantuin gue dong buat bujuk Daniel kasih Noah ke gue.”
“Nanti kita bicarakan lagi, Cel. Gue yakin dia ngga bakalan tega sama anaknya sendiri.”
“Tapi Vin…”
“Sstt… Gue anter lo pulang. Biarin Daniel tenang dulu baru kita ajak bicara lagi, oke.”
Dengan berat hati, akhirnya Celine pulang diantar oleh Kevin. Sepanjang jalan hatinya ngga tenang memikirkan nasib Noah. Ia berharap Tuhan memberikan jalan terbaik untuk semuanya.