Hasrat Cannon sedang begitu menggebu, terlebih lagi saat ini dia dan Kayla benar-benar sangat dekat, bahkan Cannon sendiri bisa menghirup aroma parfum yang mungkin pagi tadi Kayla gunakan di tubuhnya dan semakin tubuh itu berkeringat, aroma itu semakin terasa lembut, dan untuk sesaat Cannon diam , menghirup aroma lembut itu dengan mata tertutup penuh penghayatan.
"Jangan macem-macem Can. Aku belum siap!" ucap Kayla tiba-tiba dan baru setelah itu Cannon bangkit dari berjongkoknya seraya memamerkan senyum terbaiknya di hadapan sang istri , Kayla.
Ada perasaan lega yang ternyata turut Cannon rasakan saat Kayla hanya mengatakan belum siap, karena itu artinya Kayla tidak sepenuhnya menolak dirinya, hanya saja dia belum siap dan Cannon yakin cepat atau lambat Kayla pasti akan siap menerimanya.
"Tenanglah. Aku gak akan macem-macem tanpa persetujuan Mbak. Mbak bisa pegang omongan ku sebagai janji seorang laki-laki sejati. Aku tidak akan melakukan sesuatu di luar batas, tapi sepertinya kita bisa mulai mengawali hubungan ini dengan berteman. Anggap aja kita lagi pendekatan, atau pacaran, gimana! Kalau sudah fix nanti kita bisa coba!" ujar Cannon berusaha membuat Kayla tenang, dan sepertinya dia menang harus melakukan pendekatan sehalus mungkin pada sang istri. Dia harus tahu semua yang menyangkut istrinya sebelum dia menuntut sesuatu yang lebih.
"Coba apa!" Kayla mendadak bingung!
"Coba apa aja. Coba jalan, coba kencan, coba ciuman, atau coba....!" Cannon menjeda kalimatnya seraya membuat tanda kutip di kedua sisi wajahnya dan tiba-tiba Kayla justru kesulitan menelan salivanya sendiri sekarang.
"Jangan ngaco kamu, Can. Aku gak mau!" tolak Kayla buru-buru.
"Nggak mau bagaimana? Bagian mana yang Mbak nggak mau?" kutip Cannon , padahal pikirnya itu adalah penawaran paling sederhana untuk mendekatkan dirinya dengan wanita itu.
"Option terakhir!" jawab Kayla, dan Cannon langsung terlihat menghela nafas dalam diam kemudian mendaratkan tubuhnya di samping Kayla yang sudah bersidekap d**a seraya menahan gaun pengantin itu untuk tidak merosot sepenuhnya dan membuat tubuh bagian depannya terekspos.
"Itu kita pikirkan nanti. Tapi yang jelas sekarang kita memang harus berteman dulu. Meski teman di atas ranjang, karena dengan begitu kita bisa saling mengenal satu sama lain. Apa itu terlalu sulit atau mungkin terlalu berlebihan?!" jelas Cannon lagi dan kali ini Kayla langsung diam memikirkan ucapan bocah itu.
"Ayolah Mbak. Aku yakin Mbak tidak akan rugi berteman denganku. Mbak tidak ada rugi bersuamikan aku. Aku itu kan tampan, manis juga menggemaskan. Minusnya cuma usiaku memang terlalu muda untuk Mbak, tapi serius , aku bisa melakukan segala aktivitas dewasa , termasuk bikin anak!" ujar Cannon lagi, dan kali ini Cannon sudah mengangkat jari kelingkingnya untuk menawari Kayla sebuah pertemanan layaknya bocah belasan tahun. Secara, Cannon kan masih delapan belas tahun, jadi masih bisa dikatakan bocah dan hal yang sangat wajar jika dia justru mengawali sebuah janji dan ikatan pertemanan hanya dengan mengajukan jari kelingkingnya. "Lagian ni ya, kira-kira apa ya tanggapan Omma Catherine kalau dia tahu jika sebenarnya aku bukanlah laki-laki yang seharusnya menikahi Mbak, tapi Mbak justru membayar seorang laki-laki untuk menikah dengan Mbak hari itu."
"Jangan mengancamku Cannon. Aku tidak....!"
"Aku tidak mengancam. Aku hanya ingin berteman dengan Mbak. Apa itu terlalu sulit?!" potong Cannon buru-buru.
Dia masih mengajukan jadi kelingkingnya di hadapan Kayla dan masih mengharapkan wanita itu untuk menautkan kelingkingnya, tapi sepertinya Kayla benar-benar wanita yang sulit untuk ditaklukkan. Buktinya, Cannon sudah dari tadi mengeluarkan jurus rayuan dan kata-kata manisnya, jangan lupa dari tadi Cannon juga sudah tebar senyum semanis mungkin , bahkan manisnya mengalahkan gula kapas, tapi wanita itu sama sekali tidak terpikat olehnya.
"Ooh... atau aku perlu menghubungi Omma Catherine untuk meminta bantuannya agar kau mau ber...." Suara Cannon terhenti di tenggorokan saat Kayla buru-buru menautkan jari kelingkingnya di kelingking Cannon, dan detik yang sama Cannon justru menahan kelingking itu untuk bertautan satu sama lain.
"Oke. Hanya berteman ya, dan aku harap kau bisa menjaga ucapanmu untuk tidak macam-macam padaku!" tegas Kayla dan Cannon langsung tersenyum seraya menarik tangan mereka lebih dekat ke arahnya kemudian mencium punggung tangan Kayla untuk menyanggupi apa yang Kayla ucapkan.
"Oke. Mbak bisa pegang ucapanku. Tapi aku tetap tidak akan menawarkan untuk menempati kamar yang berbeda, apalagi ranjang yang berbeda. Kita sudah sah sebagai suami istri, hanya saja aku tidak akan menuntut Mbak untuk sesuatu yang tidak ingin Mbak lakukan terutama kewajiban seorang istri, tapi aku akan tetap melakukan tugasku sebagai seorang suami. Membahagiakan istriku!" ucap Cannon dengan sangat mantap dan setelahnya Kayla terlihat menghela nafas seraya memutar bola matanya dengan sangat asal saat merasa dirinya justru digombali habis-habisan oleh seorang brondong yang sialnya memang sangat tampan.
"CK..." Kayla hanya terdengar berdecak tapi Cannon justru kembali mencium punggung tangan Kayla.
"Baiklah kalau begitu, Mbak silakan mandi dulu lalu pakai saja bajuku dulu. Mbak bisa pilih sendiri di lemari pakaianku. Aku akan keluar untuk membuat Mbak lebih nyaman saat harus mandi dan berganti pakaian. Mbak pasti takut kan kalau aku tetap ada di kamar ini! Takut aku ngintip kan! Padahal itu juga yang sedang aku pikirkan!" ujar Cannon saat Cannon bangkit dari duduknya, meraih kaos yang sebelumnya dia keluarkan. Kaos yang rencananya akan dia berikan pada Kayla. Memakainya lalu keluar dari kamar itu untuk benar-benar memberikan Kayla waktu mandi dan berganti pakaian.
Kayla masih terdiam di atas saat Cannon keluar dari pintu kamar mereka. Melihat handuk di gantungan khusus di pojok ruangan itu, Kayla langsung bangkit dari duduknya, membiarkan gaun besar itu terowoh di lantai dan memenuhi isi ranjang itu. Meraih handuk itu untuk menutup sebagian dadanya, dan akhirnya Kayla benar-benar masuk ke kamar mandi untuk segera menyelesaikan sesi mandi dia.
Cannon pilih menyusul Galuh dan Luci ke ruang tengah, dan ternyata kedua wanita itu sedang berada di dapur, dan saat Cannon melirik ke arah taman belakang rumah itu, dia melihat David dan Febrian, ayahnya sedang bicara di sana.
Cannon pilih bergabung dengan para laki-laki itu, karena pikiran Galuh masih akan mengomel panjang lebar padanya dan sungguh dia benar-benar sedang sangat bosan.
Setelah menyelesaikan mandinya, Kayla juga benar-benar membuka lemari milik Cannon. Memilih salah satu pakaian yang bisa dia gunakan. Menyingkap satu-persatu pakaian di lemari gantung itu, akan tetapi tidak satupun pakaian yang sekiranya bisa pas di tubuhku, dan pada akhirnya Kayla pilih satu kaos putih dengan motif borgol di depan dadanya, kaos yang cukup besar , bahkan Kayla yakin jika kaos ini juga kebesaran di Cannon melihat ukurannya yang memang over size.
Kayla pilih kaos itu agar bisa menutup sampai pahanya, karena saat ini Kayla tidak menggunakan celana. Hanya celana dalam yang melekat di tubuhnya, bahkan Kayla tidak menggunakan bra, karena baju pengantin nya memang sudah di rancang untuk dirinya tidak menggunakan bra.
Kayla pilih duduk dengan perasaan galau. Dia tidak membawa ponsel atau apapun saat ini. Dia hanya membawa dirinya sendiri ketika tadi memutuskan ikut bersama Cannon pulang hanya karena tidak ingin rencananya diketahui oleh neneknya. Rencana gila tentang sebuah pernikahan palsu, dan baru setelah itu Kayla merasa hidupnya hampa tanpa benda pipih yang selama ini menemani hari-harinya juga segala aktivitasnya.
Matanya menelisik seluruh ruangan itu. Dinding bercat putih kombinasi coklat tua yang kental dengan jiwa seorang anak laki-laki. Ada banyak photo di sisi dinding ruang ganti, dan Kayla pilih bangkit dari duduknya, melihat beberapa photo yang terpajang di sana.
Kayla melihat satu photo ukuran besar di sisi dinding kamar itu. Hampir memenuhi satu bagian dinding. Photo Galuh , wanita yang Cannon panggil Mama dengan seorang laki-laki tua dengan rambut yang memutih sempurna dan ada anak laki-laki yang Galuh pangku. Kayla tau jika anak laki-laki itu pasti Cannon, karena jelas terlihat ada belah dagu dan sorot mata teduh bocah laki-laki itu masih sama seperti saat ini, dan diam-diam Kayla justru tersenyum saat melihat senyum cemerlang bocah laki-laki itu, lalu mengingat segala sikap konyol Cannon dari sejak mereka bertemu sampai tadi ketika Cannon meninggalkan kamar itu.
Sebenarnya, apa yang Cannon katakan itu tidak sepenuhnya salah. Dia cukup tampan, manis dan menggemaskan, hanya minusnya dia terlalu muda untuk Kayla yang bahkan sudah genap dua puluh lima tahun, tapi apa, tadi Kayla jelas menerima tawaran pertemanan Cannon, dan sebenarnya itu sudah mewakilkan bahwasanya dia juga menerima Cannon sebagai suaminya. Menerima takdirnya jika dia kini bersuamikan seorang berondong.
Kayla masih menatap ke arah pigura besar di dinding itu, tapi fokus Kayla tetap pada laki-laki tua dengan rambut putih yang terlihat tampan meski sudah tidak lagi muda. Pikir Kayla siapa laki-laki itu? Apa dia kakek Cannon? 'Oh iya , itu pasti ayah dari Galuh, kakek Cannon dari pihak ibunya.'
Kayla masih terpaku menatap pigura itu, saat tiba-tiba Cannon sudah masuk dan sudah langsung berdiri di belakang Kayla yang masih menatap lamat photo itu.
"Aku udah dari lahir tampan Sayang. Semakin kesini aku justru semakin tampan!" bisik Cannon tiba-tiba dan Kayla langsung menoleh seraya menjauhkan wajahnya dari Cannon, terkejut.
"Can. Kau membuatku terkejut!" Kayla mendorong tubuh Cannon , tapi Cannon hanya terkekeh.
"Apa yang Mbak pikirkan?" Cannon menarik tubuhnya untuk duduk di sofa tunggal di ruang ganti seraya menarik pinggang Kayla untuk ikut jatuh di atas pangkuannya, dan kali ini Kayla tidak menolak.
"Siapa dia?" tanya Kayla , menunjuk dengan dagunya.
"Ah itu. Itu aku dan Mamaku lah!" jawab Cannon santai .
"Iya aku tau. Tapi yang aku maksud, laki-laki tua dengan rambut putihnya lah... Apa dia kak .....!"
"Dia Papaku. Tampan kan? Sama tampannya sama aku, kan!" jawab Cannon dan Kayla langsung menoleh menatap ke arah Cannon, lalu menatap kembali ke arah photo itu untuk mencari persamaan garis wajah Cannon dan laki-laki yang ada di photo itu, dan sepertinya memang agak mirip. Hanya saja yang menjadi pikiran Kayla saat ini, kenapa Cannon justru mengatakan jika laki-laki itu adalah Papanya! Lalu jika laki-laki yang ada di photo adalah Papanya Cannon, lalu laki-laki yang dari tadi menemani dia di ruang tengah dan terus menenangkan Galuh dari rasa syok nya itu siapa? Laki-laki itu tegas mengatakan jika Cannon adalah putranya dan tadi Cannon juga memanggil laki-laki itu dengan panggilan Papa?
"Papa?!" kutip Kayla tidak mengerti tapi Cannon langsung mengangguk dengan sangat cepat untuk membenarkan kalimat yang baru saja Kayla ucapkan.
"Iya. Dia Papaku. Papa mertuamu juga!" seru Cannon .
"Lalu laki-laki yang bersama Mamamu tadi?" Kayla masih belum mengerti, tapi Cannon terlihat menghela nafas dalam diam kemudian menghembuskannya dengan sangat cepat seraya menopang wajahnya di punggung dan bahu Kayla saat Kayla kembali menatap ke arah foto besar di dinding itu.
"Dia juga Papaku. Papa sambungku. Laki-laki tua ini adalah Papaku, juga Papa Mommy Luci!" jawab Cannon dan Kayla ingin menoleh ke arah Cannon lagi untuk melihat keseriusan laki-laki itu ketika berucap, akan tetapi dia mendadak beku saat menyadari bahwa wajah dan kepala Cannon justru ada di bahunya sekarang.
"Jadi Papamu dan Papanya Mommy Luci adalah orang yang sama?!" kutip Kayla dan Cannon langsung mengangguk.
"Iyes." Cannon.
"Jadi itu artinya Mommy Luci adalah saudaramu, Can, bukan....!"
"Iyes. Mommy Luci memang saudara perempuan ku, kami satu Papa!" Cannon membenarkan.
"Tapi kenapa kau memanggil dia Mommy. Harusnya kau memanggilnya Mbak sih, Can!" ujar Kayla lagi dan Cannon kembali mengangguk.
"Iya. Tapi mau bagaimana lagi, aku sudah terlanjur memanggilnya Mommy, lagian dia udah tua gitu, masa iya aku manggil dia Mbak. Entar di kira aku gak sopan lagi. Lagian aku jauh lebih muda dari anak bungsu Mommy. Lucu aja kalo tiba-tiba panggil dia Mbak!" seru Cannon dan kali ini Kayla yang mengangguk, karena Luci nyaris sama tuanya dengan Omma Catherine.
Malam itu, hubungan Kayla dan Cannon langsung terlihat akur. Setelah menyelesaikan makan malam mereka , Kayla dan Cannon pilih kembali ke kamarnya, karena Kayla mengeluh capek setelah seharian menghadapi kemelut drama kehidupan, hingga malam itu, Kayla juga dengan cepat mendapatkan tidurnya, begitu juga dengan Cannon.
Seperti yang sudah di sepakati, Cannon tidak akan melakukan apapun yang menyangkut kekhawatiran Kayla. Mereka hanya akan tidur dengan berbagi ranjang dan selimut, meskipun Cannon tetap tidak bisa tenang saat sesuatu yang indah tersaji begitu nyata di depan matanya, terlebih lagi dia punya hak atas wanita yang kini tengah berbaring cantik di sampingnya.
Cannon benar-benar mulai gelisah, dia benar-benar kesulitan untuk mengenyahkan pikiran liar yang ada di otaknya saat ini. Pikiran liar untuk tidak melakukan sesuatu yang bisa saja membuat wanita itu mengamuk, akan tetapi, sungguh dia tidak bisa mengendalikan tangannya untuk tidak menyentuh sisi wajah cantiknya.
Cannon menyentuh garis pipi dan hidung Kayla dengan ujung jari tangannya, dan detik berikutnya Kayla justru beringsut seraya memiringkan tubuhnya sambil memeluk bantal guling untuk membuat tidurnya semakin nyaman.
Cannon tersenyum untuk sikap labilnya sendiri. Dia lekas masuk ke dalam selimut, kemudian merapatkan tubuhnya seraya menarik pinggang Kayla untuk segera menyusul wanita itu ke alam mimpi, tapi sungguh, Cannon benar-benar kesulitan untuk mendapatkan lelapnya.
Rasa ingin itu terlalu kuat, dan libido laki-laki memang sulit untuk di kendalikan hingga akhirnya , tanpa sadar tangan Cannon justru sudah masuk ke balik kaos yang Kayla gunakan. Menyentuh kutip paha , pinggang dan perut Kayla dengan sentuhan yang sangat lembut. Benar-benar sangat lembut , karena bagaimanapun Cannon tidak ingin Kayla menyadari aksi nakalnya saat ini.
Tangan itu tidak hanya sampai di situ saja, perlahan tangan Cannon juga mulai membungkus gundukan di depan d**a Kayla, dan sungguh, imajinasi Cannon benar-benar terlampau jauh saat ini. Sangat jauh.
Sebelah tangan Cannon masih membungkus gundukan kenyal itu, saat tiba-tiba Kayla justru beringsut dari lelapnya, dan Cannon buru-buru menghentikan pergerakan tangannya di d**a Kayla, tapi kali ini Kayla senditi yang justru berbalik menghadap Cannon, seraya menaikkan sebelah pahanya di atas paha Cannon hingga membuat darah Cannon semakin berdesir tidak teratur.
Ini benar-benar posisi yang sangat menegangkan, dimana tangan Cannon masih berada di balik kaos yang Kayla gunakan, dan sekarang Kayla justru menunggangi sebelah pahanya seperti ini.
Tersiksa. Cannon benar-benar tersiksa dengan hasratnya sendiri. Miliknya sudah memberontak di bawah sana, dan rasanya dia akan menjadi laki-laki yang sangat bodoh jika dia tidak bisa memanfaatkan kondisi intim ini untuk dirinya sendiri, dan iya, Cannon mulai me......