Menolak

800 Kata
"Jadi gini, Ren … Andra lagi cari cewek untuk jadi istrinya tapi hanya sampai lima tahun aja dan kalau kamu bersedia, Andra akan memberikan lima Milyar sebagai kompensasi … Jika kamu memberitahu satu orang aja tentang ini maka kamu harus membayar denda sebesar 10 Triliun,” tutur Ricko memberikan penjelasan, mimik serius masih bertahan di wajahnya. Seketika Rena tersedak caramel machiato yang baru saja dia seruput dari sedotan, refleks tangannya terulur menyambar tissue yang ada di atas meja. "Sepuluh Triliun? Bahkan di brangkas kantor kami aja hanya boleh hingga satu milyar,” gumam Rena sambil menutup mulut dan hidungnya dengan tissue. "Kalau kamu enggak mau bayar denda, kamu cukup menutup mulut kamu dan berpura-pura di depan semua orang kalau pernikahan kalian bukan pernikahan kontrak,” timpal Ricko menaik turunkan alisnya berkali-kali, wajah kocak pria itu telah kembali. "Tapi kenapa pak Andra harus menikah selama lima tahun?” tanya Rena polos. "Jadi para klien dan beberapa pemegang saham diperusahaan Andra ingin perusahaannya dipimpin oleh seseorang yang bijaksana dalam mengambil keputusan dan bijaksana menurut mereka adalah seorang yang telah menikah … mungkin karena pria yang sudah menikah itu terlihat lebih dewasa dan bertanggung jawab." Dengan sabar Ricko menjelaskan di saat dia bisa melempar tawaran itu kepada kasir coffeshop ini yang pasti tidak akan banyak tanya seperti Rena. "Oooh ... kalau gitu kenapa enggak cari perempuan yang Pak Andra cintai terus dijadikan istri untuk selamanya? Jadi enggak harus pura-pura,” Rena bertanya enteng lantas menyeruput caramel machiatonya lagi. Demi Tuhan, Caramel machiatonya enak, pasti mahal. "Panjang kalau diceritain mah,” kata Ricko yang kesabarannya mulai menipis, selain itu dia malas membicarakan Monica-wanita yang bertanggung jawab menyebabkan Andra dingin terhadap wanita. Rena hanya bisa ber Oh ria tanpa puas dengan jawaban Ricko. Tanpa sadar, terang-terangan Rena menatap Andra lamat-lamat, mulai membandingkan Andra dengan dirinya yang ternyata seperti bumi dengan langit. Dari ujung matanya, Andra bisa merasakan Rena sedang menatapnya intens tapi dia pura-pura tidak tau dengan memperlihatkan tampang datar. "Pak Ricko, saya hanyalah orang biasa ... enggak pantas untuk menjadi istri Pak Andra bahkan walau jadi istri pura-puranya sekalipun ... pak Andra pasti malu nanti bersanding dengan saya di pelaminan, Pak Andra itu sempurna dan pak Andra bisa mendapatkan wanita mana pun yang lebih baik dari saya, maaf Pak Ricko ... tanpa mengurangi rasa hormat, saya menolak tawarannya.” Rena langsung memberikan keputusan. Deg Andra merasa terhina tapi juga sangat bangga mendengar perkataan Rena, ternyata dia semempesona itu di mata wanita. "Banyak cewek cantik anak pengusaha sukses seantero Negri ini berlomba nyari perhatian gue, menginginkan uang dan kekayaan gue tapi sekarang di depan gue ada gadis miskin dan biasa aja nolak tawaran jadi istri gue, sombong sekali dia!" Andra bersungut-sungut di dalam hati. Entah kenapa dia harus kesal Sedetik kemudian, Rena menyesal telah menolak tawaran Ricko. Tapi setidaknya dia masih mempunyai harga diri untuk tidak dijadikan permainan oleh Ricko dan Andra. "Baiklah Nona Rena, ini kartu namaku… jikalau Nona berubah pikiran bisa hubungi nomor di sini." Ricko menyerahkan kartu namanya dengan penuh harap, meski telah menolak tapi tak ayal Rena menerima kartu nama itu untuk menghargai Ricko. "Terimakasih, Pak Ricko …,” ucap Rena tulus sambil tersenyum memamerkan deretan gigi putih dan dua gigi kelincinya. "Ayo kita pulang udah mau pagi!” Andra berseru sembari beranjak dari kursinya kemudian menarik langkah keluar dari coffeshop. Ricko dan Rena mengikuti dari dari belakang. Begitu langkah mereka sampai di samping mobil, Ricko membuka pintu mobil bagian depan agar Rena duduk kembali di sana karena tidak mungkin Andra bersedia duduk bersama Rena di kabin belakang. Di dalam mobil hanya Rena, Ricko dan pak Syam yang berbincang-bincang sambil sesekali Rena menunjukan jalan arah ke kosannya sedangkan Andra hanya termenung belum bisa melupakan perkataan Rena di coffeshop. "Kenapa jual mahal sekali perempuan ini? Dia harus cari kerja tambahan, ayahnya sakit, harus bayar kuliah adiknya tapi masih menolak uang lima Milyar, siapa dia sebenarnya?" Yang hanya bisa Andra tanyakan dalam hati, pria itu begitu Intovert untuk bisa menanyakan langsung semua pertanyaan yang berseliweran dalam pikirannya. Andra yang digilai setiap wanita hingga selalu dibuat kesal dengan prilaku berlebihan wanita-wanita tersebut merasa aneh ketika ada satu wanita yang terkesan tidak tertarik padanya. Hati kecil Andra tidak terima ditolak oleh Rena. "Sudah sampai!! Kosan saya masih di dalam beberapa meter dari sini jadi cukup diantar sampai sini aja karena jalannya gang sempit enggak masuk mobil, terimakasih udah menolong saya dan anterin saya pulang, Pak.” Rena bicara kepada pak Syam dan bilas oleh anggukan serta senyum dari pria paruh baya itu. “Terimakasih juga kopinya Pak Ricko, dan terimakasih juga Pak Andra untuk....., " Rena tidak melanjutkan kalimatnya karena bingung harus berterimakasih untuk apa dari tadi Andra hanya diam saja. "Terimakasih untuk tumpangan mobilnya" Ricko menambahi. Rena tersenyum dan keluar dari mobil, gadis itu melambaikan tangan lalu masuk perlahan ke dalam gang menuju kosannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN