Aku mendorong Hasan dengan kasar, aku menampar wajah tampannya dengan keras sampai tanganku terasa panas.
Ada rasa sakit juga di hatiku saat melakukannya, melihat dia terdian dan tidak mengatakan apapun semakin menambah kesedihanku.
"Kurang ajar!! jaga sikapmu Hasan, jangan bersikap kurang ajar padaku, aku sama sekali tidak mencintaimu, kau hanyalah sahabatku saja!!" teriakku frustasi.
Umi Nur dan Abi Yusuf menatap kami dengan gelisah. Sementara Jasmin dan umi nya terlihat pucat.
"Jangan berbohong Dilla, aku tahu kau sangat mencintaiku, mengapa sikapmu berubah sayang?! aku kira hanya karna kau cemburu pada Jasmin, tapi mengapa kau tetap marah sayang?! apa salahku?!" tanya Hasan tanpa ada rasa marah sedikitpun meskipun aku sudah menamparnya.
"Kau tidak melakukan kesalahan apapun Hasan, aku mencintai pria lain, apa kau dengar?! aku sudah memiliki seorang kekasih." jawabku dengan bibir bergetar.
"Jangan berbohong Dilla, aku tidak akan pernah percaya! aku sangat mencintaimu," ucap Hasan serius.
Ingin rasanya aku menangis mendengar ungkapan perasaannya, tapi aku tahan, aku tidak boleh terlihat lemah.
"Terserah kau mau percaya atau tidak!! yang pasti aku jijik melihatmu, aku risih saat kau berusaha terus menyentuhku, kau ini dari keluarga Arab bukan?! Bahkan keluargamu sangat terpandang, aku juga tahu bahwa semua keluargamu sangatlah terhormat, tapi tidak dengan sikapmu!! memalukan." ucapku sinis.
Tak berapa lama kemudian, kudengar seseorang keluar dari kamar mandi yang ada di ruangan Abi Yusuf.
Karna penasaran aku melihat ke arahnya dan betapa terkejutnya diriku saat melihat ayah Irwan berdiri di sana sambil menatap mataku dengan tajam.
"Apa apaan ini Dilla?! apakah ayah pernah mengajarimu bersikap tidak sopan seperti itu?! hah!! mengapa kau menampar Hasan?!" tanya ayah tajam.
"Dia sudah kurang ajar padaku ayah!! aku tidak suka!!" jawabku keras.
Ayah terkejut mendengar nada bicaraku, tentu saja! karna selama hidupku belum pernah aku membentak ayah atau berkata keras padanya meskipun dalam keadaan marah, biasanya aku cuma menangis dan beliau pasti menenangkanku. Aku selalu berbicara lembut padanya.
"Kurang ajar bagaimana maksudmu?! dia hanya menyatakan rasa cintanya padamu nak, dan kau menamparnya?! ingatlah Dilla! bagaimanapun juga dia adalah atasan ayah, bersikaplah yang sopan!" bentak ayah membuatku meneteskan air mata.
Hasan mendekatiku, dia memeluk tubuh gemetarku dengan erat."dilla sama sekali tidak bersalah ayah, Hasan mohon pada ayah, jangan memarahinya," ucap Hasan dengan lembut, Hasan mengangkat wajahku dan mengecup bibirku dengan penuh kasih sayang.
"Astaga!! mengapa kau tidak marah saja Hasan?! aku lelah terus berteriak teriak dan terus menghinamu, aku sendiri yang merasa sakit!!" umpatku dalam hati.
Aku mendorong tubuh Hasan dengan keras, bahkan sampai mengenai meja kerja Abi Yusuf. Dia terlihat kesakitan karna tanpa sengaja tangannya menghantam pinggiran meja yang kebetulan terbuat dari kayu dan di lapisi kaca di atasnya.
"Auwh..." rintihnya pelan.
"Menjauhlah dariku bodoh!!! aku sama sekali tidak mau kau dekati!! apa kau tuli?!" teriakku kasar.
Hasan menatap mataku dengan lekat, dia seperti tidak percaya dengan apa yang aku lakukan padanya barusan.
"Dilla cukup!!" bentak ayah Irwan sambil mendekatiku."kau ini kenapa?! mengapa sikapmu berubah?! jawab ayah Dilla?! apakah kau ada masalah?! jawab!!" bentak ayah irwan dengan keras.
Belum pernah aku melihat beliau bisa sampai semarah ini, aku benar benar bingung harus menjawab apa?!
Ayah Irwan mendekati Hasan dan berusaha buat menolongnya.
"Maafkan putriku nak, tidak biasanya dia bersikap seperti itu, maafkan ayah juga," ucap ayah Irwan menyesal.
"Astaga! tidak apa apa ayah, jangan meminta maaf pada Hasan, aku tidak apa," jawab Hasan pelan.
"Buat apa ayah meminta maaf padanya!! apa ayah tidak dengar?! dia sudah bersikap kurang ajar padaku!! kelakuannya seperti binatang!! dan orang seperti itu harus di berikan pelajaran biar tidak bersikap kurang ajar!! aku yakin banyak gadis di luar sana yang sudah menjadi korban nafsu bejatnya itu, termasuk Jasmin!!"
PLAKKK
"Jaga bicaramu Dilla!! aku tidak percaya kau bisa sampai sekasar itu?! kau sudah membuktikan pada ayah bahwa kau ternyata bukanlah putri ayah!! kau telah membuktikan bahwa kau ternyata hanyalah putri dari perempuan gila yang sudah melahirkanmu itu!! aku menyesal karna telah mengangkatmu menjadi putri ayah!!" Bentak ayah Irwan membuat tubuhku membeku.
"Cukup Irwan!!!! berani sekali kau mengungkit masa lalunya!! kalau kau tidak ikhlas merawatnya, seharusnya kau bisa bilang padaku!! aku sendiri yang akan membesarkannya!!" ucap umi Nur sambil mendekatiku.
Ayah Irwan sama shock nya seperti diriku, matanya memerah karna berusaha menahan air matanya, terlihat dari perubahan ekspresinya, aku tahu betapa sedihnya dirinya saat ini, dia sangat menyesali ucapannya barusan.
Umi Nur memelukku sambil meneteskan air mata. Pintu ruangan abi Yusuf terbuka dan masuklah bunda Tia sambil menatapku khawatir.
"Ada apa ini Nur?! perasaanku sangat tidak enak, aku tadi menyuruh Dilla berbelanja dan Hasan membawanya kemari, ada apa ini?!" tanya bunda cemas.
Beliau menghampiriku dan ingin memeluk tubuhku setelah umi Nur melepaskan pelukannya.
Tapi sebelum itu aku menolaknya.
"Jangan memelukku nyonya Irwan, aku bukanlah Putrimu!! aku adalah anak haram!! aku putri dari wanita gila yang telah tiada karna memiliki gangguan jiwa dan sudah di perkosa, menjauhlah dariku dan jangan berusaha buat memelukku!! mulai saat ini dan seterusnya aku bukanlah putrimu!! kau dengar?! aku bukanlah putrimu!! ibuku telah tiada!!" teriakku seperti orang gila.
Bunda Tia terlihat pucat, matanya melebar, dan air matanya jatuh menetes.
"Kau putriku sayang, mengapa kau tega bicara seperti itu pada bunda? apa bunda telah melakukan kesalahan nak? apa bunda tanpa sengaja telah menyakiti hatimu? kau putriku sayang, selamanya kau adalah putriku," ucapnya sambil menangis.
"Tidak! Tidak lagi, aku bukan putrimu dan aku juga bukanlah putri dari siapapun!" teriakku dan setelahnya pergi sambil berlari meninggalkan mereka semua dengan deraian air mata yang mengalir di wajahku.
Hatiku terluka, ayah yang sangat aku cintai telah berani mengungkit ungkit masa laluku di hadapan orang yang tidak selayaknya mendengar, hatiku benar benar hancur dan luka, ingin rasanya bunuh diri saja.
Andai boleh memilih, tak mungkin aku mau jadi anak dari orang yang sudah hilang akal, tapi meski bagaimanapun! Beliau tetap ibu kandungku, tak boleh karena mereka aku menghinanya dan menyesal jadi putrinya, sama sekali bukan sifatku.
"Maaf jika tanpa sengaja aku membuatmu sakit hati, Ibu kandungku. Semoga kau bahagia di alam sana! Sungguh! Kau manusia paling mulia yang pernah aku kenal. Aku sangat mencintaimu dan bangga jadi anakmu. Jangan sedih karena ulahku dan ulah kedua orangtua angkatku. Maafkan, Aku. Bahagia dia alam sana ibu kandungku sayang," batinku teramat sangat kesal.
**