Alarm berdering. Keras. Menyakitkan telinga. Viola menghantam tombolnya dengan marah, lalu mengubur wajahnya ke bantal empuk yang bahkan tidak mampu menenangkan kegusarannya. Rasa malas bukan sekadar malas — ini adalah bentuk penolakan utuh dari seluruh jiwanya. Matanya terbuka lebar menatap langit-langit putih apartemen. Dua minggu lalu masih DJ. Hari ini? Sekretaris. Sekretaris Mario Mardani. Sialan. Dia bangkit, berjalan lesu menuju lemari pakaian yang sudah dipenuhi dengan setelan kerja rapi yang — jelas bukan pilihannya. Semuanya formal, elegan, terlalu “rapi” bagi jiwa liar seorang Viola. Tak ada jaket kulit, tak ada crop-top, tak ada sepatu boots. Yang ada hanya kemeja satin, rok pensil, dan sepatu hak tinggi. “Dasar psikopat pengendali,” gumamnya sinis sambil menarik kemeja p