"Iya, asli." Jawabnya singkat.
Sandira bergegas menuju ke lantai atas. Derios mengikutinya dari belakang. Saat menaiki tangga penampilan pria itu sudah berubah menjadi manusia. Rambutnya hitam maskulin, memakai celana jeans dan kaos lengan pendek.
Sandira belum menyadari perubahan tersebut, gadis itu sudah menghilang di balik pintu kamarnya.
Pria itu mengikutinya masuk kedalam kamar, dia melihat Sandira sedang mencari baju yang akan dipakainya di dalam lemari.
"Kamu mencari baju yang modelnya bagaimana?" Tanyanya seraya berdiri di sebelahnya.
Sandira menoleh ke samping kanan, dia menatap penampilan pria itu dari atasan ke bawah.
"Kau! Sejak kapan berganti baju?" Hampir melupakan status tinggi Derios.
"Ah gue hampir lupa, rumah saja begitu mudah kamu buat, apalagi sekedar berganti pakaian." Ralatnya kembali.
"Kenapa? Apa ini tidak cocok denganku?" Mencermati bajunya seraya bercermin di sebelah Sandira.
"Itu terlalu tampan, maksud gue, itu sudah bagus!" Tergagap buru-buru memilih baju di dalam lemari. Derios menyadari perubahan wajahnya, pria itu tersenyum menatap wajah merah Sandira.
"Ke, kenapa Lo? Lihat-lihat muka gue? Apa ada yang salah?" Bersandar di pintu lemari pakaian. Menghindari wajah Derios yang sudah berjarak sepuluh sentimeter dari depan wajahnya.
"Tidak ada." Masih tersenyum menyapu wajah Sandira dengan nafasnya.
"Sialan pria ini mau ngapain lagi sih?! Gue gak mau hamil lagi sekarang! Gue gak mau!" Sekuat tenaga menekan perasaannya sendiri.
"Fiuuuh!" Meniup wajah Sandira, agar gadis itu membuka matanya mau melihat ke arahnya.
"Kenapa?" Tanyanya seraya mengerjapkan matanya. "Cup!" Ciuman Derios mendarat lembut pada bibirnya. Tidak bisa berkata-kata lagi, "Gawat! Gue harus bagaimana?!" Mencoba mendorong tubuh Derios dengan kedua tangannya.
Sandira berhasil melepaskan diri, karena Derios mengalah untuk melepaskannya. "Akkh! Hah! Hah! Hah! Lo, Kenapa cium-cium gue? Bukankah kita sudah sepakat tidak akan berhubungan lagi? Dan Lo juga bilang gue bisa kuliah kan?" Mencoba mengingat perjanjian mereka berdua, ketika masih tinggal di kediaman Derios.
"Ya, kamu memang boleh kuliah lagi seperti maumu. Tapi tidak dengan perceraian, kamu masih tetap menjadi istriku." Desisnya di telinga Sandira.
"Terus maksudnya gue bisa hidup normal, gue hidup di sini bareng-bareng sama elo setiap hari?" Menggaruk kepalanya dengan sepuluh jarinya merasa sangat frustasi.
"Hemm." Mengangguk kecil.
"Terus apa bedanya jika Elo tetap nemenin gue, di sini ataupun di sana?" Mulai gusar dan lelah.
"Di sini di duniamu, dan di sana adalah duniaku tentu saja ada perbedaannya." Tersenyum menjawab dengan entengnya.
"Ah aku lelah, ya sudahlah aku mau tidur dulu. Bruuuuk!" Menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Derios merangkak naik ke atas tempat tidur dia berbaring di sebelahnya, "Lo kenapa ikut tidur di sini? Kan bisa tidur di kamar lain?" Menggeser tubuhnya menjauh dari Derios.
"Karena kamu istriku!" Tersenyum manis membuat Sandira berdebar-debar.
"Sialan! Jantung gue gak bisa diajak kerja sama!" Menggerutu di dalam hati.
Derios tahu Sandira berdebar-debar saat dia berada sangat dekat dengannya, pria itu sengaja menggeser tubuhnya lebih dekat lagi.
Sandira beringsut menjauh lagi, Derios mendekat lagi.. Sandira tidak mau menyerah, dia tetap beringsut menjauh. Tapi sesuatu di luar dugaan terjadi, "Braaaaakkk!" Tubuhnya jatuh terguling ke lantai.
"Lo sengaja kan? Bikin gue jatuh??" Berteriak memarahinya memegangi punggungnya sendiri.
"Nggak kok, mana mungkin aku seperti itu?" Membalik tubuhnya memunggungi Sandira.
"Vampir versi apa sih Lo? Nyebelin banget!" Keluar kamar pindah ke kamar yang lain. Derios mengintip Sandira, gadis itu sudah tidak ada di belakang punggungnya.
"Dia yang jatuh, kenapa nyalahin orang? Ctik!" Menjentikkan jarinya pindah ke tempat lain, nangkring di atap nonton Sandira tidur.
Keesokan harinya..
Sandira melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, gadis itu kemudian bersiap-siap untuk mendaftarkan kuliah. Mencari kampus yang tidak jauh dari kota tempat ia tinggal.
"Mau kemana pagi-pagi sudah rapi?" Berdiri di sebelah cermin melihat Sandira menyisir rambutnya.
Sandira diam saja, dia sedang tidak ingin bicara dengan Derios pagi itu. "Pria tampan! Ah sudahlah lupakan saja! Pernikahan juga gak bisa diputuskan, gue mikir masa depan dulu aja!" Menenteng tasnya keluar kamar sambil bergumam sendiri.
Derios mengusap dagunya, mencari tahu apa yang sedang dilakukan oleh Sandira. Yang pastinya gadis itu tidak akan dibiarkan olehnya terlibat dengan pria lain, karena sudah mengikat perjanjian pernikahan dengannya.
Derios mendengar suara gumaman Sandira melalui ketajaman pendengaran miliknya. Dia mendengar gadis itu akan mencari fakultas untuk melanjutkan studinya.
Derios tersenyum manis, entah apa yang ada di benak pria itu sekarang.
Sandira masuk ke dalam sebuah gedung besar. Dia berniat mendaftarkan diri sebagai mahasiswi di kampus tersebut. Dia melihat jumlah uang yang harus dibayarkan untuk pendaftaran.
Dia mengurungkan niatnya, karena dia sama sekali tidak memiliki uang satu sen pun saat ini. Dia hanya mengambil formulirnya kemudian melangkah pergi dari sana.
Sandira terus melangkahkan kakinya menuju ke arah jalan raya, dia melihat sekelilingnya untuk mendapatkan pekerjaan. Dia ingat perpustakaan beberapa hari lalu, tapi dibatalkan juga niatnya untuk pergi ke sana karena perpustakaan itu milik Derios.
Dia juga ingat perusahaan tempat dia bekerja sebagai seorang cleaning service, dan saat dia bekerja pada hari itu Derios membeli perusahaan tersebut demi untuk menemuinya.
Sandira menggelengkan kepalanya berkali-kali, dia tidak tahu kemana harus mencari pekerjaan baru.
"Pria Vampir itu sudah nikah sama gue, masa dia bakal terus ngikutin gue? kalau misalnya gue cari kerjaan lainnya?!" Menggaruk kepalanya, seraya terus melangkah.
Akhirnya pandangan matanya tertuju pada sebuah rumah sakit besar di pusat kota. Gadis itu memberanikan dirinya untuk masuk ke dalam.
"Pak kalau mau nyari lowongan kerja ada tidak?" Bertanya pada satpam yang sedang bekerja pagi itu.
"Neng lulusan apa?"
"SMA pak." Ucapnya pada satpam tersebut.
"Ada sih, cuma jadi tukang bersih-bersih." Jawab satpam itu lagi.
"Gak apa-apa pak, saya mau jadi tukang bersih-bersih." Sangat yakin dan penuh semangat mengucapkannya.
"Neng jalan lurus saja ke belakang sana, nanti ada kantor kecil di sana neng masuk, dan tanyakan pekerjaan yang neng inginkan."
"Terima kasih pak!" Sandira bergegas menuju ke kantor yang tunjukkan oleh satpam itu barusan.
"Tok! Tok! Tok!" Gadis itu mengetuk pintu depan kantor tersebut.
"Masuklah,"
"Maaf pak, pak satpam bilang saya bisa melamar pekerjaan di sini?" Bertanya pada petugas tersebut.
"Iya kami membutuhkan staf karyawan untuk bertugas mengantar barang-barang masuk ke rumah sakit." Sandira tersenyum lebar mendengar kabar berita tersebut.
Gadis itu mendapatkan selembar kertas formulir pendaftaran kerja. Dia mencermati isi formulir itu, dia tidak ingin terjadi kesalahan untuk yang kedua kalinya.