Derios nyengir diperlakukan seperti pembantu. Tapi anehnya dia tidak protes sama sekali saat Sandira memintanya untuk meletakkan barang-barang miliknya di lemari kamarnya.
"Gadisku sangat manis, ah senangnya hidup serumah dengannya. Sengsara-pun aku ikhlas asalkan tetap bersama." Gumamnya sambil menengadah menatap langit-langit kamar.
Sandira menyapu lantai rumahnya, setelah itu dia harus bekerja kembali untuk mencari biaya kuliah.
Tanpa berpamitan pada Derios anak itu sudah ngibrit keluar dari dalam rumahnya menuju tempatnya bekerja.
"Tumben nggak telat kamu." Sindir salah seorang yang memiliki pangkat satu tingkat lebih tinggi darinya di perusahaan tersebut.
Sandira bekerja sebagai cleaning service di kantor percetakan tersebut, sedang orang yang nyindir dia barusan juga bekerja sebagai cleaning service, cuma setahun lebih dahulu bekerja di sana dibandingkan dengan dirinya.
"Hahahaha! Iya lagi males berada di rumah makannya buru-buru datang kemari." Ujarnya pura-pura terlihat bahagia di depan saingannya.
"Cantik kagak! Gayanya sok imut kebangetan!"
Cetusnya lagi tanpa sungkan sambil berlalu.
Mendengar ucapan pedas itu, Sandira hanya tersenyum tipis.
"Emang siapa yang bilang gue cakep? Gue juga nyadar muka gue ini buluk dan jelek banget kok! Gue juga gak pernah tuh pura-pura sok imut! Tapi muka gue emang imut betulan!"
Ungkapnya seraya mengambil peralatan kebersihan dari dalam gudang.
Gadis itu mulai membersihkan lokasi yang sudah jadi jadwal hariannya.
Setelah setengah jam membersihkan lantai, seseorang memanggil namanya.
"Sandira? Lo ganti nama jadi Suminem?"
Tanya Wela teman seperguruannya di tingkat SD.
"Ngomong apa sih Lo? Gak lah! Eh tunggu sebentar! Siapa yang bilang kalau gue Suminem?!"
Mendadak terkejut menjambak rambutnya sendiri, ingat vampir siluman yang terus mengikutinya sejak acara kemping kemarin.
"Itu pak direktur utama! Dia nyariin elo! Dia ngeyel bilang nama Lo Suminem! Padahal Lo kan belum ngadain kondangan buat ganti nama?"
Cetusnya sambil menggaruk keningnya.
"Wel? Siapa direktur utama? Ngasal Lo, mana mungkin gue kenal sama direktur utama perusahaan ini? Gue ngelamar kerja suka nebeng sama elo waktu lulusan kemarin!"
Terangnya sambil menggaruk kepalanya sendiri.
"Mana mungkin dia tiba-tiba membeli perusahaan ini? Ah mustahil! Lagi pula dia kan vampir! Masa tiba-tiba muncul di hadapan banyak orang?"
Masih bergumam sendirian, tidak mengerti dengan sebenarnya yang terjadi.
"Sudah Lo kesana saja dulu! Lo pastikan kenapa itu direktur mendadak nyariin Lo!"
Wela mendorong punggung Sandira menuju ruangan direktur utama perusahaan tersebut.
"Wel Lo temenin gue ya? Gue nervest ni! Kalau gue dipecat tiba-tiba bagaimana? Gak kasihan Lo sama gue!" Ujar Sandira memelas.
"Sialan Lo, kalau mau dipecat jangan ajak-ajak gue dong! Hutang kredit motor gue aja belum lunas!"
Timpal Wela seraya ngibrit kabur dari depan ruangan direktur.
"Tok! Tok! Tok!" Sandira mengetuk pintu ruangan tersebut.
"Masuk!"
Sahut seorang dari dalam ruangan.
Sandira masuk dengan takut-takut ke dalam ruangan direktur. Pria tinggi maskulin berdiri memunggunginya menghadap ke arah jendela.
"Pak direktur memanggil saya?"
"Iya, saya memanggil kamu. Kenapa kamu menggunakan nama Suminem? Seharusnya kamu bilang kalau namamu adalah Sandira Winata!"
Pria itu berbalik memutar badannya menghadap ke arahnya.
"Jreeeeeng!" Teriak suara gitar nada sumbang bergetar kencang mengobrak-abrik di dalam hati Sandira.
"Kau! Kau vampir gila!?" Ujarnya spontan. Lalu buru-buru menyumbat bibirnya sendiri dengan telapak tangan kanannya.
"Maaf pak direktur, saya waktu itu. Saya bingung. Karena terlalu terkejut saya asal bicara."
Jawabnya segera sambil menundukkan kepalanya.
"Apa dia sebenarnya adalah direktur utama, lalu menyamar menjadi vampir? Tapi dia tiba-tiba muncul di mobil Serlina juga! Artinya dia menyamar menjadi direktur? Ah gimana sih yang bener? Puyeng kepala gue?!"
Sandira memukuli kepalanya sendiri mencari sel saraf pusat yang masih normal di dalam otaknya yang semakin rumit bagai benang kusut.
"Kamu malah melamun?" Derios memegang kedua bahunya.
"Maaf pak, saya harus kembali bekerja. Masih banyak pekerjaan yang belum saya selesaikan. Permisi."
Sandira berusaha kabur dari dalam ruangan tersebut, dia tidak ingin terlibat lebih jauh dengan sosok direktur utama tersebut.
Sekalipun wajahnya ganteng dan mirip dengan vampir yang tinggal serumah dengannya, dia masih belum bisa memastikan bahwa itu adalah orang yang sama.
Jika sampai dia salah terka, bisa-bisa pekerjaannya akan hilang begitu saja.
Derios tidak mau melepaskan genggaman tangannya pada kedua bahunya.
"Plak!" Sandira menepis tangannya dari atas bahunya.
Tapi lagi-lagi pria itu meletakkan tangannya lagi di atas bahunya sambil cemberut, seakan-akan dirinya adalah orang terbuang.
"Pak? Saya harus bekerja!"
Sandira melepaskan tangannya lalu mundur menjauh.
Jika pria vampir yang tinggal serumah dengannya berambut putih panjang sepinggang. Direktur utama perusahaan tersebut berambut pendek hitam maskulin dan tampan.
Wajah yang sama tapi penampilan yang berbeda.
Sekalipun kejatuhan durian runtuh, Sandira masih harus mengulang undian seribu kali untuk berfikir pria di depannya itu adalah orang yang sama.
Sandira berbalik memegang gagang daun pintu. Tapi pria itu malah memeluknya erat dari belakang punggungnya.
"Jangan-jangan! Direktur utama perusahaan ini punya kelainan m***m tingkat akut!"
Bisiknya mencoba mencairkan otaknya karena mendadak beku tidak bisa loading setatus persen.
Tentu saja dia heran, karena wajahnya selain terhitung tidak menarik sama sekali.
Bahkan untuk seekor lalat yang berlalu di depan wajahnya lebih milih es krim dibandingkan hinggap pada wajahnya.
Dan sekarang pria berstatus sebagai direktur utama perusahaan tempatnya bekerja, selain tampan kaya raya.
Apalagi kalau bukan karena kelainan hubungan, menilik dari segi dirinya yang sangat berantakan serta tingkat kemustahilan seratus delapan puluh derajat Celcius untuk dicintai seorang miliarder.
Baginya itu adalah sebuah mimpi di tidur panjangnya. Sayangnya itu sekarang terjadi pada dirinya, dan bukan di dalam mimpinya.
"Pak bisakah anda melepaskan pelukan anda? Saya terlalu nyaman dengan ini sampai saya lupa dengan setatus saya sebagai seorang cleaning service!"
"Saya merasa sepuluh menit lagi akan datang wanita cantik masuk dari pintu yang ada di depan wajah saya, dia akan mencabik-cabik wajah saya yang sudah jelek jadi semakin buruk rupa."
"Sebetulnya gaji saya bulan depan setahun ingin saya gunakan untuk oplas wajah saya sekaligus buat nyabut tompel saya pak. Tapi jika saya sudah dipecat sebelum bisa ngumpulin dana, wajah saya akan tetap seperti ini tahun depan."
Jelasnya pada pria yang masih tetap memeluknya erat.
"Klek!" Dia malah mengunci pintunya dari dalam ruangan.
"Pak? Anda masih waras kan?"
Sandira memutar tubuhnya menghadap ke arah pria tersebut.
Matanya terlihat sendu menatap dalam ke arah Sandira.
Dia melangkah mendekat dan menghimpit tubuhnya di belakang daun pintu.
Sandira semakin kelabakan ketakutan bergeser ke samping menjauh darinya.
Dengan gemas pria itu meraihnya lalu melumat habis bibirnya. Sandira merasa sedikit aneh, karena tiba-tiba pria itu menciumnya dengan paksa.
Karena dia juga tidak bisa berontak akhirnya menyerah merelakan bibirnya untuk sedekah.