Part 6

1009 Kata
Sekitar lima menit direktur tersebut baru melepaskan ciumannya. Sandira menahan d**a pria di depannya. Perlahan dia membuka matanya menatap wajahnya. Rambut Derios sudah kembali seperti semula. "Apakah kamu sudah mengenaliku?" Tersenyum manis menatap wajah Sandira. "Lo! Lo! Lo! Derios? Bagaimana mungkin?" Sesaat kemudian rambut Derios kembali berubah menjadi hitam dan maskulin. "Astaga! Ni gue ngimpi, atau gimana ya?!" Mencubit kedua pipi Derios dan menariknya ke samping kiri-kanan. "Akh, sakit tahu!" Pekiknya seraya mengusap kedua pipinya. "Sandira, kita jadian ya?" Pintanya masih tetap memeluk pinggangnya. Gadis itu sedikit terkejut dengan permintaan pria di depannya itu. Dia sekarang sudah menjadi direktur utama perusahaan tersebut. Tapi dia tidak berubah pada pendiriannya untuk tetap memilih wajah jeleknya. "Derios, Lo tahu kan gue gak cakep? Coba kita berdiri sebelahan lalu difoto. Pasti yang lihat foto kita berdua mikir gue itu bukan pacar Lo. Tapi pembantu Lo." Menggaruk jidatnya sendiri sambil menatap kosong. Sandira mendorong tubuh Derios menjauh, lalu memutar kunci pintu dan keluar dari dalam ruangan kerjanya. Pikirannya masih kosong berlari entah kemana. Berjalan lesu. "Sial! Gue masih merasa sangat tidak cocok sekalipun itu mahluk gak jelas! Sekarang dia tampil seperti manusia yang sangat tampan gak ketulungan." Gumamnya di sepanjang lorong. "Gimana Dira? Sudah ketemu dengan direktur utama perusahaan ini? Dia ngomong apa sama kamu?" Tanya Wela penasaran. "Gue dipecat." Ujarnya sambil nyengir menuju ke tempat loker untuk mengambil tasnya. Gadis itu melangkah lesu keluar dari perusahaan tersebut. "Gue gak mau ketemu dia setiap hari, apalagi dia nempel-nempel terus kaya gitu! Kalau di rumah sih mending, gak ada yang lihat! Kalau di perusahaan bisa-bisa mereka pikir gue pakai ajian pelet! Terus gue digebukin dikira pakai ilmu hitam! Masa gue harus mati digebukin? Kan gak seru!" Menggerutu di sepanjang jalan sambil mengacak-acak rambutnya. Setelah lama berjalan pandangan matanya jatuh pada perpustakaan di tengah kota. "Wah besar sekali perpustakaan ini? Kenapa kemarin gue gak lihat ada perpustakaan segede ini ya?" Sandira masuk ke dalam halaman yang begitu luas. Mobil berjajar rapi di depan perpustakaan tersebut. Juga banyak kendaraan lainnya. Dia melihat papan nama yang tertera di dinding depan. "Dibutuhkan karyawati, kelulusan tingkat SMA, gaji lima juta sebulan! Buruan daftar, lowongan hanya tersisa untuk satu orang pelamar pertama!" "Wah kesempatan gue nih! Tapi disuruh ngapain ya nanti?" Sandira mengambil kertas tersebut dan membawanya masuk ke dalam perpustakaan untuk menunjukkan pada pegawai staf yang ada di sana. "Kok sepi banget? Dan mereka yang membaca buku kenapa wajahnya pucat semuanya? Gila! Jangan-jangan gue salah masuk dimensi ruang?! Mati gue! Buruan kabur deh! Pantas saja gue gak pernah lihat ni gedung!" Umpatnya sambil meletakkan kertas tersebut di atas meja pelan-pelan. Kemudian melangkah mengendap-endap menuju keluar. "Hei! Kamu! Isi daftar hadir dulu sebelum pergi!" Menarik krah jaket Sandira. Wanita berkaca mata, rambutnya keriting sebagian beruban. Bajunya khas gaya wanita Belanda. Bibirnya berwarna merah darah. Kukunya sangat panjang dan tajam. "Ah, iya." Berbalik menuju meja lobi. Dan mengambil bolpoin di atas meja. Tangan Sandira gemetaran sampai bolpoin tersebut jatuh ke lantai. Dia merundukkan badannya. Saat meraih bolpoin di atas lantai dia melihat kaki penjaga tersebut tidak menempel di lantai. "Mati gue! Tamat gue! Gimana dong!" Keluhnya sambil menahan nafasnya. "Cepat isi daftar hadirnya! Lama amat? Lo gak bisa nulis ya? Buta huruf?" Bentak petugas perpustakaan tersebut. Sandira segera menganggukkan kepalanya sambil mengerjapkan matanya. "Sialan! Hantu juga bisa ngehina orang kaya gue! Pakai logat modern pula! Kebanyakan nonton televisi kali ni hantu?!" Umpatnya lagi dalam hati. "Ini apa?" Menenteng kertas lowongan kerja di depan wajah Sandira. "Surat lowongan kerja." "Lo bohongin gue! Lo bisa baca ini! Sudah cepat isi daftar hadirnya!" Mau tidak mau Sandira menuliskan namanya pada daftar hadir tersebut. Dan meletakkan bolpoinnya. "Lo manusia kan?" Sandira tercekat mendengar pertanyaan dari wanita hantu tersebut. "Bukan, gue baru mati kemarin jadi gak bisa mati lagi sekarang!" Ujarnya buru-buru. "Yang mau bunuh lo siapa? Takut banget sama gue? Lihat tubuh Lo aja gue gak minat!" Ujarnya sambil memainkan kukunya. "Inilah keberuntungan gue punya wajah jelek! Hantu gak minat sama gue!" Merasa senang untuk pertama kalinya terlahir tidak cantik. "Ini formulir pendaftaran kerja di sini, kamu isi dan tanda tangan. Mulailah bekerja." "Gajinya? Bagaimana?" Mulai berani, karena butuh duit. "Gaji? Ya pakai duit lah!" "Hantu punya duit juga? Takutnya gue dikasih daun kering kaya kuntilanak yang ngasih uang ke tukang sate!" Bicara jujur tanpa basa-basi. "Woi muka gue ini, mirip putri Diana! Enak saja disamakan sama kuntilanak! Cakepan gue dipandang dari belakang ataupun depan!" Jelasnya sambil bercermin di depan Sandira. "Gajinya boleh diambil dimuka? Gue gak punya duit soalnya, apalagi ada vampir juga numpang di rumah gue, Lo bisa bayangin kan hidup gue sebatang kara bisa seberat apa, gue juga belum bayar iuran listrik dan air! Kalau gue gak mandi karena gak bisa bayar air, Lo juga gak mau kan lihat gue kerja dengan wajah penuh jigong gara-gara gak cuci muka!?" Mengangkat kedua alisnya sambil tersenyum manis. "Oke deh! Gue bayar kontan dimuka! Karena gue juga butuh pegawai yang rajin bekerja, tugas Lo bersih-bersih saja. Dari depan sampai belakang dalam gedung." Mengambil uang lima juta dari laci, dan menyerahkan kepada Sandira. Sandira langsung ngiler lihat uang setumpuk di atas meja. "Braaak! Lo jangan coba-coba kabur setelah dapat gaji! Lo harus masuk kerja mulai pukul delapan pagi sampai jam empat sore." "Siap Bu bos!" Meraih uang tersebut memasukkan ke dalam tasnya. Sandira segera mengisi formulir pendaftaran kerja di perpustakaan tersebut. Setelah selesai, dia segera menyerahkan selembar formulir tersebut pada petugas itu. "Bos, tempat tas di mana?" Tanyanya pada petugas wanita Belanda itu. "Sana!" Menunjuk lemari pegawai di ujung ruangan. Wanita Belanda tersebut tersenyum melihat formulir pendaftaran kerja Sandira. Dia segera mengantarkan kertas tersebut pada pemilik gedung perpustakaan. "Ini tuan formulir pendaftaran kerja Sandira." Ujarnya sambil menundukkan kepalanya dengan hormat. "Bagus! Gajimu akan saya naikkan 20%!" Tersenyum melihat kertas di tangannya. "Ah, suruh dia membersihkan ruangan kerjaku sekarang juga." "Baik tuan!" Undur diri dan melangkah kembali ke dalam ruangan perpustakaan. "Dira, Presdir meminta kamu untuk membersihkan ruangan kerjanya. Kamu ambil peralatan kebersihan di sebelah ruangan ini dan segera ke sana!" Perintahnya pada gadis itu. "Siap Bu bos!" Segera melaksanakan perintah bosnya dan menuju ke tempat peralatan kebersihan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN