Setelah membawa peralatan kebersihan Sandira menuju ke ruangan Presdir.
"Masuklah dan jangan ribut! Satu lagi, panggil gue Rose! Jangan Bu bos! Muka kece begini masa dipanggil ibu?!" Mengambil cermin membetulkan letak poninya.
"Nama anda Rosemila? Keren banget!" Meletakkan sapunya mengancungkan dua jempol ibu jarinya.
"Bukan sih!" Masih menata rambutnya.
"Rosemanda?"
"Bukan! Itu terlalu tidak bernilai." Mencolek lipstik meratakan di bibirnya.
"Rosemary?!" Tebak Sandira lagi.
"Lo pikir gue tanaman! Salah bukan itu! Dengerin baik-baik ya? Namaku Ro-se-ni! Pyakkk!" Mengibaskan rambutnya ke wajah Sandira.
Mendengar itu Sandira bengong melompong. "Roseni?! Hahaha! Mirip tetangga gue Sumini! Tau ah yang penting gue harus semangat bekerja!" Melangkah mantap masuk ke dalam ruangan Presdir.
"Ini lantai apa kaca? Licin gini? Wah sampai isi rok gue kelihatan semuanya! Sialan!" Melangkah masuk menjepit roknya dengan kedua pahanya, sambil menenteng sapu ijuk serta pengki.
"Mana debunya?" Merangkak di lantai mencari debu, tapi sebutir pun gak nemu.
Satu jam mencari debu, mulai putus asa malah tengkurap di atas lantai. Dia melihat pantulan pria tampan melangkah mendekat ke arahnya.
"Kok kayak lihat wajah pria ini sebelumnya? Mirip banget sama ..!"
"Hai Sandira?" Ikut rebahan di sebelahnya.
"Kamu? Mas Derios? Vampir generasi modern? Yang tinggal serumah denganku?!" Cerocosnya tanpa henti seakan-akan dialah artis terkenalnya sedangkan Derios adalah fans beratnya. Sampai lupa dengan logat khasnya Lo gue.
"Hem." Bergumam kecil sambil tersenyum.
"Ngapain ikut kemari? Nanti gue bisa dipecat kalau ketahuan membawamu kemari. Ayo cepat keluar dari sini." Menarik lengannya keluar dari dalam ruangan kerjanya.
Derios tersenyum melihat Sandira menarik lengannya.
"Aduuuuh! Anak baru! Kamu kenapa menarik lengan Presdir seperti itu! Cepat minta maaf!" Perintah Roseni padanya.
"Dia? Presdir? Kerbau gue ini Presdir yang punya perpustakaan ini?" Tanyanya sambil memeluk lengan Derios.
"Aku suamimu, bukan kerbaumu sayangku.." Bisiknya mesra ngalahin romi Juli Januari di telinga Sandira.
"Ngomong apa sih Lo mas? Gue belum nikah sama Lo. Jadi jangan bilang kita suami istri lagi. Bikin mati pasaran jodoh aja!" Dengan pedenya bicara apa adanya.
"Ini surat nikah kita!" Menunjukkan tanda tangan persetujuan Sandira pada selembar kertas tadi pagi.
"Wah! Penipuan nih! Lo nipu gue dengan iming-iming lowongan kerja. Terus formulir yang gue isi tadi ternyata Lo ganti jadi surat persetujuan pernikahan." Menggelengkan kepalanya, lalu melangkah mengambil tasnya.
"Nih duit Lo gue balikin." Menyerahkan uang lima juta tadi padanya kembali. Derios terlihat sangat tidak senang melihat Sandira menuduhnya melakukan penipuan.
"Apa kamu tidak membaca isi perjanjian dalam surat formulir yang kamu tanda tangani?" Berkacak pinggang sambil mendengus.
"Gue langsung menandatanganinya!" Ikut berpose berkacak pinggang dengan berani.
"Lalu kamu sekarang bilang aku penipu? Penipu di bagian mana?" Melangkah mendekat mendorong tubuh Sandira dengan langkah kakinya.
Melangkah mundur sambil menahan d**a Derios. "Iya gue yang salah. Gue terlalu terburu-buru." Merasa takut mendongakan kepalanya menatap wajah Derios.
Melihat pemandangan itu Rose segera pergi. Dia melihat Presdirnya sangat menyukai Sandira.
"Duuk!" Punggung Sandira membentur dinding, langkahnya terhenti. Derios menahan kedua tangannya di atas kepalanya, kemudian mendaratkan sebuah ciuman di bibirnya.
"Sebanyak apapun gue berusaha kabur, tapi tetap saja dia menemukanku." Berbisik dalam hatinya.
Sandira menggelinjang saat jemari tangannya mulai meremas dua benjolan di balik kaosnya.
Ciuman pria itu semakin memanas, keringat dingin mulai keluar dari pelipisnya. Bersama deru nafas tidak beraturan.
Sandira menggigit bibir bawahnya saat jemari tangan Derios singgah di dalam celana jeans miliknya, menggelitiknya sampai basah.
"Akh!" Pekiknya sambil mendongakkan wajahnya menatap pria yang masih terus mengulum bibirnya.
Tubuh Sandira menggelinjang hebat karena permainan yang semakin memanas.
Derios mengangkat tubuh gadis itu membawanya kembali masuk ke dalam ruangan kerjanya dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur pada salah satu ruangan.
Dilihatnya Sandira begitu menikmati setiap cumbuan dan ciumannya. Tak lama, beberapa detik kemudian pakaian Sandira sudah berceceran di atas lantai.
Derios mendaratkan ciumannya di sela-sela pahanya, membuat gadis itu semakin tak berdaya menahan gejolak gairah di dalam dadanya.
"Akh! Aku tidak tahan lagi.." Desahnya seraya meremas kepala Derios yang masih melumat organ sensitif miliknya.
Perlahan-lahan pria itu membuka kedua paha Sandira, dan mulai menekankan senjata miliknya perlahan-lahan ke dalam area tersebut.
"Akh!" Pekiknya sambil meremas punggung pria yang sudah berada di atas tubuhnya.
Lima menit kemudian, Sandira sudah mulai menikmati permainan pria yang sekarang berstatus sebagai suaminya itu.
Gadis itu menggigit bahu Derios untuk melepaskan klimaks yang sudah tidak bisa ditahannya lagi. Derios masih terus melanjutkan permainannya.
"Kenapa lama sekali?" Desahnya saat Derios memiringkan posisi tubuhnya, dan mengangkat salah satu kakinya ke atas. Pria itu berada di belakang punggungnya.
Jemari tangan kanannya masih bermain di organ sensitifnya bagian depan. Membuatnya terus mendesah tanpa henti.
Sekitar satu jam, Derios melepaskan tubuhnya. Tubuh Derios jatuh ke samping tubuh Sandira.
Sandira merasakan ngilu di sekujur tubuhnya terutama pada organ sensitifnya.
"Pernikahan tanpa pesta, juga malam pertama di siang bolong. Sama hantu pula!" Gerutunya merutuki nasib sialnya.
"Kamu tidak boleh jauh-jauh dariku, istriku sayang.." Tersenyum mencium pipi gadis itu sambil memeluk tubuh telanjangnya.
Saat Derios kembali meraba belahan pahanya, Sandira langsung melotot ke arahnya.
"Masih sakit!" Jeritnya saat pria itu kembali menciumi lehernya.
"Akh! Kamu ini benar-benar.." Teriakan Sandira tertelan pagutan bibir Derios.
"Ah, hah hah hah! Sudah cukup, pinggang akh! Rasanya mau patah!" Pekik Sandira ketika Derios melakukannya untuk ke empat kalinya.
"Kamu sangat menyukainya, aku melihat wajahmu begitu menikmatinya." Bisiknya di telinga Sandira sambil meremas buah dadanya.
"Kapan kamu akan berhenti, aku benar-benar sangat lelah." Menarik tangan Derios dari dadanya.
Sandira terlelap di dalam pelukannya. Derios merentangkan selimut untuk menutupi tubuh telanjang mereka berdua.
Setelah satu jam terlelap, Sandira membuka matanya. Dia merasakan sesuatu di belahan pahanya.
"Lagi?" Tanyanya seraya meremas seprei di sisi kanan tubuhnya.
"Apa kamu sering melakukan hubungan intim dengan wanita? Akh! Pelan sedikit!" Pekiknya saat pria itu melajukan ritmenya.
"Aku hanya sekali menikah, dan baru kali ini melakukan hubungan.. hah! Hah! Hah!" Menjawab pertanyaan Sandira seraya mengatur nafasnya.
"Kamu terlalu kuat, jika kamu melakukan ini sepanjang waktu. Aku bisa mati besok." Keluhnya karena sudah sangat kelelahan.
"Jika pria ini terus begini, bagaimana aku bisa pergi dari sini." Keluhnya lagi sambil memukul lengan Derios yang masih berada di atas tubuhnya.
"Aku sudah bilang, tidak akan pernah membiarkan kamu jauh dariku. Jadi jangan berfikir untuk kabur atau lari." Menambah laju kecepatan, dan membuat Sandira menjerit-jerit memukulinya.