Jani menatap pantulan wajahnya di cermin dengan kernyitan di dahi. Ia hampir tidak bisa mengenali dirinya sendiri di balik riasan berharga puluhan juta yang kini sedang dipulaskan di wajahnya. Atau mungkin hanya Jani yang merasa tidak terbiasa dengan riasan setebal itu sehingga dirinya masih tidak mengerti untuk apa orang-orang rela membayar begitu mahal hanya untuk sebuah rias wajah jika itu akan membuat wajah mereka berbeda.
"Mbak Arjani cantik dan beruntung sekali." Sang make up artist yang sejak tadi fokus dengan pekerjaannya memulas berbagai produk make up yang tidak dimengerti Jani ke wajahnya kini akhirnya bersuara.
Jani yang semula masih terpukau dengan tampilan dirinya sendiri di cermin akhirnya menatap sang make up artist dengan pandangan bertanya. "Beruntung maksudnya?"
"Bisa menikah dengan seorang Antares Pramudya Hadinata, jutaan wanita pasti sedang patah hati saat ini. Mungkin Mbak Jani dulu pernah menyelematkan dunia di kehidupan sebelumnya." MUA itu menatap Jani dengan sorot mata kagum.
Ini bukan kali pertama Jani mendengar pernyataan yang sama selama proses menjelang pernikahan. Kalimat, Mbak beruntung sekali bisa menikahi seorang Ares kini mulai membuat Jani muak. Orang-orang itu tidak pernah tahu bahwa pernikahan ini bukan atas kehendaknya. Semua hanya karena perjanjian konyol yang dibuat orang tuanya dan Eyang Uti Ares.
Meski keluarga Hadinata dan Darmaji sepakat untuk mengadakan pesta pernikahan dengan tertutup di mana hanya tamu-tamu pilihan saja yang diundang, berita pernikahan Ares dan Jani tetap tidak luput dari pemberitaan media.
Bahkan sejak pengumuman soal pernikahan diumumkan oleh HS Entertainment selaku perwakilan management artist dari Ares yang diwakili oleh managernya, berita pernikahan Ares masih menjadi hot topic dan trending utama saat ini.
Tidak sedikit penggemar Ares yang didominasi remaja hingga young adult merasa kecewa atas pernikahan Ares yang mendadak saat ini. Apalagi mereka mengharapkan kembalinya Ares dari Amerika ialah untuk kembali berkarir di Indonesia bukannya untuk menikahi seorang perempuan non-celebrity yang bahkan tidak mereka kenal dan tahu seperti apa wajahnya.
Tetapi tidak sedikit juga penggemar yang mengucapkan selamat sambil sibuk berbondong-bondong menjadi detektif dadakan demi mencari tahu siapa perempuan yang akan dinikahi Ares. Ketika akhirnya identitas Jani terbongkar, kebanyakan dari mereka langsung merasa wajar. Dari nama keluarganya saja, semua langsung tahu bahwa Jani jelas bukan dari kalangan biasa. She’s a noble woman with a really good background, keluarganya pun masuk ke daftar lima puluh keluarga terkaya di Indonesia.
Tetapi itu yang mereka pikirkan hanya karena menilai Jani berdasarkan nama keluarganya saja. Karena bagi Jani sendiri, she’s just an ordinary woman.
Jani selama ini hidup dalam kehidupan yang cukup normal. Lahir dan besar di Solo dari pasangan asli Solo juga. Ibu Jani bernama Ningrum, seorang pengusaha batik ternama di Solo. Sedangkan ayah Jani bernama Hendrawan, seorang kurator seni terkenal. Darah seni memang sudah turun temurun mengalir di keluarga Darmaji.
Jani kemudian berkesempatan melanjutkan studinya di Universitas Oxford mengambil jurusan seni rupa murni atau fine art. Jani sendiri sudah mengetahui bakat apa yang ia miliki dan seni apa yang ia sukai sebelum akhirnya memutuskan untuk berkuliah di jurusan tersebut bukan hanya karena tuntutan orang tua dan keluarganya yang memang semua berlatar belakang dunia seni.
Hari-hari kuliah Jani di salah satu universitas terbaik di dunia itu berjalan normal. Selama empat tahun Jani hanya fokus dengan pendidikannya, sama sekali tidak memikirkan hal lain apalagi soal percintaan. Tentu saja bukan karena Jani tidak menarik ya. Jani memang merasa dirinya tidak special, tetapi Jani juga tidak ingin rendah diri. Ada beberapa lawan jenis yang mencoba mendekat selama masa kuliahnya, mulai dari sesama mahasiswa asal Indonesia hingga mahasiswa berkebangsaan asing. Tetapi Jani yang memilih untuk tidak terlibat urusan romansa pada saat itu.
Sampai kemudian di tahun terakhir kuliahnya, Jani sudah menyelesaikan tugas akhirnya dan sedang menunggu tahap selanjutnya ketika memutuskan untuk kembali ke Indonesia, berlibur sejenak setelah hampir setahun tidak pulang. Saat itu lah Jani kemudian bertemu dengan Ariano.
Jani sudah diceritakan sekilas tentang Ariano sehari sebelum penerbangannya ke Indonesia. Ibunya pun mengirimkan sebuah foto yang menampilkan seorang laki-laki dengan kulit seperti gula jawa, dengan rahang tegas, mata yang sedikit sipit dan senyum yang sangat…manis. Lelaki itu mengenakan kacamata tebal, terlihat agak nerd memang, tetapi justru membuatnya terlihat sangat pintar. Dan lelaki itu mengenakan kemeja batik yang kancingnya terpasang hingga ke paling atas.
Jani tahu secara penampilan, lelaki bernama Ariano itu terlihat sangat… unik. Meski gaya fashion Jani juga terbilang cukup sederhana sehingga ia sadar diri untuk tidak menjudge cara berpakaian Ariano. Tetapi anehnya, Jani tidak merasa penampilan Ariano aneh atau memalukan. It’s unique.
Ketika akhirnya Jani bertemu dan mengobrol langsung dengan Ariano, Jani langsung merasa yakin saat itu juga untuk meneruskan proses perkenalan itu ke tahap perjodohan. Sambil menunggu keputusan dari pihak Ariano, Jani pun kembali ke Inggris untuk menyelesaikan pendidikannya.
Sayangnya sebulan kemudian, saat Jani kembali untuk memastikan, ia justru dihadapkan dengan kenyataan bahwa Ariano telah memiliki kekasih hati. Selain patah hati, Jani juga kecewa karena Ariano tidak memberitahu dari awal bahwa lelaki itu sudah memiliki kekasih. Membiarkan Jani berharap tanpa kepastian yang jelas untuk kemudian dihancurkan begitu saja.
Patah hati membawa Jani terbang ke London tepatnya ke Spitalfields dan memutuskan untuk menetap dan bekerja di sana sebagai seniman keramik atau tanah liat.
Namun Jani tidak menyangka jika dua bulan kemudian kehidupannya yang tenang di Spitalfields harus diputar balik. Panggilan Ayahnya yang meminta Jani kembali ke Indonesia karena bulan depan ia akan menikah dengan seorang laki-laki yang bahkan tidak pernah ditemuinya. Dan dari sekian milyaran manusia di dunia, orang itu adalah Antares Pramudya Hadinata.
Kembali ke Jani di masa sekarang. Gadis itu sudah selesai dirias, rambutnya juga sudah ditata dengan jenis gaya apalah itu yang tidak dimengertinya. Ketukan di pintu menyadarkan Jani bahwa waktunya sudah semakin dekat. Hari pernikahannya benar-benar tiba.
***
Jani mengakui bahwa Ares adalah laki-laki paling tampan yang pernah ia temui dalam jarak sedekat ini. Statusnya sebagai aktor dan selebriti papan atas benar-benar cocok untuk dirinya. Wajah itu bukan hanya tampan di depan layar kaca tetapi sangat tampan dilihat secara langsung. Tetapi lebih dari pada mengagumi, saat ini Jani justru merasa terintimidasi oleh tatapan tajam milik Ares yang kini tengah beradu dengan miliknya.
Jani buru-buru mengalihkan pandangan begitu dirasanya tatapan Ares sudah menghujam terlalu jauh, hingga ke relung jiwanya bisa dibilang. Jani sampai tidak sadar menggetarkan bibirnya, menggigil. Tidak hanya karena tatapan tajam Ares tetapi juga semburan penyejuk ruangan yang menerpa punggungnya yang terekspos. Kenapa sih Ares harus memilih gaun model ini untuk Jani.
Beberapa jam yang lalu, Jani dan Ares sudah sah sebagai suami dan istri yang mengucapkan ikrar suci pernikahan secara agama dan negara. Yang kini maknanya sudah tidak lagi bisa dikatakan suci karena dilandasi tanpa rasa cinta. Terpaksa, entahlah. Baik Jani dan Ares hanya sama-sama menjalankan keinginan keluarga mereka saja.
Pernikahan diadakan secara adat Jawa, namun atas permintaan Ares dan hasil negosiasi panjang dengan Eyang Uti dan kedua orang tua Jani, rangkaian prosesinya dikurangi sehingga tidak full seperti yang seharusnya.
Acara dilanjutkan dengan resepsi pernikahan di malamnya. Ares ingin acara ini lebih modern, sesuai anak muda karena yang datang ke pesta resepsi nanti kebanyakan teman-teman Ares dari kalangan selebriti.
“Boleh kali ya kalau kita lihat Mas Ares mencium Mbak Jani setelah sesi potong kue?”
Duarrr. Rasanya seperti ada kilat yang menyambar, meski Jani dan Ares sudah berekspektasi bahwa hal ini pasti ada dalam rangkaian pesta pernikahan mereka. Tetap saja keduanya terkejut ketika akhirnya MC benar-benar membahasnya.
Jani mencengkram sisi gaunnya saat Ares memutar tubuh menghadap ke arahnya.
“CIUMANNYA JANGAN DI BELAKANG KUE DONG, RES!”
Teriakan salah satu tamu—yang Ares yakini jika itu pasti adalah teman dekatnya langsung disambut teriakan heboh tamu lain. Saat ini posisi Ares dan Jani memang tertutup kue pengantin empat susun di hadapan mereka yang sengaja Ares jadikan tameng agar ia tidak perlu benar-benar mencium Jani.
“b*****t Aiden.” Ares mengumpat pelan. Kini ia menarik Jani bergeser agar semua orang dapat melihat mereka lebih jelas.
Jani bisa melihat jelas wajah Ares yang semakin mendekat ke arahnya. Bagaimana rahang, tulang hidung dan pipi yang terpahat sempurna itu begitu elok, dilengkapi sepasang alis tebal yang benar-benar membuatnya tampan luar biasa malam ini.
Jani semakin gemetar saat sepasang tangan Ares menangkup pipinya, lembut tanpa tekanan—mungkin karena khawatir sentuhannya bisa merusak riasan wajah Jani, meski itu mustahil mengingat betapa mahalnya biaya yang sudah dikeluarkan untuk riasan itu. Dari jarak yang mungkin hanya satu jengkal tersebut, Jani bisa mencium aroma papermint dari napas Ares. Ditambah aroma perfume yang mungkin Ares semprotkan sebelum acara dimulai menguar dan menyebarkan aroma maskulin dan menggoda.
“Tutup,” bisik Ares pelan.
Jani mengernyit. Tidak bisa memproses apa yang baru saja Ares bisikkan. “Apa?”
“Tutup.” Ares mengulanginya lagi.
Jani buru-buru menutup matanya. Ah betul juga, saat pasangan berciuman sudah sewajarnya mereka saling menutup mata. Meski itu dilakukan tanpa cinta, meski ini hanya untuk keperluan acara…
Jani bisa merasakan wajah Ares kian mendekat, suara di ballroom tempat mereka melaksanakan resepsi pernikahan mendadak sunyi senyap. Jantung Jani menderu. Ah, ini akan menjadi ciuman pertamanya. Jani mencengkram sisi gaunnya lebih erat lagi saat dirinya merasakan deru napas hangat Ares menerpa wajahnya.
“Tutup rapet mulut lo, Jani, nggak usah mimpi buat ciuman sama gue.”
Seketika mata Jani terbuka, what? Jani ingin melayangkan protes, ego dan harga dirinya merasa tidak terima. Apa Ares pikir karena dirinya seorang ‘Ares’ maka Jani menginginkan semua ini dengan suka rela?
Tetapi Jani tidak sempat mengatakan apa-apa, dirinya hanya bisa melihat Ares yang tersenyum miring—seperti iblis sebelum akhirnya mempertemukan kedua bibir mereka. Tidak sampai dua detik, hanya menempel lalu bagaikan sentuhan angin.
Ares tidak langsung menjauhkan wajahnya, justru dengan lihai Ares memiringkan kepalanya sehingga orang-orang di depan mereka mengira bahwa keduanya benar-benar sedang berciuman mesra.
Tepuk tangan yang meriah untuk bakat akting seorang Antares Pramudya Hadinata. Lelaki itu sepertinya benar-benar seorang ‘aktor’.
“Ups kecium ya barusan? Nggak apa-apa, anggap aja hadiah.” Ares berkata pelan yang tentu saja hanya bisa didengar Jani. Wajah mereka masih sangat dekat. Ares sengaja bertahan beberapa detik untuk lebih meyakinkan.
Tangan Jani refleks berpindah ke d**a bidang Ares sebelum kemudian mendorongnya menjauh. Jani tidak punya bakat akting, tetapi Jani memaksakan diri untuk tidak terlihat kesal setelah sesi ‘ciuman’ mereka tadi.
Ballroom tersebut semakin ramai ketika Ares dengan sengaja mengusap sudut bibir Jani seolah ada noda lipstik yang tidak semestinya di sana akibat ‘ciuman’ mereka. Padahal Jani jelas tahu lipstiknya sama sekali tidak akan bergeser sekalipun mereka melakukan ciuman yang sesungguhnya.
Dasar iblis!