Udara basah merambat masuk dari celah jendela yang berembun, membawa aroma tanah, melodi rinai yang jatuh pelan di atas genting. Tapi di dalam kamar itu, yang terdengar justru napas berat dan rintih tertahan. Bram menunduk, keningnya menyentuh punggung istrinya yang menungging manja di depannya, dan tubuh mereka saling melebur, menghangatkan satu sama lain di bawah selimut gerimis yang dingin. Dita menggigit bibirnya sendiri, tak kuasa menahan suara yang melesak dari tenggorokannya. Sentuhan Bram tak terburu-buru, namun dalam… sangat dalam. Ia menahan tubuhnya agar tak mengguncang perut istrinya, tempat dua jantung kecil kini berdetak. Tapi itu tak mengurangi keperkasaan iramanya, justru membuat setiap dorongan terasa seperti gelombang panjang yang menghanyutkan. “Ahhhhh… Mas…. Mas….” T