Akhirnya! Akhirnya! Akhirnya! Yee yee yee!!!
Rasanya hanya satu kata itu saja yang sejak tadi ada dalam benak seorang Giorsal Maha Saputra Iswari Dhika Jr. Karena memang hanya itu yang saat ini tengah ia rasakan. Antusiasme akan betapa menawan aroma kebebasan yang sekian lama diusahakan serta harapkan. Betapa sejuk udara yang sudah tidak lagi dibayangi oleh betapa menyebalkan Giorsal Maha Saputra Iswari Dhika Sr. dengan istri bekas w*************a bersama anak-anak yang seperti titisan neraka.
Akhirnya sebelum mati berhasil juga ia cicipi seperti apa legit kebahagiaan. Impian yang sejak dulu sering dikoar-koarkan oleh motivator maupun pemuka agama. Jika dulu ia tidak akan bisa rasakan hal sama karena masih terikat kewajiban dua belas tahun menuntut ilmu. Sekarang semua sudah berbeda. Ia sudah tidak memiliki keterikatan dengan orang tuanya. Memiliki banyak uang. Siap mencari kehidupan yang sekian lama diinginkan di tempat di mana semua akan kembali dimulai dari awal.
Gio keluar dari rumah kira-kira sejak tengah hari dalam kondisi perut super kenyang. Bersamaan dengan pelayan perempuan yang hendak pulang. Sekarang suasana telah makin temaram. Cahaya alam yang terus berkurang mulai batasi jarak pandang.
Dan ia masih berjalan di komplek tempat kediamannya berada. Sama sekali belum melihat lalu lalang kendaraan.
Tep. Ia hentikan laju langkah. Perasaan semangat hingga ribuan kali melontarkan, akhirnya! Akhirnya! Akhirnya!!! Dalam benak pun perlahan lenyap. Bukan berarti ia tak lagi rasa bahagia. Hanya saja ia merasa masih akan terlalu cepat untuk rasakan hal tersebut. Ia belum yakin, apakah aku benar-benar sudah lepas dari ”kekuasaan” Giorsal Maha Saputra Iswari Dhika Sr.?
Ia tolehkan kepala ke kiri dan ke kanan. Benar juga. Sejak tadi saking semangatnya melangkah. Ia belum menyaksikan keberadaan satu orang manusia pun di sekitar sana. Apakah komplek tempat kediaman pria itu dan keluarganya tinggal memang selalu demikian sepi seperti ini? Sepertinya tidak juga. Ia selalu melihat keberadaan orang lain jika sedang berjalan keluar dari rumah. Seperti saat pergi ke dan pulang dari sekolah. Bahkan ketika pergi ke minimarket tengah malam untuk membeli camilan teman begadang. Paling tidak ia akan melihat keberadaan orang lain. Entah sesama elit yang tinggal di komplek rumah mewah itu. Hanya para asisten rumah tangga mereka. Atau orang biasa saja yang memang suka nongkrong di pinggir jalan.
Ia tolehkan kepalanya ke belakang. Glek. Ia tenggak ludah kala menyadari sesuatu. Hal yang “mengerikan” sepertinya telah terjadi. Karena tidak benar-benar yakin dan baru hanya ”seperti”. Ia pun mulai berlari untuk memberi hati kepastian hakiki.
Drap drap drap drap drap drap drap!!!
Hoosh hoosh hoosh. Nafasnya turun naik karena habis berlari seperti sedang dikejar mamalia rabies. Tapi, jarak yang telah ia tempuh belum memberi keyakinan. Maka ia kembali melangkah sekuat tenaga. Sebelum langit benar-benar menyerap seluruh cahaya.
Dukh. Kedua lututnya terjatuh di aspal jalan. Di tengah suasana lingkungan penuh dengan kesenyapan. Yang bisa ia dengar hanya degub jantung penuh kekhawatiran.
Plaak plaak plaak. Berkali-kali ia tampari wajah sendiri.
“Sepertinya ini kenyataan. Tapi, kenapa semua terasa sangat ganjil?” Gio bertanya seraya menatap setiap halaman rumah di sekitar sana yang sepi senyap. Ini memang sudah semakin gelap. Tapi, apa normal kalau sampai seperti kediaman yang tidak ada penghuninya begitu?
Dasar Gio bodoh. Ia umpati diri sendiri. Untuk suatu alasan sejak pindah ke kediaman Giorsal Maha Saputra Iswari Dhika Sr. Salah satu kediaman paling besar di lingkungan elit ini mungkin. Ia cenderung menjaga jarak dari semua orang. Entah para orang dewasa. Maupun para anak-anak mereka yang kerap mengadakan acara di kafe hits dekat sana. Giorsal Maha Saputra Iswari Dhika Jr. lebih terkenal sebagai seorang anak remaja tertutup, anti sosial, suram, mengerikan, culun, (seperti) angkuh, acuh tak acuh, tidak mau diajak berteman. Dan semua yang menyedihkan seperti itu.
Alhasi sekarang pun aku jadi tidak tau siapa saja yang kiranya tinggal di sekitar sini, batinnya gundah gulana. Ia merasa suatu hal yang kurang mengenakkan akan terjadi. Sampai tak bisa ”keluar” dari sana atau menemukan tempat untuk berteduh sebelum gelap benar-benar tiba.
”Apa tempat ini memang begitu sepi? Tidak terendus hawa kehidupan sama sekali.” Ia terus melontarkan pertanyaan sembari mengamati sekitar. Antusiasme karena bisa meninggalkan kediaman pria itu turun drastis. Walau sebenarnya tidak ingin. Ia mulai berpikir untuk kembali saja. Mungkin dengan begitu ia akan menemukan jawaban akan semua pertanyaan yang tengah terukir dalam perasaan.
”Apa aku masih hidup?” tanyanya tiba-tiba kala menengadahkan kepala. Melihat langit yang mulai kehilangan cahaya. Seperti ada pusara yang tidak biasa di atas sana.
Rasa takut serta khawatir perlahan berubah menjadi taktil yang menjalari sekujur tubuh. Sedikit demi sedikit ia mulai tak kuasa lagi menahan berat kesadaran. Semua tampak semakin gelap. Bahkan lebih cepat dari meluncurnya sang mentari ke peraduan.
”Apa kamu baik-baik saja?” tanya suara dari seseorang yang berdiri di depannya.
Gio seperti kembali mendapat kekuatan untuk membuka mata. Mempertahankan kesadaran jiwa. Walau mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki masih terasa sangat lemah. Membuat ia belum kuat kembali berdiri. Apalagi melangkahkan kaki.
Pandangan akan seseorang yang melontarkan pertanyaan itu pun jadi semakin jelas. Ia merupakan seorang perempuan. Tepatnya wanita bertubuh langsing dengan pakaian super seksi. Yang Gio sendiri tidak tau bagaimana wanita berpenampilan tidak sopan seperti itu bisa sampai berada di komplek perumahan elit tersebut.
Kelihatannya dia bukan wanita penghibur berkelas, batin Gio melontarkan hal pertama yang tersirat menjadi kata dalam kepala. Penampilan wanita itu terlihat sekali tidak berkelas jika dibandingkan dengan ”penampakan” Adisti beberapa tahun silam. Penampakan yang telah mampu merenggut kasih sayang Gio Sr. dari dekapan Aniyah dan putra tunggalnya.
Tapi, timbang mempermasalahkan soal siapa wanita dengan pakaian super terbuka itu sebenarnya. Gio lebih memilih untuk mensyukuri saja. Ternyata apa yang sejak tadi ia khawatirkan hanya perasaan kosong belaka. Dunia tempatnya berdiri masih normal. Mungkin ia sampai jadi begitu karena efek euforia berlebihan yang bisa sampai mempengaruhi pola pikir saja.
Dunia pasti masih baik-baik saja, batin anak itu percaya diri. Melihat rupa ayu wanita tersebut pun seolah mengalirkan energi ekstra ke dalam dirinya.
Namun, wanita itu malah memandang pemuda yang tubuhnya terduduk di aspal itu dengan aneh. Ia bertanya lagi, ”Kamu ini sebenarnya kenapa? Ditanya bukannya menjawab malah bertampang seperti sedang melihat setan.”
Setelah mengumpulkan tenaga dan menguatkan keyakinan bahwa semua benar-benar baik-baik saja. Gio pun menjawab dengan raut tidak enak, ”Aku minta maaf. Sebenarnya aku sudah berjalan di sekitar sini sejak tengah hari. Tapi, malah masih berputar-putar di sekitar sini saja. Aku jadi sedikit panik. Ditambah tidak ada orang sama sekali di sekitar sini tadi.”
Wanita ia menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri. Berusaha mengingat-ingat untuk memahami situasi yang tengah terjadi. Dan... “OH IYA!”
”Apa, Nona?” tanya Gio.
”Warga yang tinggal di daerah sekitar sini sedang mengadakan wisata tetangga bersama ke suatu tempat. Itu kenapa sangat sepi,” beritahu wanita itu.
Gio mengernyitkan alis dan sedikit menekuk wajah. Tidak merasa yakin akan jawaban yang wanita itu lontarkan.
“Setelah ini kau mau ke mana?” tanya wanita itu.
Gio menjawab, “Aku tidak yakin. Saat ini aku sedang tidak punya tujuan yang jelas.”
”Di mana rumahmu?” tanya wanita itu lagi.
“Cukup jauh dari sini,” jawab Gio. Ia tidak ingin mengatakan kenyataannya karena masih belum yakin pada apa yang membuat wanita itu sampai mendekat. Dan lagi memang yang ia ucapkan itu benar apa?
Rasa khawatir kembali menguasai benak. Apakah ini sungguh kenyataan?
“Lalu, apa yang kau rencanakan untuk menghabiskan malam?” tanya wanita seksi itu lagi, lagi, dan lagi. Terus menanyakan sesuatu yang membuat Gio tak kuasa meninggalkannya.
Ia menjawab, ”Aku tidak tau. Yang jelas aku harus segera keluar dari komplek ini.”
Wanita dengan riasan wajah tebal dan gincu merah merona itu mendekatkan bibir tebalnya ke telinga Gio. Membuat si pemuda seketika meremang bulu kuduknya. Ia lontarkan tanya, ”Mau coba ikut denganku? Murah, mudah, dan pastinya super mantap, lho.”
”Ke mana?” tanya Gio. Berusaha menguatkan diri. Pesona feromon yang dikeluarkan oleh seorang wanita dewasa bertubuh seksi memang bukan main untuk mantan anak remaja "polos" seperti dia.
Haahh... haahh... haahh... haahh... haahh... haahh... haahh... haahh... Menghirup aroma parfum yang luar biasa menggoda. Yang rasanya tengah menguar keluar dari setiap pori-pori tubuh sang wanita. Membuat Gio jadi semakin dimabuk kepayang.
“Ada hotel melati yang cukup bagus di dekat sini,” ucap wanita itu seraya menjilat bibir bagian atas.
Haahh... haahh... haahh... haahh... haahh... haahh... haahh... haahh... Hasrat yang selama ini selalu ia tekan. Berusaha ia tahan saat itu terasa bagaikan tengah dipaksa untuk keluar. Ini bukan hal yang aneh. Ia pun hanya seorang laki-laki biasa. Dan entah mengapa wanita pertama yang memancing libidonya merupakan seseorang yang asing.
Apakah akan kita rayakan sebuah pesta perayaan di malam yang aneh ini sebagai ajang pembuktian untuk sebuah kebebasan?
Giorsal Maha Saputra Iswari Dhika Jr. tersenyum lebar. Menyambut ajakan sang wanita asing. Membuka ritual di mana kehidupan sebagai orang dewasa berawal.
Ssstt!!!