Stela meringkuk di ranjang besar milik suaminya. Setelah sesi hukuman tadi, Stela tak berhenti menangis karena ketakutan. Ciuman Vicky masih membekas di bibir Stela. Perempuan itu tidak henti-hentinya menggosok bibirnya agar hilang sudah sensasi ciuman tadi. Dan saat ini Vicky memaksa Stela untuk tidur satu ranjang dengannya. Stela ingin berontak, tapi hari ini kekuatan Stela seolah lenyap. Stela yang biasanya garang, berubah jadi kucing manis yang penuh dengan rasa ketakutan. Bibir suaminya sangat manis, Stela akui itu. Namun ia tidak sudi dicium Vicky, orang yang sudah membawanya dalam sangkar emas ini.
Vicky terkekeh sembari mengusap puncak kepala Stela pelan. Sudah cukup bersabarnya. Stela harus tau sisi lain dari suaminya. Vicky tak bisa terus-terusan melihat Stela yang membangkang. Sudah cukup juga Stela melihat Vicky yang tak ada harganya. Selama ini Stela sudah menginjak-injak harga diri Vicky, Vicky tidak bisa bersabar lagi saat istrinya sama sekali tidak menghargainya. Bagaimana pun dia adalah kepala keluarga, dan istri wajib menghargainya. Semua karyawannya menundukkan kepala hormat kepadanya, sedangkan Stela? Jangankan hormat, mau menatapnya saja Stela tidak sudi.
"Hikss hikss!" Isak tangisa Stela terdengar. Stela menggigit selimut dengan kencang berharap bisa meredakan isak tangisnya. Tapi nyatanya tidak bisa. Stela masih takut, takut kalau Vicky melukainya. Selain kesepian, Stela juga takut dengan kekerasan. Tadi Vicky menciumnya seraya mencengkram lehernya yang membuatnya sakit.
"Jangan ulangi kesalahan yang sama. Aku tidak suka!" ucap Vicky dengan tegas. Stela hanya diam.
"Mana jawabanmu, sayang?" tanya Vicky dengan suara seraknya. Mau tak mau Stela mengangguk. Stela berusaha memejamkan matanya, tapi tidak bisa. Ia ingin kembali ke kamarnya, tapi terlanjur terjerat dalam kamar monster yang menyeramkan.
"Istirahatlah. Aku akan kembali kerja," ucap Vicky beranjak berdiri. Sebelum pergi, Vicky mengusap kening Stela dengan pelan. Vicky mengingat apa yang telah ia lakukan pada istrinya. Seingatnya, ia hanya mencium istrinya, tapi kenapa istrinya terlihat sangat ketakutan?.
Setelah kepergian Vicky, Stela menjerit kencang. Ia melampiaskan amarahnya dengan raungan-raungan yang sedikit melegakan hatinya. Stela tak kuat lagi bila terus ditekan seperti ini. Dalam hati Stela berdoa semoga kakaknya bisa menyelamatkan dirinya. Bukankah lebih baik hidup dengan Steven kakaknya, ketimbang dengan Vicky yang orang asing?.
Vicky berdiam diri di ruang kerjanya yang ada di rumah. Pikirannya menerawang ke suatu hal yang ssngat sulit di jelaskan. Apa alasan dia menjerat Stela? Rasa cinta? Vicky terdenyum sinis. Tidak mungkin ia mencintai Stela dalam waktu yang sangat singkat. Mungkin, hanya rasa penasaran saja.
Tok tok tok!
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Vicky. Siapa yang berani mengganggu ketenangannya saat berada di rumah.
"Masuk!" titahnya. Claudia memasuki ruangan kerja bosnya. Aroma maskulin menyeruak masuk di penciumannya.
"Ada apa, Clau?" tanya Vicky menaikkan sebelah alisnya.
"Ada tamu, Tuan. Namanya Diana. Mantan karyawan di perusahaan anda." jawab Clau sopan.
"Suruh dia ke sini!" Claudia mengangguk. Ia menutup pintu kembali dan pergi memanggil Diana yang menunggu di ruang tamu.
Dengan kaki gemetar, Diana mengikuti langkah Claudia. Diana harus meluruskan masalahnya dengan gamblang. Bagaimana bisa ia terima kalau dia dipecat dengan tiba-tiba dan tanpa penjelasan apapun. Bahkan dengan pemilik perusahaan yang tak pernah ikut campur masalah karyawan bawah.
Setelah di persilahkan masuk, Diana berdiri menatap bosnya. Telapak tangannya sudah berkeringat karena takut.
"Maaf, Tuan Vicky. Saya kesini karena ada beberapa hal yang harus saya tanyakan," jelas Diana mengutarakan maksudnya.
"Tanyakan saja!" Balas Vicky biasa saja. Tak ada nada marah di setiap ucapannya. Itu makin membuat Diana mati gaya.
"Kalau boleh tau, kenapa saya dipecat, Tuan?" tanya Diana setelah bisa menguasai dirinya. Vicky menaikkan sebelah alisnya. Kemudian pria itu terkekeh kecil.
"Sebenarnya saya tidak ingin memecatmu. Tapi kamu sudah membuat kaki istri saya bengkak. Saya tidak terima itu," jawab Vicky. Diana membulatkan matanya. "Istri?" ulang Diana untuk memastikan.
"Clau, panggil istriku kemari! Sepertinya Diana lupa kalau sudah menyuruh istriku lembur," ucap Vicky. Claudia mengangangguk. Sedangkan Diana menerka-nerka. Istri, lembur?.
Tak lama kemudian, Claudia membawa Stela yang tampak ogah-oagahan ke ruangan suaminya. Diana makin shock saat melihat istri bosnya yang ternyata bawahannya sendiri. Diana melihat penampilan Stela dari atas sampai bawah. Kenapa Stela bisa jadi office girl di perusahaan suaminya sendiri? Dan lihatlah Stela yang berpakaian seperti gembel di rumah semewah ini.
"Kenapa memanggilku kemari?" Serobot Stela mendengus sebal.
"Baby, lihatlah siapa yang datang!" titah Vicky pada istrinya yang memanyunkan bibirnya.
"Bu Diana?" Tanya Stela memastikan. Diana mengangguk dengan kikuk.
"Terus kenapa aku disuruh kesini? Kamu kan lagi bahas kerjaan. Aku mau tidur," ucap Stela yang tak peduli suaranya terdengar tidak enak. Vicky tertawa pelan. Membiarkan Stela pergi. Setidaknya Diana sudah yakin kalau gadis pemberontak itu adalah istrinya.
"Sudah tau kan siapa istri saya? Dan gara-gara kamu. Kaki istri saya bengkak, dia juga kesal karena lainnya pulang, malah dia kamu suruh lembur, " Jelas Vicky. Diana tercekat, ia sudah melakukan kesalahan yang fatal. Istri petinggi perusahaan ia perlakukan seperti babu.
"Sudah kan? Silahkan pergi!" titah Vicky.
"Tapi, Tuan. Saya benar-benar tidak tahu. Maafkan saya Tuan," ucap Diana memohon. Vicky menatap Clau. Clau yang paham tatapan bos nya, langsung menggiring Diana untuk keluar. Diana masih memohon maaf, dengan harapan ia masih akan dipekerjakan.
Sedangkan Stela bukannya kembali ke kamar Vicky, malah berbalik ke kamarnya. Namun sayang, pintu kamarnya terkunci. Stela sudah berusaha membukanya. Namun tak bisa. Segala u*****n Stela utarakan untuk menyumpahi Vicky. Bisa-bisanya Vicky menjeratnya sampai ia kesulitan bergerak. Stela hanya ingin ke kamarnya. Ia hanya ingin main ayunan dan main dengan boneka-bonekanya. Stela memukul keras pintunya, tak peduli kalau nanti tangannya akan lecet.
"Balik ke kamar, Baby!" Bisik Vicky yang sudah di belakang Stela. Stela memalingkan wajahnya.
"Mau balik sendiri, atau aku gendong?" Tanya Vicky tepat di leher belakang Stela. Stela meremang. Hembusan napas Vicky terasa sangat menggelitik. Dengan kesal, Stela mendorong tubuh Vicky untuk menjauh. Ia melenggang pergi memasuki kamar suami yang tak diakuinya itu. Stela menutup pintunya dengan kencang tidak peduli kalau suaminya masih di luar.
Sedangkan Vicky masih berada di kamar Stela. Vicky mengambil kunci kamar Stela di kantong celananya. Memasuki kamar, ia masih belum bisa menelaah maksud dari istrinya. Kenapa istrinya mengoleksi barang-barang yang identik dengan anak kecil, masih belum ia ketahui maksudnya. Memasuki lebih dalam kamar Stela. Vicky makin penasaran saat menemukan kertas kecil yang usang. Tulisan 'Tuhan, aku kesepian' terukir indah di atas kertas itu. Kesepian dalam arti apa yang dirasakan istrinya itu? Di rumahnya banyak orang, fasilitas juga sangat mewah. Lantas apa yang masih kurang?
Vicky ingin mengerti istrinya sepenuhnya. Vicky ingin tau kenapa Stela sangat kesepian, dan dengan senang hati Vicky akan menjadi pelipur lara untuk istrinya. Namun, mau memulai dari mana, Vicky tidak tahu.
Malam harinya, pukul sepuluh malam, Vicky memasuki kamarnya. Ia melihat Stela sudah terbaring meringkuk di ranjangnya. Pelan-pelan ia menghampiri Stela. Melepas kaos yang ia gunakan, dan ikut berbaring dengan istrinya. Stela tampak tenang dalam tidurnya. Seakan gadis itu tercipta dengan sikap yang sangat lembut dan bersahaja. Tapi, ketika bangun, Stela akan berubah jadi macan betina yang siap mencabik mangsanya.
"Aku mau bebas!" racau Stela dalam tidurnya. Vicky membuka matanya kembali. Stela bergerak gelisah dalam pelukannya. Kalimat 'aku mau bebas' terus gadis itu lontarkan. Vicky mencoba menenangkan Stela. Mengelus lengan terbuka Stela, berharap bisa membantu melelapkan kembali tidur istrinya.
"Semua akan baik-baik saja, baby. Ada aku," bisik Vicky tanpa sadar.