Stela dan Vicky berjalan-jalan di Mall. Untunglah Vicky menuruti ucapan Stela untuk melepas jas-nya. Diam-diam Stela melirik Vicky, perempuan itu mengagumi Vicky yang terlihat jauh lebih muda dan santai saat menggunakan kaos biasa. Vicky juga terlihat seperti orang biasa pada umumnya, Stela sangat suka Vicky yang seperti ini, tidak seperti pria yang tengah bekerja keras. Untuk sejenak Stela merasa bebas karena Vicky tidak terlihat mendominasi. Vicky jadi terlihat lebih muda dan fress.
Vicky melirik Stela yang terus mengusung senyum bahagia. Tampaknya perempuan itu tidak menyadari kalau tangannya menggenggam tangan Vicky dengan erat, seolah enggan melepaskannya.
"Apa kamu bahagia?" tanya Vicky tiba-tiba.
"Aku bahagia banget," jawab Stela mengangguk semangat.
"Aku juga bahagia kalau kamu bahagia." Vicky menimpali.
"Aku mau beli banyak mainan boleh?"
"Boleh."
"Tapi tidak ada yang akan menemaniku bermain," ucap Stela menunduk sedih.
"Jangan sedih, sayang! Ada Bu Rina yang akan menemanimu."
"Aku malu main sama beliau, lebih baik aku main sendiri." Vicky menghela napas. Sejenak ia lupa kalau istrinya tak pernah melewati masa kanak-kanak dengan ceria.
"Aku yang akan menemanimu bermain, bagaimana?" tanya Vicky menaikkan dagu istrinya agar mendongak ke arahnya.
"Apa kamu yakin?" Stela memicing tanda ragu.
"Kenapa enggak?"
"Seorang Vicky yang arogan dan workaholic bermain mainan anak kecil. Itu sungguh menggelitik."
"Demi istriku, apa yang enggak?" Vicky mengerlingkan matanya menggoda.
Stela mendengus. Kenapa suaminya jadi hobby menggombal kayak gini. Vicky menarik istrinya untuk menjelajah mall. Pria gagah itu mendorong trolli, sedangkan Stela sibuk memasukkan mainan yang cocok untuk dirinya.
"Sayang, boneka itu cantik. Apa kamu mau membelinya?" tanya Vicky menunjuk salah satu boneka di rak yang berjajar rapi.
"Iya, aku mau," ucap Stela antusias. Stela mengambil beberapa boneka sampai troli mereka penuh. Seorang pramuniaga membantu membawa belanjaan pasangan suami istri. Vicky tampak mesra merangkul pinggang Stela agar tidak berlarian.
Beberapa orang diam-diam memotret aksi Vicky dan Stela. Sudah dapat dipastikan kalau sebentar lagi akan ada berita yang memenuhi timeline. Seorang pengusaha kaya mengajak istrinya belanja banyak mainan. Vicky tak peduli. Si pembuat berita itu juga butuh makan, makanya membuat berita sedemikian rupa agar laku. Sebenarnya Vicky terkadang lelah juga saat ada paparazi yang terus berusaha menguntit berita tentangnya, padahal masih banyak pengusaha muda lainnya selain dia. Namun pembuat berita seolah senang dengan berita yang menyangkut dirinya.
"Sudah?" tanya Vicky melihat Stela nampak sudah puas. Stela mengaggukkan kepalanya. Dia rasa sudah cukup.
Vicky mengajak istrinya ke kasir seraya membawa banyak belanjaan mereka. Senyum mengembang terus terusung di bibir Stela. Stela puas saat suaminya benar-benar menuruti semua ucapannya. Saat di kasir, Vicky menyerahkan mastercard pada kasir. Nampak struk keluar dengan sangat panjang. Vicky tak masalah, uang habis bisa cari lagi, yang penting saat ini adalah kebahagiaan istrinya.
Tak hanya nominal mainan itu, tapi Vicky sampai harus menyewa jasa antar dua box mobil untuk mengangkat semua mainan Stela. Setelah selesai membayar dan memberikan alamat rumahnya, Vicky mengajak Stela untuk segera pulang.
"Aku lelah!" keluh Stela berjalan lemas. Mendengar keluhan istrinya membuat Vicky dengan sigap langsung menggendong istrinya.
"Kenapa aku digendong?" pekik Stela yang dengan spontan merangkul leher.
"Kamu kelelahan. Biar tidak tambah lelah, lebih baik aku gendong," jawab Vicky enteng.
"Tapi-"
"Aku heran padamu. Kenapa bisa lelah hanya jalan sebentar? Apa jangan-jangan kamu hamil?", tanya Vicky menatap wajah Stela dalam gendongannya. Vicky hanya asal-asalan berbicara, dia baru berhubungan dengan istrinya beberapa waktu lalu, tidak mungkin Stela akan hamil dengan cepat.
Mendengar kata 'hamil membuat Stela sedikit bergetar. Tanpa sadar perempuan itu mencengkram erat baju Vicky. Ia tidak mau hamil. Anak tidak masuk dalam daftar hidupnya. Malahan, bisa dikatakan dia pembenci anak kecil.
"Hahahahaha!" tiba-tiba Vicky tertawa terbahak kencang membuat Stela mengernyitkan alisnya.
"Kenapa tertawa?" tanya Stela bingung.
"Tidak mungkin kamu hamil, bahkan aku baru saja menyetubuhimu," jawab Vicky meredakan tawanya. Wajah Stela memanas mendengar penuturan v****r suaminya. Ingatan soal semalam pun langsung masuk di ingatan Stela. Bagaimana Vicky dengan lembut membawanya melayang karena kenikmatan.
"Kenapa se-v****r ini?" cicit Stela menahan malu. Pipinya bahkan sudah seperti udang rebus saking bersemunya.
"Benarkan? Aku baru membobol keperawananmu beberapa hari lalu. Sepertinya tidak mungkin kalau langsung jadi. Kecuali kalau aku melakukannya berkali-kali."
"Diam!" Stela membungkam bibir suaminya dengan tangannya, tapi percuma saja karena suaminya sudah terlanjur bicara.
Vicky memasukkan Stela dalam mobil. Laki-laki itu juga nampak perhatian dengan memasangkan safety belt.
"Mau pulang ke rumah apa mau makan di luar?" tanya Vicky menepuk puncak kepala Stela.
Untuk sementara Stela terbuai oleh kelembutan Vicky. Selama hidupnya ia tak pernah diperhatikan sampai selembut ini. Vicky lah yang pertama. Dan bolehkah Stela berharap Vicky akan selembut ini untuk seterusnya?
"Aku pengen makan kepiting sama kerang," jawab Stela pelan. Takut suaminya tidak menuruti keingannya.
"Lihatlah! Bahkan dirimu sudah seperti orang ngidam," ucap Vicky terkekeh. Karena gemas dengan istrinya, Vicky meringsek maju mencium bibir Stela. Stela yang syok hanya bisa mematung. Bibirnya bergetar karena serangan tiba-tiba suaminya. Stela sangat belum terbiasa dengan sentuhan-sentuhan intim.
"Jangan seperti perawan kayak gitu. Bahkan kamu sudah merasakan nikmatnya senjataku!" ucap Vicky menarik pipi Stela. Dengan reflek Stela memukul lengan Vicky.
"Kenapa kamu jadi suka berkata v****r begini?" protes Stela.
"Kamu pikir aku laki-laki apa hah? Aku juga mempunyai sisi mesuum pada istriku sendiri. Apalagi istriku sangat cantik dan sexy. Apalagi mendengar desahannya saat bergoyang bersamaku. Sungguh membuat aku ingin lagi." Vicky mengoceh dengan mesumnya. Bahkan pria itu kini menjilat bibir bawahnya dengan s*****l.
Stela tak bisa mengelak bahwa lambat laun pipinya bersemu merah. Bahkan sampai telinganya rasanya sangat panas. Sifat Vicky yang baru dia ketahui, mesuum akut.
"A ... apa itu tandanya kamu hanya suka aku karena aku cantik dan sexy?" tanya Stela.
"Tidak juga. Aku menyukaimu karena itu kamu. Simpel saja."
"Apa kalau aku jelek, kamu akan tetap perhatian sama aku? Aku suka perhatianmu hari ini."
"Tidak ada alasan untuk tidak perhatian padamu, Stela. Aku yang minta maaf karena tidak bisa memahamimu. Mulai hari ini dan ke depannya, aku akan lebih memperhatikanmu."
"Apa itu sebuah janji?"
"Bisa dikatakan begitu," jawab Vicky mantap.
"Terimakasih!"
"Tidak perlu berterimakasih, cukup balas aku nanti malam di ranjang!" kata Vicky dengan seringaian menggoda.
"Sejak kapan kamu berubah kayak gini?"
"Apa?" Vicky berlagak polos.
"Hisssh ngeselin," Stela merengut sembari memanyunkan bibirnya.
Walau terlihat sebal di luar, hati Stela menghangat di dalam. Ia berdoa semoga Vicky akan tetap perhatian padanya. Begitu pula dengan Vicky. Bibirnya berkedut menahan senyum. Ia bahagia hubungannya dengan Stela sudah ada peningkatan. Ternyata, saran dari Ricko manjur juga.
Ricko menyarankan untuk mendekati Stela dengan pelan-pelan. Dan menuruti apa kemauan perempuan itu. Kini yang dia lakukan terbukti berhasil juga. Ingatkan Vicky untuk memberikan gaji lebih untuk anak buahnya itu.