Stela bangun dari tidurnya. Perutnya terasa berat seolah ada yang menimpanya. Menundukkan kepalanya, ternyata Vicky lah yang tengah menindihnya.
"Lepasin! Aku mau bangun," ucap Stela.
"Nanti aja, enakan juga gini!" jawab Vicky.
"Tapi aku mau bangun, udah lengket semua badanku."
Karena tak mau membuat mood istrinya kembali anjlog, Vicky melepas rangkulannya. Membiarkan Stela tertatih-tatih jalan ke kamar mandi.
Vicky menatap langit-langit kamar, masih terbayang percintaan panas tadi malam. Walau Stela cenderung pasif, tapi masih bisa mengimbanginya. Vicky menggigit bibir bawahnya. Jelas saja sebagai seorang pria, ia bagai mendapatkan jackpot setelah merasakan pecintaan panas dengan istrinya. Ia lah yang pertama kali untuk Stela, begitu pun Stela yang pertama untuk dirinya. Vicky tersenyum seorang diri, telinga Vicky tiba-tiba merasa termanja saat mendengarkan gemericik air dari kamar mandi.
Kalau tahu rasanya akan semenyenangkan ini, Vicky akan melakukannya jauh-jauh hari, toh Stela adalah istrinya. Semalam adalah malam yang tidak akan Vicky lupakan, karena malam tadi adalah malam yang indah untuknya.
Hari ini tampak lebih menyegarkan. Stela dan Vicky duduk berdampingan untuk sarapan. Wajah Stela juga tak murung seperti biasanya. Tadi setelah Stela mandi, gantian Vicky yang mandi dan menyuruh Stela untuk ke ruang makan terlebih dahulu. Dan kali pertama juga Stela menuruti suaminya tanpa paksaan untuk makan bersama. Stela juga makan dengan lahap membuat Vicky sedikit meredakan amarahnya yang kemarin. Sebenarnya saat semalam, amarah Vicky juga sudah sedikit hilang, tergantikan oleh rasa melayang atas penyatuannya dengan tubuh sang istri.
"Aku sudah habis," ucap Stela mendorong piring kosong.
"Kamu mau kerja?" tanya Vicky.
"Iya," jawab Stela menganggukkan kepalanya.
"Padahal aku bisa mencukupi semua kebutuhanmu tanpa kamu harus bekerja."
"Aku tidak cari uang. Aku hanya jenuh di rumah."
"Kamu tidak ingin jabatan yang lebih tinggi? Sangat mudah aku memberikanmu jabatan."
"Kalau jabatan tinggi di kantor lain dengan owner yang berbeda, aku akan mau," jawab Stela.
"Bukankah enak di kantor suamimu? Ada aku yang melindungimu."
"Tidak perlu."
"Aku tidak mengijinkanmu melamar di perusahaan lain!" ucap Vicky dengan tajam.
"Yaudah aku jadi tukang sapu aja," jawab Stela setengah menyindir. Perempuan itu segera berdiri. Claudia sudah stand by untuk mengikutinya. Stela akan pergi ke kantor duluan.
Vicky hanya menghembuskan napasnya. Hp Vicky berbunyi, sontak laki-laki itu langsung mengambil benda pipih yang dia simpan di saku d**a.
"Halo!" jawab Vicky.
"Vicky, nanti pesta ulang tahunku. Datanglah bersama istrimu!" ucap suara perempuan di seberang sana.
"Aku usahakan," jawab Vicky seadanya. Ia tidak menyukai pesta. Tapi dia pikir, istrinya akan senang berada di pesta.
*****
"Mana sarapanku?" tanya Stevan pada Fiza yang tengah mencuci piring.
"Di meja makan," jawab Fiza lirih.
Stevan memandang punggung ringkih mantan pacarnya. Tak ia sangka, keadaan berbanding terbalik. Dulu gadis itu sangat manja padanya. Apa-apa minta dituruti, sekarang sekadar untuk menatap dirinya saja, Fiza tidak berani.
"Kamu sudah makan?" tanya Stevan.
"Nanti saja."
Stevan memakan makanannya dengan lahap. Sakit yang tidak bisa diobati adalah sakit hati. Ia sudah terlanjur sakit hati dengan Fiza. Fiza selalu mengatakan itu adalah salah paham, tapi Stevan tak bisa percaya begitu saja.
Sebenarnya, hanya satu jalan untuk membuktikan Fiza bersalah atau tidak. Yaitu dengan menyetubuhi gadis itu. Tapi Stevan takut. Takut kalau ternyata Fiza tidak bebohong. Stevan akan memarahi dirinya sendiri bila itu sampai terjadi. Dari dulu saat mereka pacaran, Stevan sangat menjaga Fiza. Sekadar menyatukan bibirnya dengan bibir Fiza, Stevan tidak mau meski sangat ingin. Stevan benar-benar menjaga Fiza karena dia sangat menyayangi dan mencintai gadis itu tanpa mau merusaknya. Namun sekarang, Stevan sudah mencium bibir Fiza, bahkan sudah menyentuh beberapa bagian tubuh gadis itu. Hanya saja Stevan tidak pernah pada intinya. Stevan takut, ia takut sudah jahat dengan Fiza, tapi ternyata Fiza tidak bersalah sama sekali.
Sesekali Stevan menatap tubuh ringkih Fiza dari belakang. Fiza terlihat tidak baik-baik saja. Gadis itu setiap hari Stevan siksa, hanya bisa menangis dan merintih kesakitan.
Brukk!
"Fiza!" teriak Stevan kaget. Fiza jatuh tergeletak di lantai dengan tiba-tiba. Tanpa pikir panjang, Stevan menghampiri dan membopong tubuh Fiza ke kamarnya. Stevan panik, pria itu segera memanggil Dokter yang ada di rumah belakang Mansionnya.
Stevan membuatkan rumah pondok kecil di belakang Mansionnya. Ada penjaga, pelayan juga Dokter. Stevan membenahi pakaian Fiza terlebih dahulu. Karena Pakaian Fiza terlalu mini. Ia tidak rela kalau tubuh gadis itu dilihat laki-laki lain.
Dokter datang memerika tubuh Fiza. Dalam diamnya, Stevan mengintimidasi Dokter yang dia nilai sangat modus memegang perut Fiza.
"Nona Fiza dehidrasi. Pola makan yang tak teratur juga membuat gejala infeksi usus itu timbul," jelas Dokter.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Stevan sewot.
"Suruh Nona makan teratur, dan saya akan menyiapkan vitamin," jawab Dokter itu sopan.
Stevan mengangguk dan menyuruh Dokter itu pergi. Gurat lelah tampak jelas di wajah Fiza. Wajah yang dulunya semulus sutra, kini sangat kumal.
Stevan teringat saat-saat dia memanjakan gadis di hadapannya. Mulai perawatan wajah, tubuh, tas, baju, semua dia berikan pada Fiza. Fiza juga perhatian padanya. Fiza gadis pengertian. Ia akan memijat kepala Stevan saat Stevan sedang pusing dengan tugas-tugasnya.
Dering hp dari laci membuat Stevan mengernyit. Dengan segera ia membuka laci tersebut. Menemukan sebuah hp yang mungkin hp Fiza. Belum sempat Stevan mengangkatnya, panggilan itu sudah mati. Stevan mengusap layar hp Fiza, pria itu sangat kaget saat menatap layar hp itu, foto dirinya lah yang terpampang di sana. Apa perasaan Fiza padanya tetap seutuh dulu? Stevan terpaku seketika, pria itu mengusap layar hp Fiza yang ada fotonya. Stevan ingat kalau itu menjadi wallpaper Fiza sejak dulu. Kata Fiza, fotonya yang itu sangat ganteng membuat Fiza ingin terus menatapnya. Mengingat itu membuat Stevan kembali merasakan kegundahan di hatinya.
Stevan menatap layar hp Fiza yang kembali ada panggilan suara dari nomor tak dikenal. Stevan menggeser layar hijau untuk mengangkatnya.
"Fiza di mana kamu? Kamu sudah lama menghilang dan gak mau ngaku kamu di mana? Ibu pastikan kamu tetap tidak akan bersatu dengan Stevan. Ibu menyuruh seorang pria untuk mengaku pacarmu di kantor Stevan. Lihat saja nanti!" maki Ibu Fiza dengan keras. Stevan membeku. Suara itu, suara yang sama yang selalu menghinanya dengan kata-kata anak pungut, tidak berguna, sampahh dan perkataan menyakitkan lainnya.
"Apa tidak cukup ibu sudah membuatmu berpisah dengan Stevan? Jangan meragukan rencana ibu, ibu tidak akan setuju kamu dengan Stevan meski kamu berulang kali memohon restu. Ibu tidak suka punya menantu anak pungut!" oceh Ibu Fiza lagi.
"Stevan sudah membencimu, dan pria itu akan makin membencimu."
"Fiza, kalau kamu gak nurut sama Ibu, jangan pernah kembali lagi!" jerit Ibu Fiza karena tak ada jawaban. Stevan mengeram marah, tangan pria itu terkepal dengan erat ingin menghajar Ibu Fiza saat ini juga. Stevan membanting hp Fiza dengan kencang sampai hancur berkeping-keping.
Stevan melepas semua pakaiannya dengan tiba-tiba. Pria itu juga membuka pakaian Fiza dengan tergesa-gesa. "Aku akan membuktikannya sendiri!" ucap Stevan dengan mantap.
Stevan membuka kaki Fiza lebar-lebar, tanpa pemanasan ia memasuki tubuh Fiza. Fiza mengerang kesakitan. Sontak gadis itu langsung bangun seraya memberontak.
"Kak, sakit Kak, lepaskan!" jerit Fiza berusaha mendorong tubuh Stevan. Kepalanya sudah sangat pusing, tapi Stevan malah berbuat hal tak senonoh kepadanya.
"Tenang Fiza! Akan sangat sakit bila tidak diteruskan," ucap Stevan masih berusaha melakukan apa yang harusnya dia lakukan. Fiza terus memberontak. Stevan sangat tidak berperi kemanusiaan, Fiza sedang sakit tapi Stevan malah berbuat b***t.
Fiza menangis terisak-isak mencoba mendorong Stevan, tapi Stevan dengan egoisnya masih fokus dengan yang di bawah.
"Kak, aku mohon jangan lakukan ... hiksss hiksss ...." Isak Fiza.
"Fiza, aku harus melakukannya," ucap Stevan yang saat ini malah berkeringat sendiri karena kesusahan melakukannya.
******
Stela menyapu di lorong yang bersebelahan dengan ruang rapat. Teman-temannya sudah melarang Stela. Tapi Stela ngotot dan tetap keukeuh ingin menyapu. Dalam hati, teman-teman satu Devisi Stela sangat takut. Karena mereka tahu Stela adalah istri Boss. Dan parahnya Stela juga putri satu-satunya pemilik Perusahan Adiyaksa group. Mereka merasa tidak tenang karena sudah bolak balik mencari gara-gara pada Stela.
"Hai manis!" sapa Reno mendekati Stela. Stela hanya melirik sekilas, tidak ingin menanggapi.
"Masih belum jinak ternyata," ucap Reno mengejek. Reno berusaha memegang lengan Stela. Tapi langsung ditepis oleh gadis itu.
"Jangan pegang-pegang!" ucap Stela dengan tajam.
"Jangan sok jual mahal, secantik apa kamu?" ejek Reno.
"Aku cantik, buktinya kamu terus menggangguku!"
"Hahahahah!" Reno tertawa menggelegar. Stela merasa de javu. Ia jadi teringat dengan Stevan. Tanpa pikir panjang, Stela berlari menjauhi Reno. Stela sangat takut dengan pelecehan sexsual yang terakhir kali kakaknya lakukan, dia tidak mau lagi.
Reno mengejar Stela, pria itu merasa tertantang dengan perempuan cantik itu. "Jangan lari kamu, Stel!" teriak Reno.
Tiba-tiba Stela merasa ketakutan. Separuh dirinya seakan melayang. Trauma memang sangat sulit dihilangankan. Baru saja dia dilecehkan oleh Kakaknya sendiri. Sekarang dilecehkan oleh relasi suaminya.
Brak!
Vicky dan jajaran petinggi lainnya menatap pintu dengan terkejut. Dorongan yang kuat membuat Stela jatuh menabrak pintu rapat.
"Vicky tolong aku!" ucap Stela langsung bangkit. Perempuan itu berlari menghampiri Vicky. Vicky memeluk tubuh istrinya yang bercucuran keringat dingin.
Semua orang menatap Stela dan Vicky bergantian. Baju Stela menarik perhatian orang-orang.
"Ada apa, Sayang?" tanya Vicky lembut. Petinggi wanita diam-diam memotret aksi Vicky dan Stela, lumayan bisa buat bahan gosip.
Reno segera berlari meninggalkan pintu ruang Meeting. Ia tak sengaja mendorong tubuh Stela sampai jatuh terjerembab.
"Dia siapa, Pak?" tanya salah seorang karyawan.
"Dia istriku," jawab Vicky dengan tegas.
Adiyaksa mengepalkan tangannya geram. Ia ikut dalam rapat menantunya. Ia menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi tapi di sini hanya untuk dijadikan tukang bersih-bersih di kantor suaminya sendiri.
"Maaf, Meeting ditunda!" ucap Vicky dengan sepihak. Semua mengangguk patuh. Membubarkan diri tanpa diminta untuk kedua kali. Tidak terkecuali papa Stela yang segera pergi. Dia akan meminta penjelasan pada menantunya nanti.
"Ricko, cari tau apa yang terjadi pada istriku!" titah Vicky pada sekretarisnya., Ricko segera mengiyakan dan ikut meninggalkan ruangan. Stela terisak di dadaa suaminya. Pikirannya melayang-layang. Takut pelecehan itu akan terjadi.
"Sudah, tenanglah!" Vicky mengelus kepala istrinya. Vicky mengambil hpnya di saku celananya, pria itu segera mengubungi bodyguard istrinya.
"Clau, ambilkan aku sisir dan baju untuk istriku!" titah Vicky di telfon.
Tak berapa lama, Claudia datang membawa pesanan Vicky. Vicky membantu Stela berganti pakaian. Ia sudah tidak tahan lagi dengan apa yang terjadi baru-baru ini, dia akan mengenalkan istrinya di depan publik.
Setelah ganti pakaian, Vicky mendudukkan istrinya di pangkuannya. Menyisir rambut panjang istrinya dengan lembut.
"Jangan cegah aku lagi untuk mengenalkanmu pada semua orang. Mereka harus tahu kalau kamu istriku, " ucap Vicky dengan tajam. Stela hanya menunduk sembari memilin-milin bajunya.
"Ayo keluar!"
Di luar, Ricko sudah memgumpulkan orang-orang di balroom hotel. Semua berbisik-bisik membicarakan foto yang beredar di grub wa. Seorang Boss dan office girl yang ternyata suami istri. Kalau yang satu Devisi dengan Stela, mungkin tidak heran karena mereka sudah tahu.
Vicky berjalan dengan langkah tegap. Tangannya menggandeng tangan Stela yang tampak canggung di depan banyak orang. Kini Vicky dan Stela berdiri di hadapan banyaknya karyawan Vicky. Stela tidak suka menjadi bahan sorotan, perempuan itu terus mengeratkan genggamannya pada tangan Vicky.
"Tanpa basa-basi, Saya umumkan pada kalian semua, bahwa wanita yang saat ini bersama saya adalah Istri saya. Dia Stela Sanjaya. Istri Saya sekaligus putri dari Pak Adiyaksa. Pasti kalian tau beliau siapa. Kalau ada yang sekali lagi mengusik istriku, siap-siap akan berurusan dengan Saya," ucap Vicky panjang lebar. Untuk saat ini Stela merasa terlindungi.
"Dan satu lagi, stop menyebar kata-kata tidak pantas untuk istri saya di grub w*****p kalian. Ada yang mengulangi lagi, siap-siap angkat kaki dari perusahaan ini!"
"Baik, Sir!"
Mereka serempak menjawab, Walau dalam hati merutuk tidak jelas. Kenapa juga istri Bos harus kerja sebagai Office girl.
"Ayo!" Vicky menarik Stela untuk pergi. Ciri Bos yang tidak sopan. Datang tidak salam, pergi tidak pamitan.
"Kita mau ke mana?" tanya Stela bingung.
"Membeli banyak mainan," jawab Vicky seadanya. Ricko menyerahkan kunci mobil yang langsung diterima Vicky. Vicky ingin menyetir sendiri khusus untuk istrinya.
Di dalam mobil Stela kebingungan karena tidak melihat satu pun pengawal suaminya yang biasanya mengikuti kemana pun suaminya pergi.
"Kita beneran ke toko mainan?" tanya Stela masih tidak percaya.
"Iya," jawab Vicky yakin.
"Lepaskan Jas mu! aku tidak mau jadi bahan tontonan karena menggandeng orang formal sepertimu," pinta Stela.
"Iya, nanti akan aku lepas. "