Stela makan dengan bibir gemetar, perempuan itu sangat gugup bercampur emosi. Tatapan Vicky di sebrang meja sangat mengintimidasi. Ia belum pernah melihat suaminya itu marah, tapi sekali marah kenapa sangat menyeramkan. Stela sudah tidak napsu makan. Ia menjauhkan piringnya dari hadapannya. Bayangan Vicky meminta haknya membuat pikiran Stela melayang kemana-mana.
"Habiskan!" ucap Vicky dengan tegas. Stela ingin protes. Tapi ia urungkan saat Vicky terus mengintimidasi. Mau tak mau Stela mulai memasukkan nasi ke bibirnya lagi. Biasanya ia yang makan selalu cepat, saat ini lima menit pun terasa sangat lama. Bibir Stela seakan kaku hanya untuk sekadar mengunyah. Vicky tidak bersuara lagi, pria itu hanya mengamati setiap gerak-gerik canggung istrinya.
Kesabarannya sudah habis. Ia sabar diinjak-injak oleh istrinya, tapi sekarang dia tidak mau sabar lagi. Lagian istri macam apa Stela yang meruntuhkan harga dirinya sendiri.
"Nina, buatkan s**u untuk istriku!" titah Vicky. Nina langsung bergerak cepat untuk membuatkan s**u hangat untuk nyonyanya.
"Minum susumu sampai habis. Temui aku di kamarku. Sepuluh menit untuk dirimu bersiap!" titah Vicky bak seorang raja yang harus dituruti. Stela terduduk lemas. Kenapa ini harus terjadi. Kapan dunia akan berpihak kepadanya? Kenapa ia merasa semua orang jahat. Dan kini sebentar lagi dia akan menjadi milik Vicky seutuhnya.
"Silahkan diminum, nyonya!" ucap Nina dengan sopan tatkala sudah selesai membuatkan s**u. Stela mengangguk mengiyakan.
"Stel, sebaiknya turuti saja kemauan suamimu. Ini demi kebaikanmu juga," ucap Claudia yang tiba-tiba datang. Claudia ingin hubungan Tuan dan Nyonya-nya membaik. Karena semakin Stela menurut, semakin mudah kerja Claudia.
"Percayalah, Stela. Kebahagiaan pasti akan datang menjemputmu," tambah Claudia lagi. Stela tak menanggapi. Setelah minum s**u, Stela segera pergi ke kamar suaminya.
Claudia menghela napas. Ia yakin kalau hubungan Tuan dan Nyonyanya bisa membaik, mereka akan bahagia. Vicky terlihat sangat menyayangi Stela. Dan Claudia yakin kalau cinta di hati Stela akan tumbuh karena terbiasa.
Tanpa mengetuk pintu Stela membuka pintu kamar Vicky. Vicky yang sedang membuka tutup bir, hanya menatap sekilas. Membuat Stela jauh lebih kikuk.
Vicky menegak bir-nya hingga tandas. Pria itu mendekati Stela dengan langkah pelannya. "Sudah siap?" tanya Vicky memegang dagu Stela. Aroma alkohol tercium di penciuman Stela. Stela meremas tangannya sendiri yang berkeringat.
"Sudah," jawab Stela dengan bibir bergetar. Rasa takut jelas dirasakan Stela. Apalagi melihat Vickya yang masih tersisa amarahnya.
"Naik ke ranjang!" titah Vicky yang lagi-lagi membuat Stela membeku. Namun tak urung Stela menuruti suaminya, perempuan itu berjalan melewati Vicky dengan langkah pelannya menuju ke ranjang. Menaikinya dengan hati yang meronta-ronta.
Vicky mendekati Stela, pria itu membuka bajunya dari atas sampai bawah. Stela tercekat melihat tubuh indah suaminya. Perut ber-abs yang tercetak dengan jelas, dengan warna kulit yang exotis membuat mata Stela enggan berkedip. Vicky menaiki ranjang, Stela susah payah meneguk ludahnya sendiri. Vicky menindih tubuh istrinya dengan tubuh beratnya.
"Soal aku pernah menidurimu, itu bohong. Sekarang mari kita melakukan dengan keadaan sama-sama sadar!" ucap Vicky memulai kegiatannya. Stela ingin menggelengkan kepalanya, tapi dia tidak kuasa saat Vicky sudah menyerangnya. Ternyat Vicky yang pernah mengatakan pernah menidurinya itu adalah kebohongan. Dan kini untuk pertama kalinya Stela melakukannya dalam keadaan sadar. Tangan Vicky mengerayangi tubuh Stela yang hanya pasrah. Ini konsekuensi yang Stela dapat karena tidak menuruti ucapan suaminya.
Hanya rintihan dan desahan yang memenuhi kamar luas Vicky. Pria itu tak sepenuhnya menuntaskan napsunya. Karena Vicky lebih memilih membuat istrinya nyaman ketimbang membuat istrinya ketakutan.
▪️▪️▪️▪️▪️
"Fiza, ambilkan aku air minum!" titah Stevan dengan suara keras.
"Iya, Kak," jawab Fiza patuh. Stevan sungguh laki-laki yang tidak tau terimakasih. Setelah tadi luka-lukanya diobati Fiza, sekarang malah menyuruh gadis itu semaunya sendiri.
Stevan dan Fiza. Seperti tuan dan pelayaan-nya. Nyatanya hubungan mereka dulu tidak sebrengsek ini. Stevan dan Fiza adalah mantan kekasih. Mereka putus karena Stevan menganggap Fiza berkhianat. Belum lagi, orang tua Fiza pernah menginjak harga diri Stevan. Mengatakan Stevan anak pungut, anak bekas sampah. Walau sekarang kaya, anak pungut tetap anak pungut. Suara kejam yang keluar dari ibu Fiza masih diingat baik oleh Stevan. Membuat perlakuan baik Fiza yang selama mereka pacaran, dilupakan begitu saja oleh Stevan.
Dendam yang membara pada hati Stevan, membuat Fiza diseret dan disekap di mansion mewah ini. Belum lagi Stevan memperlakukan Fiza seperti pelayaan yang tidak ada harganya. Tidak jarang Stevan menendang tubuh mungil Fiza. Menampar, bahkan meludahi. Apa yang bisa Fiza lakukan selain diam. Fiza tidak ada kekuatan untuk melawan.
"Ini, Kak!" Fiza membawa air putih untuk Stevan. Panggilan 'Kak, tetap Fiza sematkan walau mereka bukan lagi sepasang kekasih.
"Arghhh!" pekik Fiza saat Stevan melempar gelas kaca tepat di dadanya.
Prang!
Gelas itu hancur berkeping-keping di lantai. Daada Fiza terasa sakit. Tapi wanita itu tidak berani hanya sekadar mengusapnya.
"Kemari!" panggil Stevan. Dengan langkah hati-hati Fiza berjalan mendekati Stevan, mantan kekasihnya. Semoga pecahan gelas itu tidak mengenai kaki telajangnya.
"Iya, Kak."
"Naik ke pangkuanku!"
Dengan hati-hati, Fiza naik ke pangkuan Stevan. Dulu ia sering melakukan ini, karena dia sangat manja kepada pacarnya itu. Kalau sekarang bukannya nyaman tapi malah ngeri. Di hati Fiza masih banyak tersimpan cinta untuk Stevan meski perlakuan Stevan sangat buruk kepadanya.
Stevan mengusap pipi Fiza sebelum menamparnya dengan kuat. Kepala Fiza sampai menengok ke samping. Sakit fisik, sakit hati, sudah sering Fiza dapatkan. "Hatiku selalu sakit saat mengingatmu berselingkuh, Fiza." ucap Stevan dengan parau. Fiza diam, mau membela rasanya percuma.
Jujur, Fiza tidak pernah selingkuh. Yang dilihat Stevan adalah kesalah pahaman. Fiza mencinti Stevan sejak dulu sampai detik ini. Hanya kesalah pahaman yang membuat Stevan berubah menjadi monster seperti ini. Dendam di hati Stevan sangat membara.
Dulu Stevan dan Fiza adalah kekasih yang saling mencintai. Saat putus dengan Fiza, Stevan meminta dijodohkan dengan Stela agar Fiza merasakan sakit hatinya. Namun semua tidak berpihak padanya saat orang tua angkatnya malah menjodohkan Stela dengan Vicky.
"Aku benci melihatmu, Fiza."
"Bunuh aku, Kak!" ucap Fiza. Tidak ada keraguan dalam ucapan Fiza. Kalau Fiza bisa, dia akan menyembuhkan sakit hati Stevan. Namun sayangnya Fiza tidak bisa. Kalau dengan dirinya mati bisa membuat Stevan bahagia, Fiza akan merelakan dirinya. Mendengar ucapan Fiza membuat Stevan tertawa keras.
"Membunuhmu sebelum aku puas menyiksamu? Jangan harap!" bentak Stevan menjambak rambut Fiza dengan kuat.
"Satu tetes air mata yang keluar dari matamu. Aku patahkan satu jarimu!" ancam Stevan yang membuat Fiza mengurungkan niatnya untuk menangis. Stevan benar-benar monster. Pria yang dulunya baik hati dan penuh kasih sayang, kini berubah menjadi pria b******k yang menyeramkan. Hanya ada dendam di hati Stevan yang membara.
▪️▪️▪️▪️▪️
Stela menutup tubuhnya dengan selimut. Rasa sakit yang terasa di area vitalnya menyulitkannya untuk bergerak. Baru saja suaminya menghentikan aktivitas yang sebenarnya membuatnya merasakan nikmat dunia. Vicky benar-benar membuatnya melayang di atas awan.
"Aku kasih kamu satu permintaan yang akan aku kabulkan. Kecuali kebebasan dan tidur terpisah," bisik Vicky di telinga Stela. Stela meremang mendengar suara suaminya, apalagi hembusan napas suaminya yang tepat berada di lehernya.
"Tidak ada. Karena yang aku inginkan hanya dua hal itu," jawab Stela lemah.
"Stel, aku bukan laki-laki peka. Bisakah kau menceritakan sesuatu padaku?"
"Sesuatu apa yang ingin kau tau? "
"Apapun yang menyangkut dirimu," jawab Vicky. Jujur Vicky sudah lelah dengan keadaan rumah tangganya. Dia menikah tapi seperti melajang. Vicky tidak kuat saat harus tidur terpisah padahal ada istri yang harusnya siap melayaninya kapan saja.
"Walau kita belum sama-sama mencintai. Aku ingin kita saling terbuka, Stel." Vicky mengeratkan pelukannya pada Stela. Merasakan pelukan dari Vicky tidak mengelak kalau Stela merasakan kenyamanan. Hangat dekap Vicky membuat Stela merasa terlindungi.
Dalam hati Vicky menginginkan kehidupan rumah tangga yang saling melengkapi dan membahagiakan meski mereka belum sama-sama mencintai. "Aku ingin merasakan saat pulang kerja kamu bertanya 'bagaimana pekerjaanmu hari ini?" ucap Vicky sembari membayangkan kehidupan rumah tangga yang indah dan harmonis.
"Lalu, apa kamu juga akan mengambulkan permintaanku?" tanya Stela. Hatinya sedikit nyeri saat Vicky mengutarakan isi hatinya. Stela terluka dengan pernikahan ini, tapi Vicky lebih terluka karena sikapnya yang semena-mena. Mereka sama-sama belum mencintai di perjodohan ini, tapi tidak seharunya mereka terus bertolak belakang.
"Apa yang kamu minta?" tanya Vicky.
"Aku tidak mau hidup dalam kekangan seperti ini. Aku lelah setiap kali harus diikuti claudia. Mengaturku supaya ini itu. Aku dari kecil tidak pernah merasakan kebahagiaan apapun. Hidupku dituntut untuk sempurna. Aku pengen seperti yang lainnya. Bahkan aku tidak pernah tau bagaimana rasanya punya teman. Bagaimana rasanya main di perosotan. Itu karena dari kecil hidupku sudah seperti di penjara," oceh Stela mengungkapkan uneg-unegnya. Setitik air mata jatuh dari pelupuk mata Stela.
"Aku pengen mati saja. Percuma aku hidup kalau aku tidak bahagia. "
"Stel, tenanglah!" Vicky membalik tubuh Stela hingga berhadapan dengannya.
"Kamu tidak ada bedanya dengan orang tuaku. Kamu membatasi kebebasanku. Aku pengen main ke pantai, main ke taman, bukan main di Mall dengan menghamburkan uang." Stela mulai terisak. Mengingat kehidupannya membuat hatinya terasa sakit. Buat apa kaya raya dan banyak uang, jika kebahagiaan tidak bisa dibeli. Kalau orang lain berpikir semua kebahagiaan ada karena uang, itu adalah salah besar. Stela punya banyak uang, tapi ia sama sekali tidak pernah merasakan kebahagiaan.
"Itu sebabnya di kamarmu banyak mainan?" tanya Vicky menghapus air mata Stela. Stela yang biasanya ganas, kini terlihat sangat rapuh.
"Aku tidak pernah punya mainan sejak kecil. Apa aku tidak boleh memilikinya sekarang?"
"Boleh, kalau perlu bawa mainan itu ke sini. Besok aku juga akan membelikanmu mainan yang lebih banyak," jawab Vicky sembari menyibak anak rambut yang menutupi kening istrinya.
"Benarkah?"
"Iya, kau mau apa? Boneka barbie, lego, atau dibuatkan ayunan?"
"Aku mau semuanya."
"Besok aku belikan, saat ini mari kita istirahat!" Vicky mengarahkan tangan Stela untuk memeluk tubuhnya. Vicky mengendus wangi tubuh istrinya sebentar, sebelum akhirnya memejamkan mata. Semoga awal yang baik untuk hubungan keduanya.
"Semoga kamu tidak berbohong!" batin Stela.