"Apa yang kau lakukan Diki?" teriak Naya dengan lantangnya, saat melihat Diki tengah memacu tubuh sang jejak dengan penuh hasrat.
Diki yang mendengar teriakan Naya seketika menghentikan hentakan pinggulnya karena terkejut.
Tidak hanya Diki yang terkejut mendengar teriakkan Naya, begitu juga Mora, kakak Naya.
Mereka berdua sama terkejutnya.
Dengan gerakan cepat Diki mencabut miliknya dari milik Mora, dan kalang kabut mencari pakaiannya.
"Sayang, ini tidak seperti yang kamu lihat. Ini…
"Stop! Berhenti dan jangan dekati aku." Ujar Naya dengan penuh ketegasan.
"Sayang, kamu salah paham." Kata Diki yang mencoba untuk membela diri.
"Aku salah paham dalam segi apa? Apa mataku yang salah? Atau pendengaranku yang sudah tidak berfungsi? Aku melihat dan bahkan mendengar secara langsung apa yang kalian lakukan dirumah ini, dan kamu bilang aku salah paham? Bisa kau jelaskan biar aku tidak salah paham." Ujar Naya dengan hati yang penuh rasa sesak.
Naya sampai merasa tidak kuasa untuk menyelesaikan kalimatnya karena tenggorokan Naya serasa sudah tidak berfungsi lagi, di karenakan tidak bisa menelan air liurnya saat melihat secara langsung Apa yang dilakukan oleh kekasih dan juga kakaknya.
Yah, Diki adalah kekasih Naya.
Mungkin saja Naya tidak bermasalah kalau seandainya Diki mengatakan secara langsung bahwa Diki menginginkan sang kakak, asalkan Diki tidak menjalin kasih atau melakukan suatu hal di saat dirinya dan Diki masih dalam status pacaran.
Diki yang mendapat pertanyaan tersebut dari Naya merasa tidak mampu untuk memberi penjelasan pada Naya, karena apa yang dilihat oleh Naya itu sudah sangat jelas adanya.
Diki mencoba untuk mengatakan atau menjelaskan pada Naya karena sebenarnya Diki tidak mau kehilangan Naya.
Diki juga tidak mengerti dengan perasaannya. Di satu sisi Diki suka dengan Naya karena Naya wanita baik-baik. Tapi di sisi lain Diki juga menyukai Kakak Naya, karena Kakak Naya selalu bisa memberi apa yang ia inginkan, termasuk kebutuhan hasratnya.
Kalau boleh jujur, Diki sama sekali tidak tertarik dengan Mora, hanya saja saat Diki melihat tubuh Mora yang selalu terbuka, membuat Diki merasa lupa terhadap sosok Naya yang selalu ia banggakan sebagai kekasihnya.
Ternyata cinta yang dimiliki oleh Diki mampu terkalahkan oleh tubuh yang selalu diperlihatkan oleh Mora.
Karena Naya tidak mendapat penjelasan apapun dari Diki, ia langsung membuka tasnya dan mengambil beberapa uang yang cukup banyak, dan tentunya uang tersebut adalah pemberian dari Albi. Yah, sebelum Naya pergi dari kamar Albi, Naya menyempatkan diri untuk mengambil beberapa uang yang diberikan oleh Albi sebagai uang muka.
Naya masuk ke dalam kamar kakaknya dengan tatapan penuh kemarahan saat Naya melihat kakaknya mencengkram kuat selimut agar tidak terlepas dari tubuh polosnya.
Karena Naya merasa tidak sanggup berlama-lama melihat sang kakak dengan kondisi tubuh telanjang, Naya Langsung melempar beberapa tumpukan uang tersebut pada wajah Mora.
"Itu kan yang kakak inginkan? Uang banyak! Kakak ingin uang banyak untuk membayar hutang Papa? Itu uang yang aku hasilkan malam ini. Jadi kakak bisa membayar hutang Papa dengan uang itu. Beres bukan!" ujar Naya dengan nada dinginnya.
Mora tidak menjawab apapun, dan bahkan tidak mengambil uang yang bertaburan di dekatnya.
Setelah Naya melempar beberapa uang tersebut, Naya Kembali keluar dari kamar Mora, sebelum Naya benar-benar keluar dari kamar Mora.
Naya mendorong tubuh Diki kembali masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kamar Mora.
"Sudahlah, Sayang. Sudah bagus kan kalau adikku itu tahu dengan hubungan kita. Aku jauh lebih baik dari adikku. Aku bisa memenuhi kebutuhan hasratmu, sedangkan adikku tidak sama sekali. Percayalah, kamu tidak akan menyesal memilihku, karena aku akan memuaskan kamu." Ujar Mora dengan nada yang mencoba untuk memancing hasrat Diki.
Tanpa Mora sadari, Naya mendengar semua apa yang dikatakan oleh Mora, membuat Naya semakin menekan dadanya karena merasa sangat sakit dengan apa yang dilakukan oleh kakaknya terhadap dirinya sendiri.
'Benar-benar saudara yang laknat. Dia bahkan tidak merasa bersalah dan mencoba meminta maaf padaku, tapi justru dia merasa bangga karena kepergok bercinta dengan kekasih adiknya sendiri.' Gumam Naya yang merasa tidak memiliki masa depan lagi, karena orang yang dianggap keluarga justru dialah yang membuatnya hancur.
"Kamu benar. Cuma kamu yang bisa membuatku senang. Mari kita bercinta lagi." Perkataan Diki kali ini ternyata jauh dari apa yang Naya duga, karena dugaan Naya Diki akan marah dan menyesal dengan apa yang ia lakukan terhadapnya, ternyata Diki malah justru membenarkan godaan Mora. Dugaan Naya ternyata salah besar, sangat diluar Nurul.
Pupus sudah harapan Naya untuk membangun rumah tangga bersama orang yang ia cintai. Karena orang yang ia cintai sudah menjadi duri dalam impiannya.
"Baiklah. Sekarang, saatnya mencari kesenangan sendiri." Gumam Naya yang langsung pergi ke kamarnya, dan mengabaikan suara aneh di kamar Mora. Naya bertekad untuk menyenangkan dirinya sendiri, tanpa harus memikirkan nasib kakaknya, Mora.
Uang yang dikasih Naya untuk membayar hutang papanya pada Mora, ternyata habis bukan di bayar hutang, melainkan Mora habiskan untuk bersenang-senang dengan Diki, kekasih adiknya. Naya sendiri juga belum tahu, bahwa uang yang ia berikan ternyata sudah habis, sedangkan hutang sang papa masih belum terbayarkan.
Di Sebuah club malam, ternyata Naya masih melanjutkan pekerjaannya, karena Naya mendapat kenyataan, bahwa sang kakak telah menerima gaji dirinya selama 2 bulan di club itu, dan dengan terpaksa Naya bekerja disana selama kontrak berlaku.
Mora yang sedang bersenang-senang dengan Diki, tiba-tiba mendapat telepon dari rentenir, dimana ia pinjam uang dulu.
Mora menerima panggilan tersebut dengan ragu-ragu.
Mora sedikit ketakutan saat rentenir tersebut meminta agar Mora membayar hutangnya saat itu juga.
Karena Mora tidak ingin Diki tahu yang sebenarnya, akhirnya Mora meminta Diki untuk pulang, dan memberi alasan bahwa dirinya akan menjemput Naya di kerjaannya, bahkan Mora juga memberi alasan pada Diki, bahwa saat ini tempat kerja Mora sedang dalam masalah, hingga Mora berhasil meyakinkan Diki, dan Diki pun pergi.
Setelah Diki pergi, Mora bernafas lega karena ia bisa menjalankan misinya.
Mora mulai membawa langkahnya mendekati para pria kaya raya yang terlihat sendirian tanpa dampingan seorang wanita.
Cukup lama Mora berjalan pelan sambil menelisik, pria mana yang akan memberinya keuntungan. Akhirnya Mora memutuskan untuk menghentikan langkahnya tepat di dekat seorang pria yang terlihat cukup tua.
Kalau Mora tebak, pria itu sekitar berumur 55 tahun. Tinggi dan cukup tampan. Mora duduk di dekat pria itu dengan elegannya, dan menyilangkan kakinya pada kaki yang lain, hingga memberi kesan wanita yang cantik.
"Apa kau membutuhkan wanita untuk mendampingi mu, dan memberimu kesenangan atau pelayanan?" ujar Mora memberi tawaran pada pria tersebut, hingga membuat pria tersebut langsung menoleh pada Mora.
Pria itu memandang Mora dari wajah sampai pada paha Mora yang terekspos sempurna. Sangat cantik, dan sangat mulus, tapi entah kenapa itu tidak berhasil membangkitkan gairah pria itu. Pria itu mencoba mengelus paha Mora dengan lembut, barangkali dengan menyentuh paha Mora, pria itu langsung menginginkan Mora.
Belum juga pria itu b*******h, tangan pria itu sudah di tepis secara kasar oleh Mora, dan mengusap pahanya bekas elusan pria itu, membuat pria itu langsung memandang Mora dengan tatapan tajamnya.