Dua belas

1553 Kata
Setelah perginya Iyan, Alina merasa kacau, sedih, bersalah dan rasa bingung sudah bercampur aduk. Ia mulai kesal dengan segalanya, bahkan dirinya sendiri, ia tidak tahu harus bagaimana sekarang. Alina mengusap pipinya yang basah karena tanpa sadar ia menjatuhkan air mata, ia bukan sosok orang yang kuat. Bermasalah dengan Iyan, saudara satu-satunya yang selama ini terus ada untuknya walaupun orang melihat Iyan terkesan kasar serta tak hormat pada Alina yang berstatus sebagai kakak. Alina tak mudah bisa percaya dan nyaman dengan seseorang, hanya Iyan yang membuatnya merasa baik-baik saja saat menghadapi apapun. Melihat kini Iyan juga marah padanya sungguh membuat Alina takut. Alina terus mengecek pesan yang ia kirim pada Iyan, tapi Iyan tidak membacanya. Bahkan Alina sudah coba menelfon tapi tak dijawab sama sekali. . . Kepada: Iyan Sok Cakep Yan, kamu tidur dimana malam ini? Aku ga nyuruh kamu balik kok, Aku cuma mau pastiin kamu baik-baik aja dan bisa istirahat dengan baik malam ini Aku minta maaf . . Alina menarik napas dalam dan air matanya kembali jatuh, namun Alina berusaha untuk tetap kuat dan tak terlalu emosional. "Apa Iyan ke tempat Sakya?" Dengan cepat Alina mengambil ponselnya lagi dan mengechat Sakya. . . Kepada: Sakya Ganteng! Sakya, Apa disana ada Iyan? . Dari: Sakya Ganteng! Iyan? Enggak kok . Kepada: Sakya Ganteng! Aku mohon, Iyan pasti bilang untuk ga beri tahu kan? Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik aja . Dari: Sakya Ganteng! Serius Lin ga ada Iyan disini Emang kenapa? Iyan pergi dari rumah lagi? . Kepada: Sakya Ganteng! Jadi beneran ga ada Iyan disitu? Terus Iyan kemana?? . Dari: Sakya Ganteng! Ada masalah apa? Tampaknya kamu panik banget Lin? Okey?? . . Melihat jawaban Sakya membuat Alina tertunduk lesu dan memijat pelipisnya bingung. Ia tidak bisa tenang dan terus terpikirkan Iyan dan segala masalah lain. Bahkan Alina merasa kepalanya sangat sakit sekarang. Rasanya kacau sekali. Alina memejamkan matanya sambil meringis coba mencari ketenangan hingga ia kaget tiba-tiba ponselnya berdering, 'Sakya Ganteng! is calling'. Mata Alina membelalak dan coba melihat lagi apa yang ia lihat sekarang benar? Sakya menelfonnya? Alina mengangkat panggilan itu dan mendekatkan ponsel ke telinga kirinya, "halo?" "Alina? Ada apa? Kamu baik-baik saja? Kamu tidak membalas pesanku lagi dan itu membuatku ikut khawatir, ada masalah dengan Iyan?" Sakya terdengar ikutan panik dan penasaran di seberang sana. Alina menghela napas panjang sambil bersandar di bahu ranjangnya, "Iyan pergi dan itu karena aku." "Hah? Bagaimana bisa?" Alina kebingungan harus bicara seperti apa dan bagaimana pada Sakya, selama ini ia jarang berbagi cerita atau masalah pada orang lain. "Hm, tidak apa kalau kamu tidak ingin cerita. Aku hanya ingin pastikan kalau kamu baik-baik saja." Sakya kembali bicara karena karena Alina tak kunjung bersuara. Alina menggeleng, "tadi aku bicara ke mama dan papaku kalau aku ga mau kuliah seperti apa yang mereka inginkan." "Ouh, kamu sudah memutuskannya? Lalu bagaimana?" "Mereka ga terima, terlebih waktu aku bilang kalau aku ga mau nerusin urus perusahaan keluarga, mereka marah." "Lalu? Bagaimana bisa sampai bermasalah ke Iyan? Bukankah Iyan ada dipihakmu?" Alina mendongak menatap langit-langit karena rasanya air matanya akan mengalir lagi, "secara ga langsung itu narik Iyan masuk dalam masalah ini. Aku bilang kalau yang berhak atas perusahaan itu bukan aku, tetapi Iyan. Aku bicara seenaknya tanpa memikirkan dulu bagaimana pendapat Iyan. Itu semakin memancing keributan terlebih antara Iyan dan papa. Tindakanku yang sembarangan membuat situasi semakin kacau, Iyan pasti merasa tak dihargai dan tak dianggap dengan baik. Iyan pergi dan ia pasti membenciku." "Hei.., jangan bicara seperti itu." "Aku emang bodoh, sebelumnya Iyan berniat membantuku tapi aku malah mendatangkan masalah untuknya. Sumpah demi apapun, aku sangat takut kalau Iyan marah dan membenciku." Alina tak bisa mengendalikan emosinya hingga ia mulai terisak-isak dengan air mata yang mengalir deras. "Alina, jangan memikirkannya secara berlebihan. Sekarang kamu coba deh lebih tenang dan rileks, tarik napas dalam dan hembuskan perlahan." Alina yang tadinya terisak dan ingin menangis sejadi-jadinya coba mengikuti ucapan Sakya beberapa kali sambil diseberang sana Sakya terus mengontrol Alina untuk tak kembali emosi. "Nah sekarang dengerin aku ya..." Sakya yang merasa Alina perlahan mulai tenang lagi coba bicara dengan hati-hati. "Mungkin aku ga begitu paham persis masalah dan kejadiannya bagaimana dan aku minta maaf atas itu. Tapi satu hal yang berani aku pastikan adalah Iyan tidak akan membencimu karena dia itu sangat menyayangimu, sama seperti kamu menyayanginya." "Tapi sekarang berbeda, aku udah salah..." "Mungkin saja dia terkejut atau mungkin memang kesal kepadamu. Tapi percayalah kalau itu hanya sebentar, Iyan cuma butuh waktu untuk nenangin diri aja, jadi jangan khawatir. Dan malam ini dia pasti juga akan baik-baik saja, Iyan memiliki banyak teman dan akan ada banyak tempat yang bisa menampungnya." Sakya coba memberi pemahaman agar Alina dapat merasa lebih baik dan tak terus terjebak dalam banyak pemikiran yang membuatnya tertekan. Alina menarik napas dalam sambil mengusap matanya yang diam-diam terus saja mengeluarkan air mata, "tapi aku terus saja menangis, bagaimana ini?" Sakya tak bisa menahan tawanya mendengar aduan Alina yang terdengar begitu lucu baginya, "untuk sekarang akan lebih baik kalau kamu istirahat dulu." "Ga bisa, pikiranku tetap kemana-mana dan jadinya gelisah terus. Semua masalah belum ada penyelesaian apa-apa." "Sekarang udah malam, besok bisa dipikirin lagi, kamu bisa cerita langsung padaku, walau ga akan bisa bantu banyak tapi setidaknya aku akan dengerin kamu. Kalau kamu ngikutin rasa gelisah kamu, itu hanya akan membuatmu makin tertekan dan tak akan ada penyelesaian. Jadi sekarang kamu istirahat ya." Ucapan Sakya yang sangat hangat membuat Alina entah kenapa merasa sedikit lebih baik dan tenang. Ia tersenyum kecil dan mengubah posisinya untuk rebahan dan menutup dirinya dengan selimut. "Udah akan tidur?" "Aku sudah ada dalam selimut dengan posisi tidur." "Aku matikan telfonnya sekarang?" Dengan cepat Alina menggeleng, "jangan!!" "Eh??? Bukankah kamu akan tidur?" "Saat diam aku dikuasai banyak pikiran mengganggu lagi." Alina bicara terus terang walau rasanya agak malu dan segan. "Hm, apa kamu butuh teman ngobrol?" "Kamu lagi sibuk ya? Maaf ya udah gangguin, aku minta maaf tiba-tiba ganggu. Tidak apa, matikan saja, aku sudah baik-baik saja." Alina tersadar kalau ia sudah terlalu banyak mengganggu Sakya. "Aku juga akan mengambil posisi tidur sambil mengobrol denganmu. Apa boleh aku menemanimu?" Alina terkejut mendengarnya dan langsung tersenyum malu, "seriusan? Aku sih bakalan seneng banget." Sakya tertawa dan terdengar suara agak gaduh, "kalau gitu bentar ya, aku juga siap-siap tidur." "Okey, aku tunggu." Alina tak bisa menahan senyumnya sambil menutup wajahnya dengan selimut. Mendengar pergerakan Sakya di seberang sana membuatnya deg-degan tak menentu. "Nah udaaaaah, aku juga udah baring nih." setelah beberapa saat akhirnya terdengar suara Sakya kembali. "Lama juga ya siap-siapnya?" "Hahaha, ada urusan ke kamar mandi juga makanya rada lama." Alina ikut tertawa kecil, "apa kamu memang biasa tidur jam segini?" "Biasanya aku tidur lebih larut, tapi karena belakangan ini aku agak belajar jadinya mudah mengantuk dan tidur lebih cepat." "Aku seneng kamu bener-bener mulai serius belajar Sakya." Sakya tertawa, "ga bener-bener sih, cuma coba baca semua materi yang kamu suruh. Takut sia-sia aja usaha kamu capek-capek nandain materi. Thanks udah bikin durasi tidurku bertambah." "Ih ada-ada aja nih Sakya. Ujian tinggal dua hari lagi, aku rasa kamu akan bisa tangani ini dengan baik." "Aku bahkan tidak sampai dua minggu belajar untuk ujian, aku pesimis." Alina mengerutkan dahinya mendengar ucapan Sakya, "lah kok pesimis? Kan udah usaha, pasti lebih baik kok, kamu juga belajarnya serius ga main-main." "Aneh ya, saat aku sama sekali tak belajar aku merasa baik-baik saja, tapi saat coba belajar aku merasa semakin takut saat tahu hari ujian semakin dekat." Alina terkekeh mendengar curahan hati Sakya, "karena saat kita belajar kita akan semakin tahu seberapa bodohnya kita dan kita itu tak tahu apa-apa." "Apa sekarang kamu sedang mengatakan aku bodoh?" tanya Sakya dengan suara sedih. "Ah tidak! Ga gitu! Ih jangan salah paham, aku ga mau ikut-ikutan dijauhin sama kamu kayak Iyan sekarang." Alina khawatir luar biasa. Tapi disaat itu terdengar kekehan dari arah seberang, "santai lah Lin, tegang banget hahahah." "Hm..., Sakya siih." "Kamu belum ngantuk?" "Mata aku berat, tapi takut buat tidur." "Kenapa?" "Takut masalahnya kebawa mimpi, biasanya gitu." Alina bicara dengan nada semakin turun semakin merapatkan selimut yang dia pakai. "Makanya masalah itu jangan dipikirin banget." "Ya mau gimana?" "Besok kita pulang bareng ya?" "Eh??" Alina kaget karena tiba-tiba Sakya malah mengajak pulang bersama. "Ya kan katanya mau cerita langsung, mau nggak?" "Ya mau lah!" "Ahahahah, dasar! Nah sekarang kamu mending diam." "Kok diam??" alis Alina naik. "Mau denger aku nyanyi ga? Lagi mau latihan vokal nih." Alina langsung tersenyum lebar mendengar ucapan Sakya, "Sakya mau nyanyi untuk aku ya!?" "Ih siapa bilang? Orang mau latihan vokal doang kok." "Yaudah okey!!" Dan disaat itu Alina menekan tombol loudspeaker dan meletakkan telfonnya di samping bantal sambil ia tidur miring memperhatikan. Suara Sakya yang sangat indah kini mulai terdengar mengalun menyanyikan lagu-lagu berketukan santai yang perlahan membuat Alina merasa tenang dan tanpa sadar menjadi mengantuk hingga akhirnya tertidur. Lagu demi lagu terus Sakya dendangkan namun dengan suara yang semakin lama semakin mengecil hingga akhirnya berhenti. "Alina?" Sakya bicara seolah berbisik namun tidak ada sahutan apapun membalas panggilannya. "Selamat malam, sampai jumpa besok. Tidur dengan nyenyak okey? Bye, aku matikan." . . Dari: Sakya Ganteng! Jika nanti kamu terbangun tengah malam dan ga bisa tidur lagi atau gelisah, kamu boleh telfon lagi :)) . . . . . . . . . . JANGAN LUPA TEKAN HATI NYA DULU!!! SUKAI DULU CERITANYA!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN