Tiga Belas

1180 Kata
Alina terus berlari menuju gerbang sekolah mengejar Iyan yang sudah menggas motornya pergi begitu saja. Hari ini Alina sudah berusaha untuk bicara dengan Iyan di sekolah, tapi Iyan terus menghindarinya sampai-sampai Alina harus menjagai motor Iyan diparkiran saat pulang sekolah demi bisa bertemu dan bicara dengan adiknya tersebut. Namun saat akhirnya mereka bisa bertemu, Iyan diam saja dan mengacuhkan kakaknya itu. Ia benar-benar tak menghiraukan Alina sama sekali. "Iyaaaaannn!!" teriak Alina menatap Iyan yang sudah menghilang dari pagar sekolah. Gadis itu menghela napas panjang dengan wajah frustrasi. Dari kejauhan ternyata Sakya sudah memperhatikan Alina sejak dari parkiran berusaha untuk bicara dengan Iyan, namun apadaya sepertinya itu semua sia-sia karena Iyan tak memberikan respon apapun. Sakya melajukan motornya dan berhenti di depan Alina yang berdiri seperti orang kebingungan dan sedih, "Alina!" Alina kaget dan mendapati motor yang berhenti di depannya adalah Sakya yang kini tersenyum padanya, "Sakya?" "Ayo!" ujar Sakya pada Alina sambil melirik bangku belakang motornya. Dahi Alina mengerut bingung, "hah?" "Ayo naik, jalan bentar yuk." ucap Sakya masih tersenyum. "Eh tapi..." "Ayolah, bukankah kamu suka saat jalan bersamaku? Kamu menyukaiku kan?" Alina menaikkan alisnya sambil menggaruk kepalanya bingung. "Ayo cepetan Alinaaaaa," desak Sakya karena Alina malah bengong menatapnya. "Uhm, yaudah." Alina mengangguk dan bergerak naik ke motor Sakya walau masih bingung. * Sakya menghentikan motornya dan turun dari motor diikuti Alina yang mana langkah Sakya menuju tepi sungai yang cukup tenang yang memang menjadi tempat yang biasa dikunjungi beberapa orang untuk sekedar duduk duduk santai. Sakya mengambil posisi tempat duduk dan membersihkan sekilas tempat di sebelahnya agar Alina bisa duduk juga. Melihat itu Alina tersenyum dan duduk disamping Sakya, mereka tidak duduk terlalu dekat, ada cukup jarak diantara mereka, "terima kasih." "Aku tidak tahu tempat yang menarik, aku hanya terpikir untuk kesini, norak banget ya?" ujar Sakya melirik Alina sambik terkekeh. Dengan cepat Alina menggeleng, "norak? Enggak lah, ini tempatnya cantik. Lagipula aku juga tidak tahu tempat apapun, aku jarang main keluar." "Kamu pasti terlalu sibuk hanya untuk sekedar bermain keluar." "Bukan, itu karena aku tak memiliki teman." Sakya menoleh dengan wajah bingung pada Alina, "tidak memiliki teman? Mustahil karena kamu sangat populer. Menjadi temanmu adalah hal yang sangat keren." "Tapi aku memang ga punya teman yang benar-benar seperti teman. Aku merasa mereka mendekatiku disaat tertentu dan menginginkan sesuatu saja." "Aku yakin ada yang benar-benar ingin menjadi temanmu, hanya saja mungkin mereka merasa terlalu segan bisa berteman dekat dengan seorang Alina." Alina menunduk sambil tersenyum miring, "mereka pasti menilaiku sebagai orang yang membosankan. Tapi memang kenyataannya begitu sih." "Apa itu membuatmu sedih?" Alina mengangkat kepalanya dan tertawa pada Sakya, "aku sudah biasa, lagipula aku sudah merasa cukup dengan adanya Iyan." Sakya mengangguk, "dan itulah kenapa kamu sangat tertekan saat dalam keadaan seperti ini? Iyan mendinginkanmu." Gadis itu menghembuskan napas kasar sambil merapikan sekilas anak rambu di kitaran pelipisnya, "Iyan masih marah padaku." "Bukan marah, dia cuma ingin tenang sebentar saja. Jika pikirannya sendiri masih belum bisa ia kontrol, dia takut semakin menambah masalah karena emosi." "Apa benar seperti itu?" Iyan mengangguk, "aku pernah bertanya pada Iyan." "Tanya apa?" Sakya tertawa kecil, "aku penasaran kenapa dia sering sekali pergi dari rumah saat ia baru saja ribut dengan orang tua kalian. Aku sempat berpikir Iyan terlalu berlebihan." "Kamu bertanya? Lalu apa jawabannya?" Alina penasaran hingga menatap Sakya dengan seksama menunggu jawaban. "Iyan bilang kalau sebenarnya ia tak ingin berlarut-larut dalam masalah. Setelah bertengkar ia selalu merasa pikirannya kacau dan bisa memancing keributan lain yang akan memperkeruh semuanya karena ia begitu emosional. Jadi ia memilih pergi menenangkan diri dan saat ia kembali ia tak akan memperpanjang masalah lagi dan berlaku normal." Alina termenung mendengar penjelasan Sakya mengenai Iyan, "tapi aku yang gelisah saat dia pergi, terlebih sekarang masalahnya karena aku." "Hm, mungkin untuk sekarang kamu coba pahami Iyan dulu, wajar kan saat kakak coba mengalah untuk memahami adiknya?" "Aku tidak menyangka Iyan dan kamu sangat dekat. Bagaimana bisa?" ujar Alina menyadari seberapa dekat adiknya dengan Sakya karena Sakya tahu cukup banyak mengenai Iyan dan sekilas tentang keluarganya. Sakya tertawa kecil, "entahlah. Aku merasa Iyan yang awalnya sok dekat dan akhirnya memang benar dekat. Dia selalu datang dan berlagak kalau aku mau berteman dengannya." "Ouh, itu karena dia merasa kamu keren banget. Dia penah bilang padaku." Sakya tertawa mendengarnya, "oh ya? Wah bukankah aku luar biasa?" Alina ikut tertawa dan mengacungkan jempolnya pada pria itu, "aku juga mengakuinya." "Haha, aku jadi malu." "Makasih ya, karena ucapanmu hari itu aku jadi punya keberanian untuk bilang sejujurnya pada orang tuaku tentang apa yang aku mau dan apa yang tidak aku mau." Alina bicara pelan sambil tersenyum. "Aku jadi merasa bersalah." "Kenapa?" "Kalian semua jadi ribut karenanya kan? Bagaimana hubunganmu dan orang tuamu sekarang?" Alina tersenyum simpul, "mereka terus membahas dan menekanku terlebih karena Iyan yang tak kunjung kembali ke rumah." "Pasti sulit jadi kamu Lin. Aku minta maaf." "Kenapa minta maaf? Harusnya aku yang berterima kasih. Aku merasa baik-baik saja sekarang saat coba mempertahankan keinginanku di depan papa mama, bahkan rasanya seperti sudah menjadi orang dewasa yang berprinsip." Alina tertawa sambil memperhatikan sungai dihadapan mereka. "Aku harap mereka bisa segera paham apa keinginanmu." Sakya memperhatikan Alina dengan wajah berharap. "Waktu pendaftaran kuliah sudah akan dibuka, aku tidak tahu jika sampai detik itu aku belum bisa meyakinkan mereka. Apa aku akan tetap mendaftar sesuai apa yang aku mau?" "Kamu harus memiliki keberanian yang luar biasa. Semoga apapun itu adalah yang terbaik untukmu." Alina mengangguk sambil kini mengubah posisinya untuk bisa menghadap pada Sakya, "hari senin sudah ujian lagi. Kamu udah siap?" Sakya menarik napas dalam dan wajahnya menunjukkan rasa tak percaya diri, "aku masih kesulitan menyelesaikan beberapa soal." Jawaban Sakya membuat Alina langsung menggeleng, "kamu udah bisa menyelesaikan sebagian besar soal dengan baik, selebihnya kamu bisa gunakan intuisi saja." Sakya ikut tertawa setelah Alina menutup ucapannya dengan tawa, "thanks udah mau bantu." "Aku percaya nilaimu akan jauh membaik dan para guru tidak akan meremehkanmu lagi." "Aku tidak melakukannya untuk para guru itu, tapi untuk bunda agar merasa anaknya tidak terlalu bodoh." Alina tersenyum, "kalau nilaimu membaik nanti, apa kamu tidak berubah pikiran untuk lanjut kuliah? Kamu bisa ikut pendaftaran jalur ujian." Sakya menghela napas panjang, "aku melakukan ini semata-mata untuk menyelesaikan pendidikan formal dengan cukup baik baik. Kita pernah bahas ini kan?" "Apapun keputusan Sakya nanti, mau ngapaian dan jadi apapun nanti, aku akan tetap suka." "Eh?" Sakya menatap Alina heran. "Makin kesini aku malah makin suka sama kamu Sakya. Aku ga maksud apapun kok, cuma mau bilang aja. Apa itu mengganggumu?" Pria itu mengalihkan pandangannya karena merasa canggung, "aku jadi tidak tahu harus menjawab apa." Alina tertawa, "lucu banget Sakya." "Habis ini kamu mau pulang atau gimana?" "Pulang aja, aku ga mau nambah masalah di rumah." Sakya mengangguk, "akan aku antar." "Sekarang malam minggu, apa nanti kamu akan tampil di kafe?" "Hm.., untuk hari ini tidak, aku masih ingin belajar." Alina ternganga dengan jawaban Sakya sembari bertepuk tangan, "woah! Kamu benar-benar luar biasa." "Jangan berlebihan, aku seperti ini karena sadar kalau aku tertinggal banyak." "Kalau begitu ayo pulang sekarang supaya kamu bisa istirahat sebentar sebelum nanti belajar!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN