Enam

2396 Kata
Alina tersenyum lebar setelah keluar dari ruangan guru, seperti biasa gadis itu kembali memenangkan lomba dan mendapatkan selamat dari seluruh guru karena ini merupakan lomba terakhirnya. Gadis berambut kuncir kuda itu kini mengarahkan kakinya menuju deretan kelas yang murid-muridnya sudah akan pulang, harusnya ia juga langsung pulang tapi ia mencari satu orang, siapa lagi kalau bukan Sakya? Ia ingin memberi tahu kabar ini pada Sakya. Langkah Alina berubah berlari saat mendapati Sakya bergegas menuju parkiran, "Sakya!!!" Sakya berhenti dan melihat Alina berlari ke arahnya, pria itu hanya tersenyum kecil menyapa Alina. "Aku menang!" Alina memberi tahu dengan wajah sangat senang. "Hm?" Sakya yang belum paham hanya mengerutkan dahinya coba berpikir dan menerka maksud Alina yang tiba-tiba saja menghampirinya. "Aku sudah memberi tahumu semalam, aku ikut lomba dan aku keluar sebagai juara satu." "Ouh jadi lombanya sudah selesai?" Alina mengangguk mengiyakan dengan senyuman lebar yang membuat matanya menyipit. "Selamat kalau begitu, tapi bukankah kamu sudah biasa menjadi pemenang? Kamu pintar kan?" Sakya terkekeh pelan. "Aku meminta hadiahku." "Eh?" "Kamu harus bernyanyi untukku." Sakya menggaruk kepalanya bingung karena ia tidak habis pikir ternyata Alina memang menagih ucapannya semalam, "apa harus sekarang?" "Apa kamu sibuk?" tanya Alina melihat Sakya yang tampak tidak santai. "Hm, aku sebenarnya harus segera pulang." "Kenapa?" "Aku harus membantu bundaku mengantar kue ke pelanggan." Alina terdiam mendengar jawaban Sakya dan memperhatikan Sakya dari ujung kaki ke ujung kepala yang memang tampak ingin segera pergi, "kamu mengantarnya sendiri?" "Iya, karena itu aku harus cepat." "Hm.., aku boleh ikut?" "Hah?!" Sakya terkejut karena benar-benar bingung dengan gadis yang belum begitu ia kenal ini. "Aku ingin bantu kamu nganter. Aku bisa pegangin kuenya biar kamu ga repot." Alina menawarkan bantuan dengan sangat semangat dan meyakinkan. Sakya menggeleng, "tidak, tidak perlu. Aku bisa lakukan itu sendiri." "Aku mohoooon, aku ikut ya?" Sakya menggaruk kepalanya bingung, "ini akan membuatmu terlambat pulang. Orang tuamu bisa marah." "Tidak apa, ayolah aku benar-benar ingin membantu." "Ya ampun, ni cewek kenapa sih?" gumam Sakya dalam hati kebingungan tapi akhirnya mengangguk saja, "aku benar-benar tidak akan tanggung jawab kalau nanti terjadi sesuatu ya." Alina langsung tersenyum senang sambil menahan diri untuk tidak melompat kegirangan, "yeay! Ayo ayo!!" Alina pun mengikuti Sakya menuju motor Sakya yang terparkir di parkiran motor sekolah, "hehe, aku akan naik motor bareng Sakya." Alina bicara sendiri sambil menutup mulutnya karena tak bisa menahan senyum senang. Sedangkan Sakya yang menyadari itu hanya berusaha cuek tidak terlalu peduli, ia berusaha mengeluarkan motornya yang sudah berdesakan dengan motor lain, "ah harusnya aku tidak parkir disini tadi." "Alina!" tiba-tiba sebuah suara menyapa Alina yang sedang menunggu Sakya mengeluarkan motor. Alina menengok dan melihat Rendi dengan motornya kini berhenti di depannya, pria itu mengangkat kaca helmnya dan tersenyum. "Aku dengar kamu menang hari ini, selamat ya. Bahkan kamu bisa pertahankan semuanya sampai akhir." Rendi bicara memberikan selamat. Alina mengangguk, "terima kasih ya Ren, dua hari lagi kamu juga akan lomba terakhir kan?" "Iya, aku harap juga bisa sepertimu, bisa menutup semuanya dengan baik. Ouh, apa kamu mau pulang? Aku bisa antar," Rendi melirik bangku belakang motor gedenya yang kosong untuk Alina. Alina menggeleng, "enggak deh Ren." "Kenapa? Kamu ga pulang sama Iyan kan? Aku lihat tim basket hari ini bersiap untuk latihan lagi." "Aku akan pergi dengan Sakya." "Sakya??" Rendi mengerutkan dahinya dan mendapati sebuah motor matic kini berada tepat di depannya dengan Sakya sebagai pengemudinya yang menunggui mereka selesai mengobrol dengan wajah datar. Alina tersenyum, "iya, aku ada janji sama Sakya." "Janji? Aku rasa ini tidak bisa dikatakan dengan janji." Sakya bicara bingung pada dirinya sendiri mendengar penuturan Alina pada Rendi. "Sejak kapan kamu kenal dan dekat dengan Sakya?" tanya Rendi agak kaget pada Alina. "Hm, mungkin baru beberapa hari ini. Udah ya Ren, kami buru-buru, bye!" Alina langsung bergegas ke arah Sakya dan duduk di belakang Sakya dengan wajahnya yang terlihat sangat senang. Sakya pun melajukan motornya tak lupa sambil mengklakson pamit Rendi yang masih diam di posisinya. Sebelum ini Sakya memang sudah kenal Rendi, tapi ya memang hanya sekedarnya karena mereka bukan tipe murid yang berada dalam satu lingkup pergaulan, bisa dikatakan Rendi berada di dalam lingkungan elite, sedangkan Sakya hanya anak nakal yang biasa-biasa saja. "Apa Alina dengan Sakya?" Rendi bertanya-tanya dengan perasaan kesal. "Ah itu tidak mungkin!" * Sakya terus melajukan motornya dengan kecepatan tinggi seperti biasanya di jalanan, namun saat melihat spion ia baru ingat kalau ia sedang membawa orang lain, tidak sendirian. "Eh maaf, aku lupa lagi bawa orang." Sakya memperlambat laju motornya karena melihat rambut Alina yang sudah berantakan di belakangnya. Alina tertawa, "udah ga papa, udah biasa kok sama Iyan." "Tapi kamu ga pake helm, kasian lihatnya. Maaf ya." "Ga masalah kok." Alina terus tersenyum menjawab Sakya. Bahkan saat Sakya tidak lagi bicara ia terus tersenyum melihat bayangan wajah Sakya di spion. "Ada yang salah denganku? Kenapa kamu terus tersenyum?" tanya Sakya mulai tidak nyaman dengan sikap Alina. "Aku hanya senang." "Kenapa?" "Aku bisa dibonceng sama kamu." Alina tersenyum malu namun terus memperhatikan wajah Sakya. "Heh??" "Aku kan suka sama kamu. Makanya senang." Sakya langsung bingung harus menjawab apa, sikap Alina sungguh mengejutkan untuknya. "Sakya!" Alina memanggil lagi karena Sakya hanya diam, fokus pada jalanan. "Ya?" "Sakya beneran ga punya pacar kan?" "Iya, ga punya." "Jadi pacar aku mau?" "Kamu sudah menanyakan hal itu berulang kali." Alina merungut, "tapi Sakya belum jawab mau." "Kita baru saja kenal." "Lalu? Masalahnya dimana?" Sakya kebingungan karena ia juga tak tahu harus bicara apa, "bukankah kamu pacaran dengan Rendi?" "Siapa bilang!?" "Bahkan satu sekolahan membicarakan kalian, bahkan aku mendengarnya sebelum aku mengetahui Alina itu yang mana." jawab Sakya santai sambil memperbaiki helmnya sekilas. Alina memiringkan mulutnya, "aku kan sukanya Sakya, bukan Rendi." "Aku tidak tahu sampai kapan kamu mau bercanda." "Bahkan aku tidak pandai bercanda." "Apa kamu benar-benar menyukaiku?" tanya Sakya melirik Alina karena mulai penasaran. "Ya!" "Kenapa?" Alina diam sambil berpikir dan kini tangannya beralih memegang bahu Sakya yang membuat Sakya agak kaget namun ekspresi gadis itu begitu santai dengan wajahnya yang masih berpikir. "Sakya pernah suka sama orang lain?" Alina kini malah balik bertanya pada Sakya. "Hm, kurasa pernah." "Kenapa?" "Ya karena dia cantik, baik dan menarik mungkin." "Terus sekarang Sakya masih suka orang lain itu?" tanya Alina tampaknya tidak suka. "Ya sekarang lagi ga suka siapa-siapa. Kan tadi kamu nanyanya pernah apa enggak?" Alina menganggguk dengan wajah lebih santai, "sepertinya sebelumnya aku ga pernah suka sama orang lain. Tapi waktu lihat Sakya, aku ngerasa berbeda dan aku rasa aku suka sama Sakya, tapi masih cari alasannya. Kalau menurut kamu, kenapa aku bisa suka sama kamu?" "Kamu nggak salah?" "Apanya yang salah?" Sakya terbahak, "kita itu beda banget, kamu anak baik-baik yang pasti nilainya bagus-bagus, mana setiap lomba menang terus kan? Aku sih nilai pas-pasan asal bisa tamat tiga tahun dan selalu dicap anak nakal sama semua orang." "Tapi Iyan bilang kalau Sakya itu keren. Bisa ngelakuin apapun yang Sakya suka tanpa peduli apapun." "Itu yang namanya nakal." "Tapi aku lihatnya Sakya emang keren kok. Kemarin aku stalk ig kamu, suara kamu bagus banget." Sakya tertawa, "hahaha, terima kasih." "Aku iri karena aku buta nada. Saat bernyanyi suaraku cempreng banget." cerita Alina sambil tertawa malu. "Aku jadi ingin mendengarmu bernyanyi." "Jangan, Iyan bilang lebih baik aku bernyanyi dalam hati saja. Saat bernyanyi suaraku membuat orang lain merasa depresi." "Pasti Iyan yang berlebihan. Pasti tidak seburuk itu." "Guru seni bahkan menyuruhku untuk fokus menggambar saja." Sakya ikut terbahak mendengar cerita Alina yang juga menertawakan dirinya sendiri. Tanpa sadar mereka terhanyut dan asik membicarakan hal-hal sederhana yang membuat mereka tampak cepat lebih dekat dan kini mereka sudah sampai di toko bunda Sakya. "Ini tokonya, sekalian aku tinggal disini." Sakya menghentikan motornya di depan toko dan membuka helm. Alina ikut turun dan memperhatikan toko tersebut, "bahkan belum masuk saja aromanya udah kecium harum." "Kue bunda emang enak banget." "Wah aku jadi tidak sabar." "Ayo masuk." ajak Sakya masuk ke dalam toko tersebut diikuti Alina dari belakang. "Mana bunda yang mau diantar kue nya?" tanya Sakya memanggil bundanya yang ada di belakang. "Udah bunda susun, kamu kalau lapar makan dulu dan ganti baju." terdengar jawaban seorang wanita bersuara lembut mendekat. "Siang tante..," sapa Alina sopan melihat bunda Sakya muncul. "Ouh, siang..." bunda Sakya agak kaget melihat Alina dan melirik Sakya seolah bertanya, "siapa nih?" "Kenalin bun, Alina. Teman aku dan dia ini juga kakaknya Iyan." Sakya dengan cepat mengenalkan Alina pada sang bunda. "Aaah, jadi ini kakaknya Iyan, panggil bunda aja Alina, udah biasa dipanggil gitu. Iyan juga manggil bunda kok." Alina tersenyum senang, "serius aku boleh panggil bundanya Sakya bunda juga?" "Kenapa tidak?" bunda Sakya agak kaget dengan respon sangat antusias Alina. "Baik bunda!" Sakya hanya geleng-geleng kepala melihat Alina, "aku ga laper bun, aku langsung anter aja ya." "Aku juga mau bantu Sakya bunda, aku bantu pegangin kue nya biar Sakya nya ga susah hehehe, boleh kan bunda?" Alina memberi tahu dengan semangat. Bunda Sakya masih kebingungan melihat Alina yang tampak agak berbeda dari semua teman Sakya yang pernah ia kenal, Alina terlalu bersemangat dan antusias. "Ya boleh, tapi apa kamu ga capek? Sakya kalau udah bantu bunda, susah disuruh istirahat loh." "Ga papa bunda." "Tapi kamu masih pakai seragam, biasanya Sakya ganti baju dulu, atau pakai jaket." "Aku bawa jaket kok bun!" Alina dengan cepat mengeluarkan sebuah jaket dari tasnya. "Ouh, yaudah kalau gitu hati-hati dan makasih banyak ya Alina." Alina mengangguk sambil kini memakai jaketnya, sedangkan Sakya sudah bergerak mengambil kotak kue yang tersusun di atas meja. "Hari ini ga banyak ya bun," tanya Sakya menyadari hanya sedikit kue yang harus ia antar. Bundanya tersenyum kecil, "syukurnya masih ada yang pesan kan?" Sakya menunjukkan senyum kecil, "aku pergi dulu ya bunda." "Hati-hati, terima kasih ya." "Kita pergi ya bunda!" Alina tak kalah semangat untuk pamit dengan tangan yang juga sudah memegang kotak kue. Bunda Sakya yang melihat itu ikut mengangguk dengan semangat, "iya!!" ** "Sakya, kamu udah hapal semua alamatnya ya?" tanya Alina pada Sakya setelah kini mereka sudah akan mengantar pesanan terakhir dengan sangat lancar. "Biasanya yang pesan orangnya itu itu aja, jadi udah kenal dan hafal tempatnya." "Ooooh gitu," Alina membulatkan mulutnya sambil mengangguk dan melihat kotak kue terakhir yang ia pegang. "Yang ini nih rumahnya," Sakya memberhentikan motornya di sebuah rumah. Alina turun dan berjalan memencet bel rumah itu untuk memberikan pesanan, setelah melihat bagaimana cara Sakya, kini Alina sudah sangat percaya diri mengantarkan pesanan kue. "Pesanan kue atas nama Bu Desi dari toko cake and bakery Bunda Sandra." ujar Alina dengan sopan saat pintu rumah itu terbuka. "Oh terima kasih, dimana Sakya? Bukankah biasanya diantarkan oleh Sakya?" tanya ibu itu mengambil kue dari Alina. "Ada kok tante," sapa Sakya datang dari arah belakang Alina. "Oh ternyata ada, kan tante mesan kue sekalian pengen lihat wajah tampan kamu." canda ibu tersebut pada Sakya. "Tante bisa saja," Sakya terkekeh. "Kalau aja anak tante yang cewek udah besar udah pasti tante jodohin sama kamu." Mata Alina langsung membulat tak terima dan langsung berdiri di depan Sakya, "tapi Sakya nya udah punya cewek tante." "Eeehh? Bilangnya kemarin jomblo sekarang udah ada cewek aja nih?" Sakya hanya bisa menganga karena Alina sudah seperti memblok dirinya agar tak berinteraksi langsung dengan tante Desi. Ibu tersebut hanya bisa tertawa melihat itu, sambil kini ia mengeluarkan uang dari sakunya pada Alina, "ini uang kuenya, tante lebihin sedikit buat kalian pergi main." "Eh tante? Ga usah tante!" Sakya yang menyadari uang yang diberikan terlalu banyak langsung mengambil uang itu dari tangan Alina demi dikembalikan lagi. "Udah Sakya, ga papa, sesekali kok. Kamu mending ajakin jalan ceweknya yang cantik banget ini." "Makasih ya tante." entah kenapa Alina malah tersenyum senang, berbanding terbalik dengan Sakya yang merasa sangat tidak enak. "Oh iya, nama kamu siapa cantik?" "Alina tante." "Ouh Alina, sama cantiknya dengan orangnya. Yaudah tante masuk dulu ya, kalian hati-hati." "Baik tante." Alina mengiyakan dan dengan santainya sudah berbalik untuk mengajak Sakya pergi. "Yeay! Kue nya udah abis." Alina meregangkan ototnya berjalan menuju motor Sakya duluan. Sakya masih terdiam di posisinya melihat uang ditangannya, karena Alina ia mendapatkan uang lebih banyak hari ini karena ini bukan satu-satunya rumah yang memberikan uang lebih. Hampir semua rumah yang ia antarkan kue memberikan uang lebih dengan pesan untuk pergi bermain dengan Alina. Tanpa sadar Sakya terkekeh sendiri memikirkannya dan mengejar Alina yang sudah duduk menunggu di motor. "Kita mendapatkan banyak uang lebih." Sakya memberi tahu Alina. Alina tersenyum sombong, "itu semua karena aku kan?" "Yaa, tapi aku jadi merasa tidak enak padamu." "Ga papa, kasih aja ke bunda. Sebagai gantinya mulai hari ini kita udah bisa dibilang dekat, okey!?" Alina membentuk persetujuan. "Hah!?" "Pasti kamu ga mau jadiin aku pacar kamu karena kita belum kenal kan? Jadi mulai hari ini kita harus saling kenal dan kamu ga boleh bilang kalau 'kita baru kenal' lagi!" "Semau itu kamu jadi pacarku hm?" tanya Sakya menghela napas panjang. "Iya!" "Bukankah sebentar lagi kita akan tamat? Apa pacaran tidak akan mengganggumu? Itu alasan yang sangat klasik, terlebih untuk orang sepertimu. Aku akan menjadi pengganggu untukmu." Alina diam sejenak berpikir, "kalau nggak sekarang, nanti Sakya keburu pacaran sama orang lain." Sakya terkekeh, "tidak, sampai detik ini aku tidak berpikiran untuk pacaran dengan siapapun." "Kenapa?" "Kita masih SMA, masih kecil bukan? Lagian aku tidak punya waktu untuk hal seperti itu." Alina menatap Sakya coba menebak apakah Sakya bicara serius atau hanya main-main, namun wajah Sakya tampak jujur dan apa adanya saat bicara. "Kamu benar, aku juga pernah dinasehati untuk tidak pacaran dulu sampai tamat SMA." Alina bicara sambil tatapannya jauh ke depan, "kadang aku bingung." "Bingung kenapa?" "Disaat kita melakukan berbagai hal mereka bilang kalau kita sudah dewasa dan harus hati-hati dalam bertindak. Tapi kenapa saat bicara cinta mereka bilang kita masih kecil ya?" Sakya tertawa sambil menyisir rambutnya ke belakang dengan jari-jarinya, "setiap hal memiliki patokan yang berbeda, tidak bisa disamakan." "Tapi kadang rasanya tidak adil." "Seorang Alina juga merasakan hal demikian?" Alina mengangguk menatap Sakya, "kalau emang Sakya ga mau pacaran sama aku yaudah, tapi Sakya beneran ga boleh pacaran sama orang lain, okey?" "Hey, kenapa mendadak kamu yang mengaturku?" Sakya garuk kepala. Alina tidak mau tahu, "kita harus dekat dan Sakya ga boleh punya pacar. Kalaupun Sakya ngaku punya pacar atau punya pacar beneran, maka orang itu adalah Alina." "Bagaimana bisa seperti itu?" "Bisa!!!" "Tapi..." "Jadi kapan kamu mau nyanyi untuk aku?" Sakya menghela napas panjang, "kita balik dulu sekarang."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN