“Aunty” Sapa Aldrich pada wanita tersebut. Wanita pemilik restoran bintang tujuh tersebut sekaligus tante dari Aldrich. Monica Allyson.
“Nyonya” Sahut Leah seraya sedikit membungkuk.
“Astaga Leah, kau masih formal saja padaku” Ujar Monica yang hanya dibalas senyuman oleh Leah. “Kalian bertemu klien lagi?” Tanyanya pada Aldrich.
“Iya” Jawab Aldrich.
“Jangan terlalu sering bertemu klien di sini. Sekali-sekali bawalah pacarmu makan siang atau makan malam. Nanti akan Aunty berikan diskon” Ucap Monica membuat Leah menahan tawanya.
“Bagaimana kabar Lavina dan Bianca, Aunty?” Tanya Aldrich mengalihkan pembicaraan.
“Astaga, kau selalu bisa menghindar dari pertanyaan-pertanyaan seperti itu” Sindir Monica. “Tapi aku akan tetap menunggumu bersama wanita yang beruntung itu” Lanjutnya.
“Leah, kembalilah duluan. Aku harus mengurus sesuatu” Pintah Aldrich pada Leah.
“Baik, Pak” Ujar Leah kemudian pamit pada Aldrich dan Monica lalu pergi dari sana tanpa bantahan dan pertanyaan apapun.
“Apa lagi yang harus kau urus?” Tanya Monica bingung.
“Aunty, boleh aku meminjam mobilmu?” Tanya Aldrich balik tanpa menjawab pertanyaan Monica.
“Kalau kau butuh mobil, kenapa kau menyuruh Leah pergi duluan?” Tanya Monica.
“Aku harus pergi ke suatu tempat. Penting” Ucap Aldrich membuat Monica menatapnya curiga.
“Kau ingin bertemu pacar rahasiamu, ya?” Tanya Monica.
“Aku sedang tidak bercanda, Aunty” Ucap Aldrich.
“Baiklah, baiklah. Haaa... Kenapa sifat Will bisa menurun padamu, ‘sih?” Gerutu Monica seraya mengambil kunci mobil dari dalam tas kemudian memberikannya pada Aldrich.
“Gracias, Tia” Ujar Aldrich kemudian mengecup pipi Monica lalu pergi meninggalkan Monica begitu saja.
“Al! Kau mau ke mana?” Teriak Monica.
“Aku akan mengembalikan mobil Aunty dengan selamat” Balas Aldrich tanpa menghiraukan pertanyaan Monica.
“Hah! Dasar anak itu” Gerutu Monica.
Sementara Aldrich yang kini telah mengendarai mobil Monica, melajukan mobil tersebut menuju suatu tempat seperti tebakan kalian. Yaitu toko boneka Indira. Satu-satunya tempat di mana wanita itu berada di jam seperti ini.
Setelah sampai, Aldrich memarkirkan mobilnya di seberang jalan seperti biasa kemudian memandangi Indira dari sana. Saat ini wanita itu tengah melayani pelanggan dengan ramah seperti biasa. Senyum Aldrich pun terbit dengan perlahan.
Hanya melihat wanita itu beberapa detik saja mampu membuatnya tersenyum seperti ini, bagaimana jika ia bisa melihat wanita itu seumur hidupnya? Mungkin hidupnya tidak akan sekaku ini. Ia bahkan telah membayangkan bagaimana ia akan hidup bersama wanita itu.
“Impian yang sangat indah, Aldrich” Gumam Aldrich seraya tersenyum.
-------
“Hei” Sapa Indira sembari menepuk sebelah pundak Tony yang memunggunginya kemudian duduk di samping pria itu.
“Hei” Balas Tony seraya tersenyum menatap Indira.
“Kau sudah lama menunggu?” Tanya Indira.
“Tidak juga. Cuma setengah jam” Jawab Tony membuat Indira terkekeh.
“Ada apa? Kenapa kau ingin bertemu denganku?” Tanya Indira. “Oh ya, di mana Gilang? Kau tidak mengajaknya?” Tanyanya lagi.
“Tidak. Aku hanya ingin bertemu denganmu. Ada yang ingin kutanyakan” Jawab Tony.
“Well, tanyakan saja” Ujar Indira.
Namun hingga beberapa detik berlalu, Tony tak juga mengatakan apapun membuat Indira bingung. Pria itu juga terlihat begitu serius, tak seperti biasanya.
“Hei, ada apa? Kau sedang ada masalah?” Tanya Indira mulai khawatir. Tony lalu menatap Indira sejenak kemudian kembali mengalihkan pandangannya seraya menghela nafas.
“Aku...” Ujar Tony. “Aku menyukai seseorang” Lanjutnya.
Indira yang mendengarnya pun lantas terdiam masih dengan mata yang menatap Tony. Namun tak lama, tawanya terdengar membuat Tony seketika menatapnya.
“Jadi itu yang ingin kau katakan sampai wajahmu seserius itu?” Tanya Indira masih dengan tawanya membuat Tony mendengus kesal.
“Astaga, kau sampai membuat air mataku keluar” Ucap Indira setelah berhasil mengontrol tawanya seraya menyeka air mata yang keluar di sudut matanya.
“Kenapa kau sampai seserius itu hanya untuk mengatakan kalau kau menyukai seseorang?” Tanya Indira. “Tidak, tidak. Kau tidak perlu menjawab pertanyaan itu. Jadi siapa wanita yang kau sukai itu?” Tanyanya.
“Aku belum bisa mengatakannya sekarang” Ucap Tony setelah terdiam beberapa saat.
“Apa?” Gumam Indira.
“Aku memberitahumu saat waktunya tepat” Ucap Tony.
“Lalu kenapa kau mengatakannya sekarang kalau kau belum siapa menyebut nama wanita itu? Kenapa kau selalu membuatku berpikir setelah mengatakan sesuatu? Astaga, kau ingin membuatku botak ya?” Maki Indira. “Katakan saja nama wanita itu dan jangan membuatku penasaran hingga waktu yang tak ditentukan” Pintahnya.
“Kau belum siap untuk mendengarnya” Ucap Tony membuat Indira semakin kesal.
“Kalau begitu sekalian saja tidak usah mengatakannya sejak awal” Kesal Indira membuat Tony terkekeh.
“Aku janji akan memberitahumu saat waktunya tepat” Ucap Tony.
“Sekalian saja tidak usah mengatakannya” Kesal Indira.
“Baiklah” Ucap Tony yang semakin membuat darah Indira mendidih.
“Kau ini!” Maki Indira kemudian memukul Tony menggunakan tasnya yang hanya diterima pria itu dengan tawa yang terlihat sangat bahagia setelah mengerjai Indira.
“Apa aku mengenalnya?” Tanya Indira setelah mereka terdiam beberapa saat.
“Ya” Jawab Tony seraya menatap Indira membuat jantung wanita itu berdebar lebih cepat. Wanita itu pun segera mengalihkan pandangannya.
“A, apa kau sudah mengungkapkan perasaanmu padanya?” Tanya Indira sembari memainkan tali tasnya.
“Belum. Aku masih ragu. Aku takut dia akan menolakku” Jawab Tony.
“Bukankah itu sudah bisa dipastikan seratus persen?” Ucap Indira membuat Tony mencubit hidungnya.
“Dasar!” Gumam Tony.
“Kalau begitu kenapa kau tidak langsung mencobanya saja? Mungkin akan ada keajaiban kalau dia akan menerimamu?” Ujar Indira.
“Entahlah. Tapi sepertinya dia juga menyukai orang lain” Ucap Tony kemudian menghela nafas.
“Oh... Cinta segitiga rupanya” Ujar Indira. “Ternyata hidupmu sangat berat. Sabar, ya. Kau pasti akan mendapatkan yang terbaik. Aku akan mendoakan untuk kebaikanmu jika aku ke gereja” Lanjutnya sembari merangkul pundak Tony seakan-akan ia bersimpati dengan keadaan pria itu.
“Sialan!” Maki Tony seraya melepaskan rangkulan Indira membuat wanita itu tertawa terbahak-bahak.
“Sudah, ya. Aku pulang dulu. Mama sendirian di rumah” Ucap Indira sembari berdiri dari duduknya.
“Aku akan mengantarmu” Tawar Tony.
“Tidak, tidak” Tahan Indira saat Tony hendak berdiri. “Kau di sini saja meratapi nasib percintaanmu yang rumit itu” Lanjutnya kemudian segera kabur dari sana seraya tertawa terbahak-bahak. Ia bahkan dapat mendengar teriakan Tony di belakang sana yang memakinya.
-------
Aldrich berdiri termenung di balkon kamarnya seraya memandangi taman yang dipenuhi oleh bunga-bunga hasil karya sang Ibu. Malam ini tampaknya bintang sedang lelah hingga bersembunyi di belakang awan. Sementara bulan bersinar sangat terang seperti malam sebelumnya.
Pria itu menghela nafasnya entah yang ke beberapa kalinya sejak ia berdiri di sana. Pikirannya saat ini tengah dipenuhi oleh Indira dan cara agar ia bisa mendekati wanita itu. Ia telah memikirkan berbagai cara tapi tak satu pun dari cara itu yang bisa ia gunakan. Karena kebanyakan dari cara itu sama sekali bukan dirinya.
Aldrich pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. Ia sangat bingung harus melakukan apa. Sekali lagi menghela nafas panjang. Jika ia bertanya pada Evelyn pun, gadis itu pasti akan menyarankan hal yang sama.
Sudahlah, ia lelah. Aldrich pun memutuskan untuk pergi tidur. Namun saat ia berbalik, ia sungguh sangat terkejut melihat sang Ibu tengah duduk di atas tempat tidurnya seraya menatapnya tanpa berkedip.
“Astaga, Mom. Mommy mengejutkan Aldrich” Ujar Aldrich sembari berjalan menuju Macy lalu duduk di sampingnya. Satu hal yang Aldrich syukuri saat ini. Yaitu ia belum mengambil boneka babi di kamar Evelyn.
“Mommy lihat kau sedang memikirkan sesuatu. Apa yang kau pikirkan?” Tanya Macy seraya menatap Aldrich dengan tatapan selidik membuat pria itu salah tingkah karena tertangkap basah bertindak yang mencurigakan.
“Ah, itu...” Ujar Aldrich tak mampu meneruskan ucapannya.
“Mommy yakin kalau ini bukan masalah pekerjaan” Tebak Macy tepat sasaran. “Ayo, cerita sama Mommy” Lanjutnya lembut.
Untuk sejenak, Aldrich terdiam di tempatnya seraya menatap sang Ibu yang juga tengah menatapnya hangat. Ia sedang menimbang-nimbang, apakah ia harus jujur pada Macy atau tidak. Ia takut kalau Macy akan mengejeknya jika ia berkata jujur.
“Mom” Panggil Aldrich.
“Hm? Ada apa? Katakanlah, sayang” Ucap Macy.
“Bagaimana sikap Daddy pada Mommy saat kalian pertama bertemu dulu?” Tanya Aldrich.
-------
'Gracias, Tia' adalah bahasa Spanyol yang berarti 'Terima kasih, Tante :)
Love you guys~